Sabtu, 15 Januari 2011

Kajian Al Qur’an-materi-ke 7

oleh Sabari Muhammad

Kumpulan Kajian Al Qur’an - Yayasan Islam Paramartha 

Sekilas tentang Al-Fatihah dan Perjalanan Jiwa Melintas Alam-alam


Mengenai Penciptaan dan Cara Ciptaan Mendekat

Hadits Qudsi tentang Khasanah Tersembunyi

Allah SWT bersabda dalam sebuah Hadits Qudsi mengenai sebab diciptakannya makhluk: ”Aku adalah sebuah khasanah tersembunyi (kanzun makhfi), Aku rindu (hubb) untuk dikenali, karena itu Aku ciptakan makhluk-makhluk agar Aku dikenali.”

Insan sebagai ciptaan terakhir, setelah semuanya selesai diciptakan merupakan locus terlengkap bagi manifestasi khasanah tersembunyi ilahiah tersebut. Jadi tujuan penciptaan insan adalah semata-mata untuk mengejawantahkan khasanah tersembunyi itu—untuk mengenal Penciptanya.

Penggunaan istilah-istilah yang berkaitan dengan kata “kenal” (berasal dari ‘arafa) dalam dunia tashawuf memiliki aturan dan persyaratan khusus yang ketat, yang menunjukkan perangkat-perangkat apa saja dalam diri insan yang dapat menggunakan istilah ‘arafa itu. Pentingnya urusan ini ditunjukkan oleh sabda Sayidina ‘Ali k.w., “Awwaludiina ma’rifatullah”. (ini akan dibahas lebih lanjut belakangan). Rumusan dari Sayidina Ali k.w. ini dijadikan rujukan bagi semua pencari Tuhan mengingat sentralnya kedudukan beliau, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah sabda Rasulullah s.a.w.: “Aku adalah kota ilmu, dan ‘Ali adalah pintunya, maka masukilah kota itu melalui pintunya.”

Hadits Qudsi Mengenai Cara Mendekat
Pada dasarnya cara pendekatan yang Sang Pencipta inginkan dirumuskan dalam Hadits Qudsi berikut ini, yang memperlihatkan kedudukan amal yang fardhu dan yang nawafil.

“Tiada yang paling sempurna seorang hamba mendekat (taqarrub) kepada-Ku kecuali dengan jalan menunaikan fardlu-fardlu yang telah Kutetapkan. Dan ia akan lebih berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan berbagai amalan nawafil (sunnah), sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah cinta kepadanya, Aku menjadi kakinya yang dengan itu ia berjalan, tangannya yang dengan itu ia pergunakan, lidahnya yang dengannya ia bertutur kata, dan albnya yang dengan itu ia ber’aql. Jika ia minta kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan do’anya.”

Mencari jalan yang sesuai dengan tujuan penciptaan insan itulah yang peta, rute, tahap-tahapan dan rincian segala sesuatu yang berkenaan dengannya dikandung dalam Al-Qur'an yang merupakan SABDA ILAHI. Inilah sarana untuk transformasi jiwa agar pada akhirnya jiwa tersebut dapat mengerti tugasnya, memahami mengapa ia diciptakan. Ini merupakan sesuatu yang dalam zaman ini sulit ditemukan, karena dibutuhkan kesucian, mengingat “Tidak akan menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS Al-Waqi’ah [56]:79). Singkat kata, dibutuhkan jihad untuk memperoleh kesucian, yang jika kemudian berbuah rahmat keimanan cahaya akan memungkinkan dimulainya pemahaman Al-Qur'an, sekaligus tersedianya sarana panduan pencarian.

Bila pertemuan sebelumnya menggaris-bawahi perlunya ketunggalan tujuan dalam mencari Allah, maka akan dilanjutkan dengan pengenalan struktur panduan Al-Qur'an. Mulai pula diperkenalkan bagaimana karakteristik dominan dari Tuhan –yang dituju semua makhluk—agar timbul visi yang dapat memandu pencarian. Kemudian disampaikan sekilas tentang kedudukan alam kita sekarang ini diantara alam-alam lainnya.

Dari orang-orang suci yang kepada mereka telah dibukakan Al-Qur'an, kita dapat mulai mempelajari sekilas tentang Induk Kitab (Umm al-Kitab), Al Fatihah berikut ini:

Al FatihahAyat – 1 (Bismillaahirrahmaanirrahiim)

• Umm al-Kitab dan Kitab al-MubinUmmul Kitab: Kitab Induk, Kitab al-Mubin: Kitab Penjelas atau Kitab yang menjelaskan. Konfigurasi ayat-ayat Allah, termasuk di dalam Al-Qur'an, selalu terdiri dari Ummul Kitab dan Kitab Al-Mubin, yang digelar secara bertingkat. Misalnya, seperti pada contoh berikut ini:

Al-Fatihah sebagai Umm al-Kitab,
Surat Al-Baqarah s/d An-Nas sebagai Kitab al-Mubin.

Bismillah ar Rahman ar Rahim sebagai Umm al-Kitab; sedangkan ayat-ayat lainnya dari surat ini merupakan Kitab al-Mubin.

Kalau melihat keterkaitan diatas maka Bismillah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Al-fatihah, dengan kata lain, Bismillah merupakan Ayat dari Surat al-Fatihah.

Bismillah sebagai Ummul-Kitab,
Ar Rahman Ar Rahim sebagai Kitab al-Mubin.

Bi sebagai Ummul-Kitab,
Ismillah sebagai Kitab Al-Mubin

Huruf Alif di depan “BA” dari “Bi” sebagai Ummul-Kitab,
Titik di bawah “BA” dari “Bi” sebagai Kitab Al-Mubin
(Gambar-1)

• Titik di bawah huruf “Ba”Sebelum segala sesuatu diciptakan, yang ada hanya DIA, bahkan istilah RABB, Allah dan Asma-Asma lainnya belum ada. Kondisi ini dilukiskan dalam QS Al-Qalam [68]:1, yaitu “nuun”.

Kenapa huruf ”nuun”? Karena huruf ini menggambar titik yang dilingkupi oleh suatu tangkup. Menggambarkan ketersembunyian, inilah aspek Bathinnya Allah.

Kemudian, turunlah “titik” di atas huruf “nuun”, kebawahnya, sehingga menjadi “titik huruf ba”. Proses penurunan ini menggambarkan Penciptaan Alam Semesta. “Titik” dibawah huruf “ba” merupakan simbol dari seluruh alam semesta.

• Alif di depan huruf “Ba”
Karena titik-nun keluar (tercipta alam semesta), maka RABB (Pemelihara) pun dibutuhkan. Maka muncullah ALIF dikanan BA, yang merupakan perlambang dari RABB, disebut juga Alif Rububiyyah. Rabb itu berperan sebagai pengayom, pelindung, pemelihara, pendidik, pengatur. Pengertian ini yang mesti melandasi semua permohonan yang mengunakan istilah “Rabb”. Ini merupakan pasangan dari adanya titik di bawah huruf Ba, yang memerlukan Rabb. (Gambar-2)

• Titik “Ba” merupakan simbol alam dan Asma AllahBila mengamati lafadz Bismillah yang maknanya: ” Dengan Asma Allah “
Timbullah pertanyaan: Asma Allah yang mana?
Asma Allah yang dinyatakan oleh TITIK BA.

Jadi “Titik” dibawah huruf ba merupakan:
a. Asma Allah dan
b. Simbol dari seluruh alam semesta.

• Penulisan Bismillah
Penulisan (Ha, lam, lam, alif, mim, sin, ba = bismillahi) menyalahi kaedah penulisan Arab, seharusnya adalah (Ha, lam, lam, alif, mim, sin, alif-ba = bi asmi allahi). Berdasarkan penjelasan diatas, karena ada ALIF di depan BA yang menjaga, maka menjadi (Ha, lam, lam, alif, mim, sin, alif-ba = bi asmi allahi), selanjutnya menjadi (Ha, lam, lam, alif, mim, sin, ba = bismillahi) seperti yang tampak ini. (dg huruf ba yang awal garisnya lebih tinggi, pencerminan Alif di awalnya yg tersembunyi) *) mohon ma'af, huruf arabnya tdk bisa di tampilkan di notes ini.


• Mengapa Asma Ar-Rahman dan Ar-Rahim Diletakkan pada Ayat PertamaAsma Allah sangat banyak, tapi yang diketahui sebanyak 99 Asma. Mengapakah dari 99 Asma, hanya Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang dicamtumkan dalam ayat pertama al-Fatihah?

Di sini kepada kita diberitahukan bahwa Ar-Rahman dan Ar-Rahim merupakan watak dasar/ dominan Allah. Sang Pencipta memberitahukan bahwa yang sifat paling utama-Nya yang mesti diketahui makhluk-makhluk-Nya adalah Maha-Rahman dan Maha-Rahim. Dengan asma Ar-Rahman Ar-Rahimlah tercipta alam semesta. Dengan asma Ar-Rahman Ar-Rahimlah terjaga, dan terpelihara semesta alam. Jadi Ar-Rahman Ar-Rahim tercantum dalam al-Fatihah untuk menunjukkan watak dasar Allah. Dengan demikian kita mengetahui bahwa karakteristik dasar seperti inilah yang diminta untuk ditampilkan oleh seluruh makhluk-makhluk-Nya yang ingin disenangi-Nya.


• Sifat Rahmaniah (Pemurah)Ar-Rahman berarti menyayangi, mengasihi, memelihara, mengayomi, menjaga kepada seluruh makhluk, sedangkan Ar-Rahim merupakan bagian khusus dari Ar-Rahmaan yang dianugerahkannya kepada makhluk yang disayangi-Nya. Kasih-sayang Allah kepadanya, misalnya berbentuk penjagaan-Nya, diingatkan oleh Allah kalau dia salah, diberi teguran. Ragam dari bentuk kasih-sayang Allah kepada makhluk yang dicintai-Nya tentulah tidak terhingga.

Makhluk-makhluk selain dari manusia lebih parsial atau spesifik dalam potensinya untuk mengejawantahkan asma-asma-Nya. Karena itu asma-asma yang mereka tampilkan lebih terbatas. Insan lah, yang diciptakan terakhir, yang berpotensi untuk mengejawantahkan asma Allah secara paling lengkap. Ini merupakan jalan untuk menuju, atau meningkatkan kedekatan, kepada Allah.

Pada dasarnya, tuntunan agama memberikan panduan agar insan berjuang sedemikian rupa, sampai Allah menghiasi diriNya dengan akhlak yang bersumber dari asma-asma Allah yang bersifat jamaliyah. Takhalluq bi akhlaq Allah.

Kita dapat secara sederhana mulai belajar kepada makhluk lain mengenai manifestasi sifat ini. Sebagai contoh, kita dapat memperhatikan sebatang pohon. Katakanlah, itu adalah sebatang pohon mangga. Jika pohon mangga berbuah, maka dia tidak pernah makan buahnya sendiri. Buahnya diberikan kepada makhluk lain. Pohon mangga ini beramal shaleh dengan mengeluarkan buahnya tanpa-pamrih. Pohon ini mengejawantahkan sifat atau asma Allah yang Pemurah (Rahmaniah).

Dari sini pula kita mengetahui bahwa sebatang pohon dinamai sesuai dengan buah yang dihasilkannya: jika dia berbuah mangga, maka namanya adalah “Pohon Mangga”; jika dia berbuah Jeruk, maka namanya “Pohon Jeruk.” Ini kemudian menuntun kita kepada pertanyaan penting: sewaktu diri (nafs) kita ditanam Tuhan ke bumi diri, amal-shaleh apa yang tersembunyi dalam bibit diri kita yang dikehendaki-Nya untuk dihasilkan dalam buah amal-shaleh? Apa buah dari pohon diri yang dapat membuat diri kita dikenal di langit?

Dalam memulai menelusuri jalan panjang untuk mencari jawab dari pertanyaan dasar seperti di atas, beberapa hal berikut ini bisa dijadikan pijakan untuk mengawalinya:

• Pendekatan diri kepada Allah dengan sifat pemurahSeseorang harus menjadi indah akhlaknya agar yang Maha-Indah menarik dirinya mendekat kepada-Nya. Sebagaimana sebuah hadits Rasulullah, hal yang paling effektif untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan memiliki sifat Pemurah.

Singkatnya sifat pemurah (rahmaniah) ini merupakan cara untuk:
➢ mendekatkan diri kepada Allah.
➢ mengundang perhatian Allah, sehingga Dia berkenan memperhatikan diri pemiliknya.
➢ mengundang turunnya rahmat dari Allah.
➢ meruntuhkan hijab-hijabnya (antara sang makhluk dengan Allah).
➢ ditarik lebih dekat kepada Allah.

• Setiap orang bisa memiliki sifat pemurah.Sifat pemurah pada diri manusia adalah sifat-sifat baik dan memperbaiki. Cerminan dari sifat pemurah, antara lain adalah terbuka, jujur, penolong, gemar membantu, berzakat (mensucikan diri dan milik), sedekah, dst. Dan ini bisa dilakukan setiap orang dengan segera, tidak usah menunggu suatu keadaan tertentu

• Jangan menganggap remeh suatu perbuatan.Dalam melihat suatu amal/ perbuatan jangan lihat siapa pelakunya, jangan lihat amalnya. Tidak boleh suatu perbuatan dianggap remeh. Ada pekerjaan, dimata manusia tidak ada nilainya tapi di hadapan Allah memiliki nilai yang tinggi sekali, tetapi sebaliknya ada pekerjaan yang tampak agung, tapi dihadapan Allah tidak ada nilainya, yaitu perbuatan baik yang tidak ikhlas atau ada pamrih.

Perbuatan baik yang ada pamrihnya kepada selain Allah, tidak ada artinya, karena pahalanya terletak pada pamrih tersebut.
Ada contoh dari suatu perbuatan remeh yang menyebabkan pelakunya diterima Allah, yaitu amal dari Imam al-Ghazali seorang sufi yang terkenal dengan kitab-kitab karangannya (a.l ‘Ihya). Suatu malam, muridnya bertemu dengan jiwa beliau (sewaktu beliau sudah meninggal) dalam mimpi, kemudian muridnya bertanya kepada beliau tentang amal beliau yang paling besar nilainya dihadapan Allah. Menurut beliau, amal yang paling besar nilainya disisi Allah, adalah ketika beliau membiarkan lalat meminum tinta pada kalam beliau sewaktu beliau sedang menulis buku. Beliau tidak mengusir lalat tersebut, tapi beliau menunggu sampai lalat itu kenyang, dan pergi dengan sendirinya. Dari beraneka-macam pengabdian beliau, yang Allah terima adalah perbuatannya yang rahmaniyyah tersebut.


• Beberapa landasan akan terpujinya sifat-sifat rahmaniyah:
“Sifat pemurah itu sepohon kayu dari kayu surga, dahan-dahannya terkulai ke bumi. Maka siapa yang mengambil sedahan daripadanya niscaya dahan itu membawanya ke surga.” (HR Ibnu Hibban) (IU 3/ 383)

“Sesungguhnya ini adalah diin yang Aku ridhai bagi diri-Ku sendiri. Dan tidak akan pernah ada yang bisa memperbaikinya melainkan oleh mereka yang memiliki sifat pemurah dan berakhlak baik. Maka muliakanlah diin ini dengan dua sifat tersebut menurut kesanggupanmu.” (HR. Daruquthni) (IU3/383)

“Allah Ta’ala tidak membuat karakter wali-Nya selain di atas karakter baik akhlak dan pemurah.” (HR. Daruquthni) (IU3/383)

“Sesungguhnya orang-orang mulia dari umatku tidak akan masuk surga dengan shalat dan puasa. Tetapi mereka masuk surga dengan jiwa yang pemurah, dada yang sejahtera dan karena nasehat kepada orang-orang muslim.” (HR. Daruquthni) (IU3/387)

“Pemurah itu sepohon kayu dalam surga, maka siapa yang pemurah niscaya ia akan mengambil sedahan dari pohon itu. Maka dahan tersebut tidak akan meninggalkannya sehinga dimasukkannya ke surga. Dan kikir itu sepohon kayu dalam nereka, maka siapa yang kikir, niscaya ia mengambil sedahan dari dahan-dahannya. Maka dahan tersebut tidak akan meninggalkannya sehingga dimasukkannya ke nereka.” (HR. Daruquthni) (IU3/ 385)

“Dua perangai yang disukai oleh Allah Azza wa jalla dan dua perangai yang dimarahi oleh Allah Azza wa jalla. Adapun dua perangai yang disukai Allah Ta’ala adalah bagus akhlak dan pemurah. Adapun dua perangai yang dimarahi oleh Allah adalah jahat akhlak dan kikir. Apabila Allah menghendaki kebajikan pada seseorang hamba niscaya dipakai-Nya hamba itu pada menunaikan hajat manusia.” (HR. Ad-Dailami)(IU3/ 384)

“Orang-orang penyayang akan disayang Tuhan Yang Maha Penyayang, maka sayangilah semua yang ada di bumi, maka yang ada di langit pun akan menyayangimu.”

“Tidak akan masuk surga kecuali orang penyayang.”

 [Ayat 2 s/d 4 al Fatihah akan dibahas pada kesempatan lain]

Ayat – 5 (Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in)

• Mengenai mengabdi atau beribadahKalau melihat susunan dari ayat ke 5, maka prasyarat sebelum meminta pertolongan kepada Yang Maha Rahman adalah harus terlebih dahulu mengabdi kepada-Nya. Seperti apa dan bagaimanakah yang dimaksudkan dengan mengabdi itu?

Untuk dapat berbakti, beribadah, mengabdi kepada Allah dengan benar, kita harus memiliki pengetahuan tentang sifat-Nya, tindakan-Nya; sehingga mengetahui kelebihan-Nya, kemudian bangga kepada-Nya, dan karenanya membutuhkan-Nya. Ilmu mengenai Allah adalah amal paling utama. Jika ini dimiliki maka barulah seorang dapat mengabdikan dirinya, dengan:

➢ beribadah dengan khusuk.
➢ meminta hanya kepada Nya.
➢ mohon perlindungan/ bantuan hanya kepada Nya.
➢ mohon petunjuk kepada Nya.

Hal-hal di atas tadi dilakukan secara lahiriah, sedangkan perwujudan yang lebih sejati dengan bathin, yakni:

➢ merasakan sebagai abdi Allah.
➢ bangga ber-Tuhankan kepada Allah.

Untuk dapat merasakannya, mengabdi dulu pada Nya, berbakti dulu pada Nya, berbuat baik kepada sesama makhluk. Barulah nantinya Allah akan mulai memperhatikan pelakunya, lalu sang hamba akan tahu kelebihan Allah yang harus dibanggakan, yaitu Allah mulai menolongnya dengan petunjuk Nya.

• Pertolongan berupa Petunjuk
Pertolongan atau petunjuk apa yang seyogyanya diharapkan seorang makhluk dari Allah? Semua jenis pertolongan dan petunjuk dalam mengarungi kehidupan ini. Cara yang dapat ditempuh agar pertolongan/ petunjuk Allah datang:

➢ berwatak pemurah.
➢ berbuat baik.
➢ Wirid (bukan hanya persoalan lafadz lisan, melainkan harus pula diejawantahkan).


Dari semua jenis petunjuk mengenai aneka-macam persoalan yang dihadapi seseorang, maka yang paling bernilai dan diharapkan adalah petunjuk untuk menuju ke Shirat al- Mustaqiem di alam dunia ini. Saking sulit dan rumit serta halusnya, jalan ini dilukiskan sehalus rambut dibelah tujuh, setajam mata pedang. Jadi untuk berjalan disini harus hati-hati dan memiliki fondasi yang tangguh.

Ayat 6 – 7 (Ihdinash-shiraathal-mustaqiim, shiraathalladziina an’amta alaihim ghoiril maghdhubi alaihim wa ladh-dholliin)

Al-Fatihah dibaca berulang-ulang, sedikitnya sebanyak 17 x sehari dalam shalat wajib. Berarti kita berdoa “Ihdinash shirath al-mustaqiim“, dimohonkan kepada-Nya paling sedikit sebanyak 17 kali pula. Sedangkan Allah melarang memohon kepadaNya yang kita tidak tahu ilmunya (QS. 11:46, periksa pula ayat 45 dan 47). Oleh sebab itu kita perlu memahami tentang Shirath al-Mustaqiim, agar dapat menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menempuhnya.

Shirath al-Mustaqiim dapat kita periksa, antara lain berarti:
• Agama Allah (ad-diin) (QS Al-An’am [6]: 161). Sedang agama disisi Allah adalah al-Islam (Ali-Imran [3]: 19).

• Jalan dari orang-orang yang telah diberi ni’mat (QS al-Fatihah [1]: 7). Kata ni’mat dirumuskan dalam QS An-Niisa [4]: 69. Pada ayat itu diterangkan bahwa orang-orang yang diberi ni’mat oleh Allah adalah:

1) Nabi (QS 33: 45–7)
2) Shiddiqiin (QS 57: 19)
3) Syuhada (QS 57: 19)
4) Shalihin (QS 29: 9)

Sehingga insan yang berada di Shirath al-Mustaqiim adalah:
o orang yang diberi nikmat, dan
o al-mukhlisun

Orang yang tidak dapat berada di Shirath al-Mustaqiim (QS al-Fatihah [1]: 7) adalah:

a. Yang di murkai, insya Allah kita semua terhindar dan tidak termasuk golongan ini;
b. Yang tersesat, harus hati-hati, siapapun dapat berada dalam golongan ini karena hawa-nafsu, syahwat, perangkap syaithan dan tidak mendapat petunjuk dari Nya. Untuk menghindar dari golongan ini harus beriman, sesuai dengan QS At-Taghabun [64] : 11.

Nabi Muhammad saw, pernah suatu ketika menggoreskankan kayu ke pasir membuat garis lurus, kemudian di sisi garis lurus tsb, ada cabang-cabang lagi.
(Gambar-3)
Garis lurus itu melambangkan Shirath al-Mustaqiim, dan pada garis cabang terdapat perangkap syaithan. Tugas syaithan, melalui syahwat dan hawa-nafsu membelokkan ke kiri atau ke kanan agar masuk perangkap syaithan. Kalau sudah masuk perangkap sulit keluar.


Nur Iman
Peringkat ke tiga keimanan menurut Imam al-Ghazali, yaitu iman ‘Arifin atau iman cahaya merupakan iman yang dimaksud dalam Al-Qur'an, yang diagramnya dapat digambarkan di bawah ini: (gambar-4))


Sumber cahaya dapat bersifat eksternal (Rahmat Pertama), dan juga internal (Rahmat ke Dua).

Cahaya Eksternal = Sumber-Cahaya = Al-Mukmin (tunggal)

Cahaya Internal = Cahaya dari dalam Qalbu = Ruh al-Quds

Disebut Al-Mukminun karena dari dalam kalbu terpantulkan cahaya Al-Mukmin.

Seorang bayi dibekali Cahaya Eksternal awal/ Cahaya Iman awal.


(at-Taghabun [64]:11)
Bila beriman billah, maka Allah akan memberi petunjuk kepada qalbunya.

(Yunus [10]:99-100
Beriman itu atas izin Allah, oleh sebab itu kita tidak dapat memaksa seseorang agar beriman
(Gambar-5)

Yang menyebabkan Qalbu tidak dapat menerima cahaya-iman karena terhalangi oleh awan-dosa. Oleh sebab itu awan-dosa harus dihapus.

Proses penghapusan dosa itu seperti bertambahnya cahaya dari bulan sabit menuju bulan purnama.

Qalb yang suci-bersih dapat menerima Nur-Iman, yang kemudian berperan sebagai media komunikasi, sehingga qalbu seperti itu dapat diterima petunjuk, yang menyebabkan pemiliknya hidup dengan terpandu.


Perjalanan Nafs Melintas Alam-alam
Alam Nur (Lautan Cahaya)
Alam Nur merupakan Lautan Cahaya dekat Hadirat Allah, disinilah berkumpul al-anfus. Alam Nur dapat dimisalkan dengan “Bank Nafs.” Nafs ini berbagai macam jenisnya, misalnya tipe emas, tipe perak dst. Nafs yang akan masuk ke janin menunggu kesiapan jasad janin. Manakala janin telah siap dan telah sampai waktunya (setelah 120 hari), maka siaplah dia sebagai wadah dari nafs yang sesuai dengan janin tersebut. Nafs yang bersedia datangpun sesuai dengan bahan janin (wadah nafs). Nafs dengan yang type perak akan menempati wadah dari perak, nafs emas akan menempati wadah dari emas …dst.


Alam Alastu (Perjanjian)
Nafs yang akan menempati janin tersebut, dipanggil menghadap Allah ke Alam-Alastu. Di alam ini, Nafs mengikrarkan janji; antara lain “mengakui Allah sebagai Rabbnya“ (lihat QS Al-A’raf [7]: 172).

Juga di alam inilah Allah menetapkan Qadha dan Qadar dari ajal, rezeki, musibah dan keberuntungan baginya selama perjalanan di dunia, serta Maqam Akhirnya. Perjanjian ini direkam oleh Ruh. Lalu Ruh dimasukkan ke dalam Nafs, dan ke duanya dimasukkan ke dalam jasad.


Alam RahimSetelah janin berumur 120 hari atau telah disempurnakan oleh-Nya, maka ditiupkanlah Ruh-Nya ke janin dan dianugerahkan modal-dasar penglihatan, pendengaran dan af'’idah (As-Sajdah [32]:9). Dimulailah pendidikan nafs oleh orangtua dan lingkungan.


Alam Dunia
• Lahir ke dunia
Setelah janin berumur 9 bulan 10 hari, lahirlah bayi ke dunia. Turun ke dunia dengan suara tangisan karena dia cinta alam-rahim. Alam ini merupakan Surga bagi janin, disini ia hanya diam, tidur, belajar. Itulah sebabnya ia menangis sewaktu turun ke dunia, karena harus meninggalkan surga menuju ke alam yang penuh tanda tanya.

• Ingkar Janji
Sewaktu bayi lahir:
* punya FUAD (titik A)
* modal dasar I,7
Jika normal:
* perkembangan AKAL dari 0 mengikuti pola Grafik Pertumbuhan Akal.
* perkembangan NAFS dari FUAD (titik A) mengikuti pola Grafik Pertumbuhan Nafs.

* (Gambar-6 )

Dalam perjalanan hidupnya, akal-jasad berkembang sesuai pola grafik pertumbuhan akal, sedangkan kepada nafs pada masa BALITA, PEMUDA menuju DEWASA, seringkali megalami pengerdilan karena hadirnya penyakit hati, seperti takabbur, riya’ iri-dengki, dst. sehingga memadamkan fu’ad, menuju NOL (lihat grafik Y).

Dengan padamnya fu’ad, berarti yang berkuasa jasad, sedangkan nafs lumpuh, buta, dan tuli. Sehingga jasad bergerak tanpa kendali nafs.

Sewaktu di alam alastu, yang melakukan perjanjian adalah sang nafs, bukan jasad; manakala nafs lumpuh, maka jasad tidak akan pernah mengetahui isi perjanjian yang dulu pernah diikrarkan nafs, dan memang jasad tidak pernah mengikrarkan janji.

Taubat yang sejati mestilah yang memang membersihkan dosa, yang dapat kembali menyegarkan fu’ad, dan kemudian mengembangkannya menuju terbukanya ‘aql dalam atau lubb.


Alam Barzakh (Kubur)
Jika tiba-tiba saja seseorang disuruh pergi ke Alam Barzakh, maka boleh-jadi itu merupakan hal yang menakutkannya, karena tidak faham keadaan disana dan terlanjur cinta kepada dunia. Kasusnya sama sewaktu diperintah turun dari Alam Rahim ke Alam Dunia. Hanya pada waktu itu disambut dengan tawa-riang oleh sanak-keluarga, tapi diri ini terjun dengan jeritan tangis. Sedangkan sewaktu pergi ke Alam Barzakh, biasanya seseorang diiringi tangis oleh sanak keluarga. Bagaimana sikap seseorang sewaktu menerima perintah untuk segera berangkat ke Alam Barzakh sangat ditentukan keberhasilan memanfaatkan kehiduoannya di alam dunia.

• Suasana di Alam Barzakh
Alam-Barzakh masih berhimpitan dengan alam-dunia. Di Alam-Barzakh, yang ada hanya nafs, syahwat tidak ada, syaithan tidak ada.

Tugas setiap insan berupaya agar nafs bisa hidup penuh dengan kemaslahatan di alam barzakh, dapat melihat dan mendengar dan belajar, sebagaimana setiap orang mendambakan kemaslahatan di alam dunia sebelumnya. (Gambar-7)

al Anam 6:122:
Raga dan Ruh kembali ke asalnya masing2
Nafs melanjutkan perjalanan sampai ajal ke dua; ada yg bebas dan ada yang terpenjara

Ajal pertama: raga
Ajal ke dua: nafs (bersama seluruh makhluk, kiamat)

Lihat Ali–Imran [3]:185, semua nafs akan mati.

Di alam-Barzakh: Nafs yang tidak perlu lagi dibersihkan dengan api alam ini, akan terus belajar tentang kebenaran.

Di Alam-Barzakh, dilakukan penyucian/pembersihan hawa-nafsu yang cinta dunia. Di Alam-Barzakh, dilakukan peleburan logam-dosa yang menyelubungi Qalbu. Logam-logam tersebut dilebur dengan api yang dibuat atau disediakan oleh diri sendiri. Kalau peleburan berhasil, maka selamatlah di Hari Perhitungan (yaum al-Hisab) nanti. Tapi tidak semua logam tersebut dapat lebur dengan apinya alam-Barzakh, kalau terjadi hal demikian maka akan dilebur dengan api neraka.

Alam-Barzakh, merupakan alam asing yang harus ditempuh oleh semua insan. Kalau kita terdampar disuatu tempat yang asing bagi kita, maka kita akan bingung manakala kita tidak mengetahui tanda-tanda yang ada di sana. Mau bertanya kita tidak faham bahasanya. Tak terbayangkan bingung serta gundah gulana hati ini, mau pulang tidak dapat. Oleh sebab itu kita harus bersiap menghadap alam-Barzakh, dengan berupaya mengenal alam-Barzakh, berupaya memahami tulisan disana, berupaya mengerti tanda-tanda di sana. Dan panduan itu dimulai dicari di sini, di alam dunia ini, sekarang ini.

Kalau didunia seorang hamba selalu dekat dengan Dia yang merupakan Penguasa semesta alam, maka alam-Barzakh dari hamba tersebut akan terang-benderang.

• Harapan Nafs di Alam Barzakh
Sekalian nafs di alam Barzakh, akan merasa senang dan gembira serta merasa bangga, bila mendengar dari keturunannya ada yang tergolong mereka yang memperoleh ni’mat. Dan ini menjadi berita yang menyenangkan dan disampaikan dari warga ke warga alam barzakh. Andaikan nafs tersebut, yang sedang dibakar, dilebur dosa-dosanya mendengar berita ini, tentu akan merasakan kesejukan.

Bagi Nafs yang hidup merdeka di alam ini karena telah bebas dari dosa, maka dapat memantau keturunannya di dunia dan dapat bersilahturrahmi dengan mereka. Bila melihat ada keturunannya yang melakukan maksiat, nafs akan sedih.

Anfus yang terpenjara dialam ini, sangat merindukan do’a dan permohonan ampunan dari keturunannya. Do’a anak Shaleh akan mengurangi derajat siksaan orangtuanya atau leluhurnya secara permanen. Sedangkan do’a dari orang-orang yang tidak ada pertalian darah hanya akan mengurangi siksaan sejenak, selesai do’a, siksaan kembali ke tingkat semula.

• Keadaan Nafs yang tak-Berdaya di Alam Barzakh
Gambaran tentang nafs yang yang buta-tuli-lumpuh dinyatakan antara lain dalam Al-Baqarah [2]: 171, dan Ar-Rum [30]: 52. Tutuplah mata yang erat, tutuplah telinga, maka akan merasakan kesepian yang mencekam. Apalagi bila disaat itu terikat, kesunyian dan kesepian semakin mencekam, rasa takut dan ngerikan menghantui. Ini di dunia dan sebentar. Bayangkan, nafs akan mengalaminya dalam masa yang sangat panjang.

Alam Mahsyar
Alam mahsyar adalah alam di mana semua manusia dikumpulkan dari manusia yang paling awal hingga manusia yang paling akhir untuk menjalani berbagai proses selanjutnya, seperti dihisab amalnya.

Alam Akhirat
Alam inilah yang digambarkan sebagai akhir dari warta yang disampaikan kepada makhluk, sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab suci.

Lihat Gambar-8 (rangkuman)

Gambar-1
Gambar-2
Gambar-3
Gambar-4
Gambar-5
Gambar-6
Gambar-7
Gambar-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar