Selasa, 11 Januari 2011

Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani,-ke 13

Risalah ke Lima Puluh Enam
Ia bertutur:

Bila hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat, maka ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dan segala suatu sirna dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat kepada-Nya dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya. 

Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya. Maka sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi Mahaagung. 

Maka Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan samh hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan danpengupayaan enikmatan. Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. 

Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lallu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain. 

Begitu pula, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad saw wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan, sebagaimana firman-Nya:

"Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah kuasa atas segala-nya?"" (QS 2:106)

Ketika Nabi saw lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci, sehubungan dengan tawanan perang Badar, sebagai berikut:

"Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan."(QS 8:67-68)

Nabi saw adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuan-Nya dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya:

"Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segalanya?" (QS 2:106)

Dengan kata lain, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu, kadang kesini, kadang kesana. Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah wali dan badal selain maqam Nabi.

Risalah ke Lima Puluh Tujuh
Ia bertutur:

Segala pengalaman spiritual merupakan pengekangan, sebab sang wali diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu. Segala yang diperintahkan untuk dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam ketentuan Allah merupakan kemudahan, sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan diri dalam ketentuan-Nya. 

Sang wali tak boleh bersitegang dalam masalah ketentuan-Nya. Ia harus selaras dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada dirinya, entah manis atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu diperintahkan untuk menjaga pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak Allah, yang merupakan ketentuan, tak terbatas.

Isyarat bahwa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya dan kemudahan ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan setelah diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya, sebab bila ruhaninya hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah Tuhan. 

Maka ia dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan dan menginginkan hal-hal yang menjadi haknya dan yang bisa ia peroleh melalui permintaannya akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata Allah, kedudukannya dan karunia Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dengan ditrimanya doanya, menjadi kenyataan. 

Menggunakan lidah untuk meminta kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar dari segala pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas.

Bila ditolak bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum ini menyebabkan ateisme dan keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya:

"Abdilah Tuhanmu sampai kematian datanng kepadamu." (QS 15:99)

Jawabku ialah bahwa hal ini tak berarti begitu dan takkan begitu, tetapi bahwa Allah amat pemurah dan wali-Nya amat dicintai-Nya, sehingga Dia tak dapat mengizinkannya untuk menduduki suatu kedudukan hina di mata hukum dan agama-Nya. 

Sebaliknya, Dia menyelamatkannya dari semua itu, menjauhkannya dari semua itu, melindunginya dan menjaganya di dalam batas-batas hukum. Maka ia terlindung dari dosa dan senantiasa berada di dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari dirinya, sedang ia tak sadar akan keadaan ini dikarenakan oleh kedekatannya kepada Tuhannya. Allah berfirman:

"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari hamba-hamba terpilih kami." (QS 12:24)

"Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau tak berkuasa." (QS 15:42)

"Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan." (QS 37:40)

Duhai orang yang malang! Orang semacam itu dijauhkan oleh Allah dan ia adalah curahan-Nya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan kasih-sayang-Nya. Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. 

Bagaimana bisa kekejian mendekatinya. Semoga kekejian terhancurkan oleh daya dan kelembutan sempurnanya! Semoga Dia melindungi kita dengan perlindungan dan kasih-sayang sempurna sehingga kita senantiasa mampu menjauhkan diri dari dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan karunia-karunia sempurna-Nya melalui tindak kasih-sayang-Nya!

Risalah ke Lima Puluh Delapan
Ia bertutur:

Butalah terhadap segala hal. Tutuplah matamu terhadap sesuatu pun dari hal-hal itu. Bila kau lihat sesuatu pun dari hal-hal itu, maka karunia dan kedekatan Allah SWT akan tertutup bagimu. Oleh karena itu, tutuplah segala hal dengan kesadaranmu akan keesaan Allah dan dengan peniadaan diri. 

Maka akan tampak oleh mata hatimu hal Allah SWT, dan kau akan melihatnya dengan kedua mata hatimu ketika hal itu tersinari oleh nur hatimu, nur imanmu dan nur keyakinan teguhmu. Pada saat itu cahaya ruhanimu akan mewujud pada lahiriahmu bak cahaya sebuah lampu di malam pekat yang mencuat melalui lubang-lubangnya sehingga sisi luar rumah menjadi tercerahkan oleh cahaya dari dalam. Maka diri dan anasir tubuh akan merasa ridha dengan janji Allah dan karunia-Nya.

Maka dari itu, kasihanilah diri kita. Jangan berbuat aniaya terhadapnya. Jangan campakkan ia di kegelapan ketakacuhan dan kebodohanmu, agar ia tak melihat ciptaan, daya, perolehan, sarana dan tak bertumpu pada hal-hal itu. Sebab jika kau lakukan hal itu, maka segala hal akan tertutup bagimu dan karunia Allah akan tertutup pula bagimu lantaran kesyirikanmu. 

Nah, bila telah kau sadarikeesaan-Nya, telah kau lihat karunia-Nya, kau hanya berharap kepada-Nya dan telah kau butakan dirimu terhadap segalanya selain-Nya, maka Dia akan membuatmu dekat dengan Diri-Nya, akan mengasihimu, akan menjagamu, akan memberimu makanan, minuman dan perawatan, akan membuatmu bahagia, akan menganugerahimu karunia-karunia, akan menolongmu, akan menjadikan kau penguasa, akan menafikanmu dari ciptaan serta dari dirimu sendiri, dan akan membuatmu tiada, sehingga kau takkan melihat baik kemiskinanmu maupun kekayaanmu.

Risalah ke Lima Puluh Sembilan
Ia bertutur:

Jika kau ditimpa musibah, berupayalah bersabar - ini merupakan hal yang rendah - dan bersabarlah, ini merupakan hal yang lebih tinggi dari yang lain. Mintalah agar kau bisa ridha dengan takdir-Nya, bersesuaianlah dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam kehendak-Nya; inilah keadaan para badal dan ruhaniwan, orang yang tahu perihal Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Bila kau terahmati, bersyukurlah, baik melalui lidah, hati maupun anasir tubuh.

Bersyukurlah lidah berupa pengakuan bahwa rahmat berasal dari Allah dan penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui tangan-tangan mereka rahmat sampai. Sebab kau sendiri dan meeka hanyalah sarana-sarana sampainya rahmat. Pemberi dan pencipta sejati rahmat yaitu Allah, Yang Mahakuasa lagi mahaagung. 

Maka Dia lebih patuut disyukuri daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya adalah tuannya. Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap selayaknya:

"Mereka mengetahui lahiriah kehidupan duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai." (QS 30:7)

Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak melebihi ini, adalah jahil dan rusak pikiran. Istilah pikiran' digunakan untuk orang yang memahami akhir sesuatu. 

Bersyukurnya hati terletak pada keyakinan kukuh bahwa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau punyai, berasal dari Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, bukan dari selain-Nya. Dan rasa-syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana firman-Nya:

"Dan apa pun nikmat yang ada padamu, berasal dari Allah." (QS 16:53)

"Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya padamu lahir dan batin." (QS 31:20)

"Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu takkan mampu menghinggakannya." (QS 14:34)

Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada pemberi karunia selain Allah. Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk mematuhi perintah-perintah-Nya guna menjauh dari ciptaan-Nya. Maka janganlah menimpali makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu dan segalanya. 

Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak lain, berarti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya, berperilaku tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan para saleh. Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman:

"Barangsiapa tak menentukan dengan yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (QS 5:45)

Dengan begitu, kau menuju neraka, yang bahan bakarnyamanusia dan batu. Bila kau tak tahan demam, untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana kau bisa tahan, untuk selamanya, neraka bersama penghuni-penghuninya? Menjauhlah, menjauhlah; segeralah, segeralah, berlindunglah kepada Allah.

Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak bisa lepas dari keduannya sepanjang hayat --baik keadaan ditimpa musibah maupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan bersyukurlah dlam kedua keadaan itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan kepadamu. 

Nah, jangan mengeluh, bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan manunjukkan kegundahanmu kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat. Dan jangan lari kepada orang guna mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau berarti menyekutukan-Nya.

Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mempu memberikan mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan menjerat oleh ciptaan, bauik secara lahiriah maupun batiniah, sebab mereka takkan menguntungkanmu. Bersabar dan ridhalah selalu kepada Allah, dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya.

Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya, menunjukkan kerendahdirian, mengakui dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya akan kejahatan dirimu dan akan penjauhanmu dari kebenaran, mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu, sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan karunia-Nya, kemudahan dan kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub.

Bak berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya dingin musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya. Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka, kesabaran adalah kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. Inilah yang teungkap dalam Sunnah Nabi saw "Kesabaran adalah keseluruhan iman."

Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Ynag Mahamulia menghendaki, maka kau akan terbimbing.

Risalah ke Enam Puluh
Ia bertutur:

Awal kehidupan ruhani berupa keterlepasan dari kedirian, keberadaan dalam arena hukum, dan kembali kepada kedirian setelah mampu menjaga hukum. Lepaslah dari kedirian, semisal makan, minum, berbusana, menikah, tampat-tinggal, dan kecenderungan-kecenderungan dan masuklah ke dalam hukum. Ikutilah Kitabullah dn Sunnah Nabi-Nya, sebagaimana Allah berfirman:

"Ambillah yang dibawa nabi kepadamu, dan hindarilah yang dilarangnya."
"Katakanlah: jika kau mencintai Allah, ikutilah aku, maka Allah akan mencintaimu." (QS 3:31)

Bila telah terlepas dari kedirian dan ketakpatuhan, baik lahiriah maupun batiniah, maka yang ada padamu hanyalah keesaan Allah, dan yang ada pada lahiriahmu hanyalah kepatuhan dn pengabdian kepada Allah. Hal ini kemudianmenjadi sikap, busana, gerak dan diammu, di kala malam, siang, dalam perjalanan, di rumah, dalam kesulitan, dlam kemudahan, dan dalam segala keadaan. Maka dibawalah kau ke lembah-Nya, dan dikendalikan oleh-Nya.

Berlepaslah dari segala upaya, perjuangan dan dayamu, maka dibawa kepadamu yang pena tak kuasa menuliskannya, dan kamu menjadi begini, terlindung dan terselamatkan di tengah-tengahnya. Hukum terlestarikan padanya, kesesuaian dengan kehendak-Nya diperoleh di dalamnya, dan hukum takkan dilanggar. Allah berfirman:

"Sesungguhnya, telah Kami turunkan pengingat, dan sesungguhnya Kami yang menjaga." (QS 15:90)

"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan Kami." (QS 12:24)

Maka perlindungan Allah menyertaimu, hingga kau menghadap-Nya dengan kasih-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar