Rabu, 23 Juli 2014

Fiqih Mengenai Zakat Secara Praktis

Bagian I
Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik.
Menurut Lisan Al-‘Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji; semuanya digunakan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

Tetapi yang terkuat, menurut al-Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka, artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka di sini berarti bersih.

Dan bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti seorang yang memiliki lebih banyak sifat-sifat orang baik, dan kalimat “zakka al-hakim al-syuhud” berarti hakim menyatakan tambahan para saksi dalam khabar.

Zakat dari segi istilah fiqih berarti “Sejumlah harta tertentu diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak” disamping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”. Jumlah yang dikeluarkan itu disebut zakat katrna yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan”. Demikian disampaikan oleh Al-Nawawi mengutip pendapat Al-Wahidi. (Fiqh al-Zakat, I/36).

Bagian II
Harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
Al-Madzhahib al-Arba’ah (madzhab yang empat; meliputi Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) berbeda pendapat mengenai harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Untuk lebih jelasnya di sini perlu disampaikan pendapat tiap-tiap madzhab:

A. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Syafi’iyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi unta, sapi, kerbau, dan kambing.
2. Naqd; meliputi emas dan perak, pula termasuk uang emas atau perak.
3. Zuru’ (hasil pertanian) seperti, padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak dan gandum.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur dan kurma
5. ‘Arudh al-tijarah (harta dagangan).
6. Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak) dan rikaz (temuan harta emas dan perak dari pendaman orang-orang jahiliyah).

B. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanafiah:
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta, kambing dan kuda
2. Naqd; emas dan perak
3. Semua tumbuh-tumbuhan yang untuk penghasilan termasuk madu.
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan (hasil tambang) yang meliputi besi, timah, emas dan perak, dan rikaz; yang meliputi semua jenis permata yang ditemukan dari simpanan jahiliyah

C. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Malikiyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
6. Naqd; emas dan perak
2. Zuru’ (hasil pertanian) seperti padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak (otok), gandum.
3. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan zaitun
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan dan rikaz

D. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanabilah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
2. Naqd; emas dan perak
3. Setiap biji-bijian; seperti kacang, beras, kopi dan rempah-rempah.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan buah pala.
5. Harta dagangan.
6. Ma’dan (semua hasil pertambangan seperti emas, perak, besi, timah, minyak tanah dan permata) dan rikaz; semua barang berharga yang ditemukan dari simpanan jahiliyah
7. Madu

Bagian III
Syarat-syarat Wajib Dikeluarkan Zakat
A. Syarat-syarat hewan yang wajib dikeluarkan zakatnya:
1. Sampai satu nishab (lihat tabel).
2. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam) baik perorangan maupun syirkah. Jika milik umum seperti milik masjid, madrasah, dan jam’iyah atau miliknya budak maka tidak wajib dizakati. Keterangan : Piutang, Mabi’ yang belum diambil oleh pembeli serta barang yang hilang tetap wajib dizakati.
3. Haul (perputaran satu tahun penuh) dengan mengikuti kalender Hijriyah
4. Tidak untuk dipekerjakan seperti untuk disewakan.
5. Digembala ditempat yang tidak dipungut biaya termasuk milik sendiri dalam mayoritas satu tahun.
Catatan : syarat yang keempat dan kelima tidak menjadi persyaratan dalam madzhab Maliki.

B. Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat Naqd (Emas dan Perak);
1. Dimiliki atau dikuasai secara penuh (al-milk al-taam).
2. Sampai satu nishab.
3. Tidak mempunya hutang menurut al-Madzahib al-Tsalatsah (madzhab yang tiga) selain Syafi’iyah.
4. Haul (perputaran satu tahun penuh) mengikuti kelender Hijriyah
5. Tidak dipakai sebagai perhiasan

Catatan : a) menurut madzhab Hanafi perhiasan yang diperbolehkan (al-huliy al-mubah) tetap wajib dizakati.
(lihat Mauhibah Dzi al-Fadhl 4/ )

b) menurut sebagian ulama uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya, sebagaimana emas dan perak, sedangkan nishab kadar zakatnya sama dengan emas dan perak.

C. Syarat-syarat hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya;
1. Ditanam. Catatan: menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat adalah yang tidak mensyaratkan hal ini. (lihat: Mauhibah Dzi al-Fadhl)
2. Berupa biji-bijian yang bisa menjadi makanan pokok dan bisa disimpan dalam waktu yang lama
3. Tidak mempunyai hutang menurut Hanabilah.
4. Satu nishab ( dalam hal ini madzhab Hanafi tidak mensyaratkan nishab)

Catatan: Hasil panen dalam masa satu tahun apabila satu jenis maka dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan dalam menentukan kadar zakatnya. Apabila dalam pengairannya tanpa dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %, dan jika dengan dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkannya 5 %. Sedangkan pengairan selama setengah tahun dengan dipungut biaya, dan setengah tahunnya lagi dengan tanpa biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Adapun biaya selain pengairan seperti pupuk, racun, obat dan upah ulu-ulu tidak termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat.

D. Syarat-syaratnya buah-buahan wajib dizakati;
1. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam).
2. Mencapai satu nishab. Catatan; Menurut Hanafiyah persyaratan nishab tidak ada. Sehingga setiap buah-buahan menurut Hanafiyah harus dikeluarkan zakatnya.

Keterangan : a) Hasil panen dalam masa satu tahun baik zuru’ ataupun tsimar apabila satu jenis maka dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan menentukan kadar zakatnya (lihat: Bughyah al-Mustarsyidin). Apabila dalam pengairan tanpa dipungut biaya maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %, dan apabila dengan dipungut biaya maka zakat yang dikeluarkan 5%, dan apabila pengiran selama setengah tahun dengan dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tanpa biaya maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Sedangkan biaya selain pengairan seperti pupuk, obat dan ongkos orang yang mengurus air tidak termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat. b) Piutang, barang yang dijual (mabi’) yang belum diambil oleh pembeli serta barang yang hilang tetap wajib dikeluarkan zakatnya.

E. Syarat-syarat zakat tijarah:
Tijarah yang berarti perdagangan didefinisikan sebagai setiap harta yang dikembangkan untuk keuntungan laba dengan cara saling tukar menukar (mu’awadhah) atau dikatakan sebagai usaha perdagangan dengan cara jual beli. Sebagian ulama dari kalangan Malikiyah berpendapat bahwa persewaan termasuk dalam usaha perdagangan (lihat: Hasyiyah al-Dasuqi I/472-473). Dan perlu diketahui bahwa harta warisan tidak termasuk tijarah, sehingga tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan syarat-syarat zakat tijarah ialah sebagai berikut:

1. Diniati untuk diperdagangkan dan bukan untuk selainnya. Catatan: Menurut Malikiyyahtermasuk dalam hal ini ialah niat memperdagangkan ketika membeli meskipun disertai dengan niat untuk digunakan sendiri atau disewakan. ( lihat; Hasyiyah al-Dasuqi I/472-473)
2. Barang yang diperdagangkan harus diperoleh dari proses timbal balik seperti jual beli atau imbalan dari akad persewaan.

3. Dimiliki secara penuh (al-milk al-taam).
4. Satu nishab (krus semua sebanyak harta nishabnya emas, termasuk harta yang ada di orang lain).
5. Satu tahun penuh menurut kalender hijriyah. Catatan : Menurut Malikiyah harta dagangan yang sifatnya investasi seperti membeli tanah dengan niat dijual ketika harga tinggi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika sudah laku. (Hasyiyah Ad-Dasuqi I/473) »

• penerima zakat
• bentuk dan tatacara mengeluarkan zakat
• tabel nishab dan kadar zakat

Bagian IV
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat
Golongan atau orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 macam (al-ashnaf al-tsamaniyyah) yang disebutkan di dalam al-Qur’an yaitu; fakir, miskin, amil, mu’allaf, budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Dan berikut ini rincian-rinciannya.
1. Fakir Miskin
a. Fakir; yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau mata pencaharian yang layak yang bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik sandang, papan dan pangan.

b. Miskin; yaitu orang yang mempunyaai harta atau mata pencaharian tetapi tidak mencukupi.Perlu diketahui bahwa pengangguran yang mampu bekerja dan ada lowongan pekerjaan halal yang dan layak tetapi tidak mau bekerja karena malas, bukan termasuk fakir/miskin. Sedangkan para santri yang mampu bekerja tetapi tidak sempat bekerja karena kesibukan belajar jika kiriman belum mencukupi maka termasuk fakir/miskin.

Catatan tentang perbedaan antara fakir dan miskin; Jika penghasilan dibawah separuh dari kebutuhan maka termasuk fakir, jika penghasilan diatas separuh dari kebutuhan maka termasuk miskin. Perlu disebutkan di sini bahwa Fuqara’ dan masakin yang cakap bekerja mereka dikasih modal bekerja sesuai dengan bidangnya. 

Dan bagi mereka yang cakap berdagang diberi modal berdagang dan bagi yang mampu dibidang pertukangan, maka diberi modal untuk membeli alat-alat pertukangan. Sedangkan yang tidak cakap bekerja maka diberi modal untuk mendapatkan pekerjaan seperti diberi modal untuk membeli ternak atau pekarangan untuk dijadikan penghasilan yang mencukupi kebutuhan. Dalam hal ini, amil juga boleh memberi mereka dalam bentuk barangnya. 
(lihat H.Syarwani ala at-Tuhfah 7/164)

2. Amil zakat, Syarat-syarat dan tugas-tugasnya
Yang dimaksud dengan amil zakat ialah suatu panitia atau badan yang dibentuk oleh pemerintahuntuk menangani masalah zakat dengan segala persoalannya. Ada beberapa syarat yang dipenuhi dalam diri amil yaitu; 
1) beragama Islam, 2) mukallaf (sudah baligh dan berakal), 3) merdeka (bukan budak), 4) adil dengan pengertian tidak pernah melakukan dosa besar atau dosa kecil secara kontinyu, 5) bisa melihat, 6) bisa mendengar, 7) laki-laki, 8) mengerti terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya, 9) tidak termasuk ahlul-bait atau bukan keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dan 10) bukan mawali ahlul-bait atau budak yang dimerdekakan oleh golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Sedangkan tugas-tugas yang diamanatkan kepada amil zakat adalah sebagai berikut

Tugas-tugas Amil Zakat.
1. Menginventarisasi (mendata) orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat.
2. Menginventarisasi orang-orang yang berhak menerima zakat
3. Mengambil dan mengumpulkan zakat.
4. Mencatat harta zakat yang masuk dan yang dikeluarkan.
5. Menentukan ukuran (sedikit dan banyaknya) zakat.
6. Menakar, menimbang, menghitung porsi mustahiqqus zakat
7. Menjaga keamanan harta zakat
8. Membagi-bagikan harta zakat pada mustahiqqin.

Mengingat bahwa tugas-tugas yang telah disebutkan di atas tidak mungkin dilakukan oleh satu orang atau dua orang, melainkan dari masing-masing tugas harus ada yang menangani secara khusus maka ada beberapa macam amil sesuai dengan tugas-tugasnya.

Macam-macam Amil Zakat
1. Orang yang mengambil dan mengumpulkan harta zakat.
2. Orang yang mengetahui orang-orang yang berhak menerima zakat.

3. Sekretaris
4. Tukang takar, tukang nimbang, dan orang yang menghitung zakat
5. Orang yang mengkoordinir pengumpulan orang-orang yang wajib zakat dan yang berhak menerima.
6. Orang yang menentukan ukuran (sedikit banyaknya) zakat.
7. Petugas keamanan harta zakat.
8. Orang yang membagi-bagikan zakat.

3. Mu’allaf
Mu’allaf atau lengkapnya al-mu’affalah qulubuhum ialah orang yang berusaha dilunakkan hatinya. Memberikan zakat kepada mereka dengan harapan hati mereka menjadi lunak dan loyal terhadap agama Islam. Menurut madzhab Syafi’ie mu’allaf ada empat macam; pertama, orang yang masuk Islam sedangkan kelunakannya terhadap Islam masih dianggap lemah seperti masih ada perasaan asing di kalangan sesama muslim atau merasa terasing dalam agama Islam, kedua, mu’allaf yang mempunyai pengaruh di kalangan komunitas atau masyarakatnya sehingga dengan diberinya zakat ada harapan menarik simpati masyarakatnya untuk masuk Islam, ketiga, mu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar membantu kaum muslim untuk menyadarkan mereka yang tidak mengeluarkan zakat (mani’ al-zakat), dan keempat, mu’allaf yang diberi zakat dengan tujuan agar musuh-musuh Islam tidak menyerang orang orang muslim.

4. Mukatab
Mukatab adalah budak yang melakukan transaksi dengan majikannya mengenai kemerdekaan dirinya dengan cara mengeridit dan transaksinya dianggap sah.

5. Gharim
Gharim ialah orang-orang yang mempunyai beban hutang kepada orang lain. Hutang tersebut ada kalanya ia pergunakan untuk mendamaikan dua kelompok yang betikai, atau hutang untuk membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak mampu membayarnya, dan atau hutang karena menanggung hutang orang lain.

6. Sabilillah
Sabilillah adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT dan mereka tidak mendapatkan bayaran resmi dari negara meskipun mereka tergolong orang-orang yang kaya. Menurut madzhab Syafi’ie sabilillah tertentu bagi mereka yang berperang di atas. Sementara ada yang berpendapat bahwa termasuk sabilillah adalah segala sesuatu yang menjadi sarana kebaikan adalam agama seperti pembangunan madrasah, masjid, rumah sakit Islam dan jalan raya atau seperti para guru dan kiai yang berkonsentrasi mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. (lihat Jawahir al-Bukhari, al-Tafsir al-Munir, Qurrah al-A’in al-Malikiyah)

7. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah musafir yang akan bepergian atau yang sedang melewati tempat adanya harta zakat dan membutuhkan biaya perjalanan menurut Syafi’iyah dan Hanabilah.

Catatan: Pertama, perlu diketahui bahwa dalam pemberian zakat terhadap al-ashnaf al-tsamaniyah di atas masing-masing kategori (kelompok) minimal tiga orang. Dan kedua, semua kelompok di atas diberi sesuai dengan kebutuhannya; fakir miskin diberi secukupnya untuk kebutuhan selama satu tahun, gharim dan mukatab diberi secukupnya untuk membayar tanggungannya, sabilillah diberi secukupnya untuk kebutuhan dalam peperangan, ibnu sabil diberi secukupnya sampai ke negerinya, mu’allaf diberi dengan pemberian yang dapat menghasilkan tujuan sesuai dengan macam-macamnya mu’allaf di atas, dan amil diberi sesuai dengan upah pekerjaannya.

Bagian V
Syarat-Syarat Mustahiqqin
Mustahiqqin atau al-ashnaf al-tsamaniyah (delapan golongan yang berhak menerima zakat) di atas harus memenuhi tiga syarat; 1. Islam. 2. Bukan orang yang wajib dinafaqahi oleh orang lain bila atas nama fakir miskin. 3. Bukan dari golongan Bani Hasyim dan Muththalib, karena mereka telah mendapat bagian dari khumus al-khumus. Sebagian ulama dari berbagai madzhab ada yang memperbolehkan memberikan zakat kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib untuk masa-masa sekarang, karena khumus al-khumus sudah tidak ada lagi.(lihat Bughiyah al-Mustarsyidin)
Mustahiq yang mempunyai dua kategori seperti fakir yang berstatus gharim, menurut madzhab Syafi’i tidak boleh menerima zakat atas dua kategori tersebut. Orang yang mengaku sebagai mustahiqqin apabila mengaku sebagai fakir atau miskin maka hendaknya disumpah terlebih dahulu. Apabila mangaku sebagai gharim maka dapat dibenarkan dengan dua saksi laki-laki atau satu laki-laki dan dua perempuan. Akan tetapi apabila orang tersebut sudah dikenal sebagai gharim sekiranya kabar tersebut dapat dipercaya maka langsung dapat dibenarkan.

Bagian VI
Orang Yang Wajib Mengeluarkan Zakat
Orang yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang beragama Islam dan merdeka (hurr). Anak kecil (shabi) juga dikenakan kewajiban zakat dalam hartanya. Orang yang mempunyai hutang yang menghabiskan kekayaannya menurut pendapat yang azhhar dalam madzhab Syafi’e wajib mengeluarkan zakat. Namun menurut Hanabilah hutang yang tidak bisa terbayar kecuali dengan harta yang dizakati atau dengan menjual kebutuhan hidup (primer; pangan dan skunder; sandang, papan) maka bisa menggugurkan kewajiban zakat, baik sudah jatuh tempo atau belum.(lihat Kassyaf al-Qina’ 2/202)

Bagian VII
Tatacara Mengeluarkan Zakat
Ada dua hal yang harus dilakukan oleh muzakki dalam mengeluarkan zakat. Pertama, menyisihkan harta yang akan dibuat zakat. Kedua, niat zakat atau berniat bahwa harta yang ia keluarkan atas nama zakat. Niat ini dilakukan ketika penyerahan zakat oleh orang yang mengeluarkan zakat atau ketika pengambilan harta zakat oleh amil zakat atau ketika myisihkan amil zakat. Perlu diketahui bahwa muzakki (orang yang berzakat) diperbolehkan mewakilkan niatnya kepada orang lain dan sekaligus penyerahannya. Sedangkan untuk anak kecil yang hartanya berkewajiban dikeluarkan zakat, yang melakukan niat adalah walinya. Sedangkan mayit yang mempunyai tanggungan zakat, tidak diperlukan adanya niat, dan bagi ahli waritsnya cukup mengumpulkan bagian dari tanggungan zakatnya mayit tersebut untuk diserahkan. Dan ketiga, menyerahkan zakat tersebut kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiqqin) baik secara langsung atau melalui amil zakat.

Bagian VIII
Bentuk Zakat
Menurut madzhab Syafi’i zakat tanaman harus diberikan dalam bentuk barangnya seperti diberikan dalam bentuk beras, hewan dan lain-lain kecuali zakat dagangan maka harus diberikan dalam bentuk qimah (mata uang).
Menurut madhab Hanafi zakat tanaman, hewan, emas, dan perak dapat diberikan dalam bentuk nilainya. Contohnya; sawah menghasilkan 10 ton maka zakatnya boleh dalam bentuk harga gabah 1 ton (10%)
Catatan: Perlu diketahui bahwa yang dimaksud qimah (nilai atau mata uang) dalam madzhab Hanafi adalah nilai dari barang yang seharusnya dikeluarkan, bukan dari nilai penjualan barang tersebut. Contoh: Ketika memasuki masa panen padi dijual dengan sistem tebasan dengan harga Rp. 10.000.000 rupiah misalnya. Dan setelah dipanen mengeluarkan 15 ton gabah senilai Rp. 15.000.000 (perton Rp.1.000.000) maka yang dikeluarkan adalah nilai dari 10% nya 15 ton = 1,5 ton = Rp. 1.500.000 bukan 10% dari 10.000.000 harga penjualan.

Yang wajib mengeluarkan zakat tanaman adalah orang yang punya bibit atau orang yang memiliki tanaman tersebut sebelum nampak bagus (buduw as shalah), untuk itu, sawah yang penggarapannya diserahkan kepada orang lain dengan sistem bagi hasil yang wajib mengeluarkan zakat adalah yang mempunyai bibit tanaman di sawah tersebut. Apabila yang mempunyai bibit adalah penggarap sawah tersebut, maka beban zakat ditanggung oleh si penggarap itu, dan demikian pula sebaliknya.
Demikian pula seperti halnya di atas, zakat fitrah yakni; menurut madzhab Hanafi boleh diberikan dalam bentuk nilainya tepung gandum seberat 2,7 kg. Sedangkan menurut madzhab Maliki boleh diberikan dalam bentuk nilai (beras 2,7 kg) tetapi hukumnya makruh.

Bagian IX
Waktu Mengeluarkan Zakat
Orang yang mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat ketika ; a) Adanya orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiqqin). b) Wujudnya harta yang akan dikeluarkan zakatnya. Adapun piutang yang jatuh tempo dan berada pada orang yang mampu membayar serta tidak ingkar atas piutang tersebut itu wajib dikeluarkan zakatnya seketika itu. Sedangkan piutang yang belum jatuh tempo atau ada pada orang yang ingkar terhadap hutangnya, barang hilang, barang yang dighashab dll.

Bagian X
Etika Bagi Pemberi Dan Penerima Zakat

A. Etika Pemberi Zakat
Orang yang akan memberikan zakat hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
Pertama, mengerti tujuan zakat. Tujuan zakat ada tiga macam; yaitu a) sebagai ujian bagi orang yang mengaku mencintai Allah SWT dengan mengeluarkan harta yang ia senanginya, b) membersihkan diri dari sifat kikir yang dapat mencelakakan dirinya dan c) mensykuri nikmat harta.

Kedua, merahasiakan dalam mengeluarkan zakat. Demikian ini agar dirinya terhindar dari sifat riya’ dan mencari popularitas. Sedangkan terang-terangan dalam memberikan zakat termasuk penghinaan (secara tidak langsung) terhadap orang si penerima (di mata orang lain). Dan apabila khawatir dicurigai tidak mengeluarkan zakat maka hendaknya berikanlah sebagian zakatnya kepada fakir yang tidak ia pedulikan dengan cara menariknya dari orang-orang banyak secara terang-terangan, dan sisanya diberikan secara sembunyi-sembunyi.

Ketiga, tidak merusak zakatnya dengan cara mengundat-undat (manni) dan menyakiti si penerimanya.
Keempat, harus memandang kecil dan remeh pemberiannya terhadap orang lain.
Kelima, memilih harta yang dianggapnya paling halal, paling bagus dan paling disenangi sebagai zakatnya.
Keenam, mencari penerima yang bersih jiwanya dari golongan yang delapan tersebut.

B. Etika Penerima Zakat
Hendaknya penerima zakat memiliki sikap-sikap berikut ini;
Pertama, mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar supaya Dia mencukupinya apa yang menjadi kepentingannya dan agar supaya ia menjadikan kepentingannya hanya satu yang kepentingan semata-mata mencari rida Allah.

Kedua, berterima kasih kepada pemberi, mendoakan dan memberikan pujaan kepadanya, karena orang yang tidak berterima kasih kepada sesama berarti tidak bersyukur kepada Allah.
Ketiga, memperhatikan apa yang diberiklan kepada dirinya; apabila bukan dari perkara yang halal, maka janganlah sekali-kali mengambilnya.
Keempat, menghindari dari terjadinya syubhat bagi dirinya dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya, sehingga tidak menerima pemberian tersebut melebihi kebutuhannya.»

Bagian XI
Tabel nishab & kadar zakat

Jumlah harta zakawiy Zakat yang harus dikeluarkan
40 - 120 kambing 1 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
121- 200 kambing 2 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
201 - 399 kambing 3 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
400 - 499 kambing 4 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
500 - 599 kambing 5 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
untuk seterusnya, setiap bertambah kelipatan seratus ditambah satu kambing

Jumlah harta zakawiy Zakat yang harus dikeluarkan
30 - 39 sapi 1 tabi’ (anak sapi yang berumur satu tahun)
40- 59 sapi 1 musinnah (anak sapi yang berumur dua tahun) atau 2 tabi’
60 - 69 sapi 2 tabi’
70 - 79 sapi 1 musinnah dan 1 tabi’
80 - 99 sapi 2 musinnah
100 - 109 sapi 1 musinnah dan 2 tabi’
Dan berubah setiap bertambah 10 sapi contoh: 110 sapi yang dikeluarkan 2 musinnah dan 1 tabi’

Jumlah harta zakawiy Zakat yang harus dikeluarkan
5 - 9 unta 1 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
10 -14 unta 2 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
15 -19 unta 3 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
20 - 24 unta 4 kambing (Domba umur 1 tahun atau kambing kacang umur 2 tahun)
25 - 29 unta 1 bintu makhad
36 - 45 unta 1 bintu labun
46 - 60 unta 1 hiqqah
61 - 75 unta 1 jadza’ah
76 - 90 unta 2 bintu labun
91 - 120 unta 2 hiqqah
121 - 129 unta 3 bintu labun
130 - 139 unta 1 hiqqah dan 2 bintu labun
Kemudian berubah setiap bertambah kelipatan 10 contoh: 140 unta = 2 hiqqah dan 1 bintu labun

Nama harta Zakat yang harus dikeluarkan
5 kuda 2,5 %

Nama Harta Nishob Zakat yang harus dikeluarkan Prosentasi Waktu dikeluarkan / keterangan
Emas 77,50 gr 1/40 = 1,9375 gr 2,5 % Setelah 1 tahun
Perak 543,35 gr 1/40 = 13,584 gr 2,5 % Setelah 1 tahun
Tambang emas 77,50 gr 1/40 = 1,9375 gr 2,5 % Seketika
Tambang perak 543,35 gr 1/40 = 13,584 gr 2,5 % Seketika
Harta dagangan dengan
Modal emas 77,50 gr 1/40 = 1,9375 gr 2,5 % Setelah 1 tahun
Harta dagangan dengan modal perak 543,35 gr 1/40 = 13,584 gr 2,5 % Setelah 1 tahun
Rikaz emas 77,50 gr 1/5 = 15,5 gr 20 % Seketika
Rikaz perak 543,35 gr 1/5 = 108,67 gr 20 % Seketika
Gabah 1323,132 kg
1323,132 kg 1/10 = 132,3132 kg
1/20 = 66,1566 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Padi gagang 1631,516 kg
1631,516 kg 1/10 = 163,1516 kg
1/20 = 81,5758 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Beras 815,758 kg
815,758 kg 1/10 = 81,5758 kg
1/20 = 40,7879 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Gandum 558,654 kg
558,654 kg 1/10 = 55,8654 kg
1/20 = 27,9327 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Kacang tunggak (otok) 756,697 kg
756,697 kg 1/10 = 75,6697 kg
1/20 = 37,83485 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Kacang hijau 780,036 kg
780,036 kg 1/10 = 78,0036 kg
1/20 = 39,0018 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Jagung kuning 720 kg
720 kg 1/10 = 72 kg
1/20 = 36 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Jagung putih 714 kg
714 kg 1/10 = 71,4 kg
1/20 = 35,7 kg 10 %
5 % Tanpa biaya pengairan
Dengan biaya pengairan
Rempah-rempah Tanpa nishab 10 %
Madu 653 kg
1/10 = 65,3 kg
1/20 = 10 %
5 % Madu dataran rendah
Madu pegunungan.
Keterangan :

- Nishob emas pada daftar diatas adalah nishobnya emas murni (emas dengan kadar 100%). Sedangkan untuk mencari nishobnya emas yang tidak murni caranya nishob emas murni dibagi kadarnya emas yang tidak murni kemudian hasilnya dikalikan dengan kadarnya emas murni. Rumus : 77,50 (nishobnya emas murni ) : 90 (emas kadar 90 % ) x 100 = 86,1111. Jadi nishobnya emas dengan kadar 90 % adalah : 86,1111 gram.
Zakat yang harus dikeluarkan;
2,5 % ( 1/40) = 2,15277 gram.
20 % (1/5) = 17.2222 gram.

Zakat Fitrah Wajib bagi Setiap orang yang masih hidup di akhir Ramadlan dan di awal Syawal sekaligus Kadar zakat yang dikeluarkan kira-kira 3 kg Dari makanan pokok negerinya

Catatan: Menurut madzhab Hanafi, dalam zakat madu tidak disyaratkan nishab. Tetapi (tawonnya)harus diumbar pada tanaman yang tidak wajib zakat. Apabila tawonnya diumbar pada tanaman yang wajib dizakati seperti bunganya kurma atau anggur, maka madunya tidak wajib zakat.
Dirangkum oleh: Tim Muroja'ah PPS & Lajnah Bahsul Masail PCNU Kab. Sakera Mania Tretes-pasuruan

Senin, 21 Juli 2014

Bab Fiqh; PERIHAL PUASA - I;

re-post BAB 1 

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

 Ø§Ù„سَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ

Larangan Memintakan Ampun Untuk Orang Musyrik

بِسْــــــــمِ اللّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…

 Saudaraku...”
 1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa’.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)

2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah bersabda:
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do’a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. “ (HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya).  Al-Mundziri berkata: “Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia tidak pemah mendengar darinya.”

3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
“Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),’Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, ‘pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. “Beliau ditanya, ‘Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar’ Jawab beliau, ‘Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya.’ “ (HR. Ahmad)’” Isnad hadits tersebut dha’if, dan di antara bagiannya ada nash-Nash lain yang memperkuatnya.

1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi bersabda:
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.’ Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi.”

2. Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?

Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah-kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta, kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub kepada Allah Ta’ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.  Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal (bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.

Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan malam harinya. Dikabulkan do’anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.

3. Syarat mendapat pahala puasa:
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan do’anya.

Orang berpuasa yang berjihad:
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung.  Lihat Lathaa’iful Ma ‘arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.

BAB  2
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. “(Al-Baqarah :
183).

Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
“Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Dan sabda Nabi :
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih).  Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syaratsebagaimana berikut ini:
Mengimani dengan benar akan kewajibannya.
Dan hanya karena mengharapkan pahala dari sisi Allah Ta ‘ala.

2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil.

3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin.
Sabda Nabi
“Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

BAB  3
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN

Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do’a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
“Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, do’a, istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do’a kita.

 BAB  4
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN

5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.

6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri Islam.

7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja.  Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya.

Sabda Nabi :
“Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!.  Aku pun mengatakan: Amin. “ (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya) “’ Lihat kitab An Nasha i’hud Diniyyah, him. 37-39.  Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur’an, dzikir, do’a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.  Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.

Tentang keutamaan Ramadhan, bersabda:
‘”Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang “ (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum ‘at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. “ (HR.Muslim).

Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.  Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur’anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm.  74 - 76.

BAB 5 HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN

1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala: " …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),

2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.

3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.

4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.

5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.

6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.

 BAB 6 SUNNAH-SUNNAH PUASA

Sunah puasa ada enam:
Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.  Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur’an dan amal kebajikan lainnya.
Jika dicaci maki, supaya mengatakan: “Saya berpuasa,” dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.

Berdo’a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do’a :
“Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka.  Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.

HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN

Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala).

Firman Allah Ta’ala:
“ …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... “ (Al-Baqarah:184).  Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.

Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha.
Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu ‘anha berkata :
“Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih).  Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. ‘7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi’, 1/124.

Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 1/215.

Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau satu sha’ (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab ‘Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.

Hukum jima’pada siang hari bulan Ramadhan.

Diharamkan melakukan jima’ (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta’ala.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...”
(Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.

BAB 7 HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
Jima’ (bersenggama).

Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.  Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.  Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.

Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .  Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. “ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.  Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam: 88).

Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.

Kewajiban orang yang berpuasa:

Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo’akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki.  Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.

Puasa yang disunatkan:

Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.