Jumat, 23 Desember 2011

" TAUHID ADALAH LANDASAN IMAN KAUM MUSLIM" *

 Catatan Berkas kajian Semoga Jadi Renungan***






Bismillahir Rahmanir Rahim

Assalamu Allaikum Wr. Wb.

Segala Puji Bagi Allah YG Menggenggam Jiwa, YG Berkuasa Terhadap Segala Sesuatu, Yang tiadalah alam semesta ini ada kecuali atas kehendak- NYA....

Sholawat Beserta Salam Semoga Senantiasa Tetap Tercurah Kepada Sang Panutan Allam Baginda kita Nabi Besar Muhammad SAW, Beserta keluarganya dan Para Sahabatnya dan kepada kaum Muslimin dan Muslimat Sampai dengan kita yang Insya Allah Mendapat Syafaat Dari-NYA. Aamiin.

Saudaraku sebagaimana  telah kita ketahui Tauhid adalah sebuah cabang ilmu yg mempelajari tentang ke ESA an ALLAH SWT yg bertujuan untuk mengenal ALlah melalui sifat2 NYA Yg Agung hingga dapat menumbuhkan keimanan sebagai mana kalimat LAA ILAAHA ILALLAH...

 <sesungguhnya> Tidak ada Tuhan selain Allah>, yg mana Dialah Tuhan yg patut di sembah dan di ibadahi sebagaimana yg termaktub dalam al qur'an al dzariyat ayat 56,"Tidak AKU ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah KU"</sesungguhnya>

Sedangkan Allah tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata dhahir, Namun Allah dapat Melihat segalasesuatunya....

Untuk itu marilah kita bersama-sama belajar,sekaligus menjadi guru dan murid, bukan untuk saling menguji namaun untuk bersama belajar bersama dan mengkaji, sejauh mana kita tlah memahami tentang makna yg tersurat maupun yg tersirat...> dgn mengucapkan Bismilahir Rahmanir Rahim

kita awali kajian ini “ Adapun mengenai Tauhid  Pada awalnya tauhid dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : Tauhid Al Ma’rifat wal Itsbat (Pengenalan dan Penetapan) yang mengandung 2 tauhid yaitu Tauhid Rububiyah yaitu mengenal Allah melalui perbuatan-Nya.

Dan “Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya. Tauhid Al Irodi Ath Tholabi yaitu tauhid yang diinginkan dan dituntut, disebut juga tauhid uluhiyah.

Akan tetapi seiring semakin jauhnya umat Islam dari ajaran agama, sehingga banyak terjadi penyimpangan keyakinan di dalam nama dan sifat Allah, maka Tauhid Asma wa Sifat disebutkan secara khusus.

 Sehingga Tauhid dibagi menjadi 3 :
Tauhid rububiyah Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah-Lah, semata yang mampu.

 Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.

Tauhid Uluhiyah Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin.

Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam. ,

 “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah kepada hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah.r Tauhid Asma Wa Sifat  tauhid asma wa sifat

Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.

 Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll. Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.

 Lalu... Apakah Dasar dari Tauhid itu Syahadat??? Dan apa bedanya??

 Bagaimana hukumnya orang yg belajar Tauhid secara "Taqlidiy" ? apakah Imannya Sah atau tidak ?

Apakah caranya Jin menyembah Allah, sama seperti kita manusia menyembah Allah.?........

Dalam hal ini aku sendiri  blm punya  jawaban, yg jelas adapun yg aku tahu bahwa jin sama dgn manusia yg kehidupannya untuk  menyembah Allah, dan ada yg muslim juga ada yg kafir, mereka bersuku2 dan bernegara, mereka juga ada peperangan satu sama lain.......

Namun kalau cara sholat atau ibadahnya sama atau tidaknya dengan manusia, wallahu a'LAM BISSHOWAB.

Saudaraku...adapun pengetahuan tentang  Ilmu Tauhid ada beberapa cara. " Tafsiliy " yaitu belajar memahami dan mengetahui secara detail dan ter-urai dalil-dalilnya.
 " Ijmaliy" belajar memahami dan mengetahui secara sederhana, atau pokok-pokoknya saja. Sedangkan " Taqlidiy" hanya belajar dengan memahami dan menngetahui secara sepintas saja tanpa menyelidiki apalagi mendalami secara detail dali-dalilnya.

Nah yg jadi pertanyaan bagaimana orang yg hanya belajar Tauhid dengan cara seperti itu Katakanlah  (secaraTaqlidiy ).
Yaa ayyuha 'nnaasu' buduu robbakumull ladzi kholakokum walladziina min koblikum laallakum tattaquun. (Q.S 2:21)

 Dalam hal ini, berlaku untuk siapakh Al Qur'an dan Rasulullah itu, dan segala hukum yg didalamnya dan mahluk yg golongan Jin itu sangat mengerti keadaan/waktu saatnya shalat didunia ini. Conthnya  ada dalam surat Al Jin khususnya ayat 19....

 ‎"Dan bahwasanya tatkala hamba Allah < Muhammad> berdiri menyembah NYA<mengerjakan ibadah=""> hampir saja jin2 itu berdesakan mengerumuninya", Al Jin 19</mengerjakan>
Dalam hal ini Tuhan hanya menyangkut bidang rasional manusia. Bahwa Tuhan hanya" Penggerak Pertama" dan tidak berkaitan dengan pelbagai emosi dan perasaan manusia.

Sedangkan Tuhan para nabi. disamping memiliki dimensi logis dan rasional. pembahasan mengenai Tuhan juga menyangkut hubungan kuat dengan suara hati, sentimen, dan perasaan ynag menjadikan hubungan itu berbentuk hubungan cinta dan kerinduan;

hubungan objek yang membutuhkan dengan Zat yang Tidak Membutuhkan. Maha Mengetahui. Maha Kuasa dan Maha Penyayang, dan salah satu sifat-NYA yang pasti adalah "MAHA-ADIL "

 Disini telah terlihat tingkatan pemahaman tauhid itu sendiri, maksudnya imannya dapat dikatakan benar namun masih dalam tingkat yg paling dasar yg rentan terhadap ketqwaan <sesuai dgn="" ilmunya=""></sesuai>
 Lalu apakah itu sah atau tidak ke Imanannya, karna ada pendapat seorang Ustadz, Iman secara Taqlidiy belum sebenar-benarnya ber Iman atau belum bisa dikatakan sah.

 Adapun  masalah sah tidaknya iman tidak tergantung darimana dan bagaimana dia belajar tauhid yg penting ia tdk berbuat syirik...

 Namun.. islam adalah sebuah agama dan sifatnya adalah tauqifiyah (tidak berdasarkan pemikiran seseorang ) jadi harus mengetahui tuntunanya yaitu Al~Qur'an dan hadits karna hanya dari keduanyalah kita bisa tahu tentang islam yg lurus.... Wallahu A'lam..

Saudaraku. Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu.

 Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil.

Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali.
Dan Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya.

Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :

 Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala ) • Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala ) • Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu, nisbah bapa kepada anak ) • Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )

Dalam hal ini menurut pendapatku bahwa iman dan <keyakinan> seseorang tantunya sesuai dgn yg diketahuinya.. namun  keabsahannya  dalam tingkatan ini masih rentan daripada kesesatan <syirik>, karena jika setelahnya ia tidak berusaha mendalami tauhid untuk mempertinggi atau memperkuat imannya maka arah penyembahannya masih sangat terbatas</syirik></keyakinan>

Sedangkan setiap orang yg menyakini apa yg dibwa Rasulullah Saw. dan kandungan Al Qur'an dengan keyakinan yg kuat,maka ia adalah Mukmin seklipun tidak mengethui dalil2nya..Bahkan,iman yg kuat adalah imannya orang awam yg tertanam dlm hatinya yg jernih..

Iman ini diproleh setelah ia mendengarkan nasihat2 yg tulus dan jernih secara terus menerus,atau setelah bergaul degan orang yg memiliki ahlak yg baik atau jiwa yg tulus, yg ia tidak mungkin mengungkapknya dng kata2..

Ia hanya bisa mengekspresiknya dng menekuni ibadah dan dzikr...Barang siapa tekun beribadah sampai ia memperoleh hakikt takwa,mensucikan batin dari kotoran2 duniawi,dan menetapi dzikr secara kontinyu,maka cahaya ma'rifat akan memancar dari sanubarinya..

Dan segala persoalan agama yg tadinya diperoleh secara taklid akan menjadi jelas,terang seprti tingkatan musyahadah....

 Maka dalam hal ini menurutku asal  yg penting jangan Taqlid buta aja yg ia tidak mau tahu dengan di tunjukannya dalil yg rojih kalau gak sesuai dgn pemahamannya.....

 Adapun mengenai  syahadat itu mengandung substansi tauhid, sedangkan tauhid merupakan substansi dari semua firman Alloh,.maka setiap petunjuk yang menunjukkan jalan kebenaran tetapi tidak mengajarkan tauhid, itu bukan merupakan sabda Tuhan

Dengan kata lain syahadat adalah pembenaran terhadap adanya Tuhan <allah> yg diiringi dengan pemahaman terhadap pengetahuan tentang Allah <berupa ke="" esa="" an="" nya.="">

 Tetapi tidak hanya sampai disitu saja,.. Setiap orang harus memiliki keyakianan dan pemahaaman yg mendalam dari hati yg paling dalam atas esensi persaksian kita bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad Rosululloh,..

Keyakinan ini kemuduan dikuatkan dalam bentuk ucapan dan dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari,.. dalam perbuatan . Oleh karenanya..aktualisasi akidah harus dimulai dari penghayatan kalimat tauhid laa-ilaaha illalloh dalam semua senndi kehidupan, dalam muamalah, ubudiyah, dalam berfikir dan bersikap dan lainnya

 Oleh karenanya persoalan akidah tidaklah bisa diyakini secara sepekulatif atau dengan taklid,.

Namun menjadikan taklid itu merupakan suatu kejutan iman yg datang, yg bisa dikatakan ia sah dlm iman namun belum dapat dikatakan afdhal imannya karena masih sangat2 rentan.

Sebab pada dasar awal pengenalannya sebuah Tauhid juga dgn taklid..sehingga  gak mungkin seorang anak kecil di kenalkan Allah dgn dalil2 yg rumit malah bisa jadi membuatnya bingung...

baru setelahnya seiring dgn berkembangnya akal pikiran ia dikenalkan dgn ayat2 yg menunjukan ke Esaan Allah Ta'ala sepeti Qulhu Allahu ahad... dan seterusnya....

Itulah yg kumaksudkan taklid adapun  yg tidak syah dalam hal ini taklid secara harfiy,. Oleh sebab karena itu dalam bertaklid pun masih tetap dibutuhkan sikap kritis,..yg  Dalam bahasa fiqhnya  disebut ''taqlid manhajiy'' yakni bertaqlid secara metodologis dan analisis maksudnya supaya tidak  semaunya,  tapi harus dengan etika yg tidak bertantangan dengan kaidah-2 ahlut tauhiid.. kira- kira begitu namun wallohu a'lam.

Disebabkan dalam hal  mempelajari tentang  kalimat tauhid LAA ILAAHA ILALLAH.....
Sangat –sangat diperlukan ketenangan serta pemikiran yg mendalam dan untuk itu akupun mohon

Bantuan serta maaf jika dalam penyampaiannya ada kekurangan atau kekeliruan untuk itu sekali lagi aku meminta supaya dicermati dan jika ada yang salah atau kurang tepat tolong supaya di luruskan karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah Tuhan Semesta Allam.

 ‎"Tiada Tuhan melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Tiada Tuhan melainkan Allah, sendiri tiada sekutu bagi-NYA. Tiada Tuhan melainkan Allah bagi-Nya Kerajaan itu dan bagi-NYA segala puji. tiada Tuhan melainkan Allah dan tiada daya dan kekuatan melainkan hanya dari pertolongan ALLAH.

Dan inilah kalimat zikir yang seyogyanya banyak-banyak diucapkan.
 LAA ILAAHA ILALLOH....” Tiada tuhan selain Alloh...
dan jangan sekali-kali kita menyebut nama tuhan selain Allah...
Namun adakalanya hati dan fikiran kita yang  pada waktu dzikir bahkan ketika sholat kadang sering...tertuju ke hal yang lain...contohnya misal, pintu belum dikunci dll...Ini juga termasuk menyekutukan Alloh...

Adapun kalimat Laailaaha illallahu ini mencakup beberapa pengertian.

a. Hanya Allah yang patut disembah ( La Ma’buda Illallah )
b. Hukum mutlak bersumber dari-Nya ( La Hukma Illallah )
c. Tiada penguasa mutlak kecuali Allah, Dia lah Rabb semesta alam, penguasa dan pengatur ( La Malika Illallah )
d. Tiada pencipta kecuali Allah ( La Kholiqo Illallah )
e. Tidak ada yang memberikan rizki selain Allah ( La Raziqo Illallah )
f. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Allah
g. Tidak ada yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan kemudharatan kecuali Allah
h. Tidak ada daya dan upaya kecuali Allah
i. Tidak bertawakal kecuali kepada Allah
j. Allah sebagai pusat orientasi dan kerinduannya.
 Melihat pengertian Laailaaha illallah ini dapat dipahami bahwa seluruh pusat orientasi kehidupan seorang muslim adalah Allah.

Namun kesaksian yang benar dalam Islam tidak hanya terhenti pada pengucapan lisan dan pembenaran dalam hati, begitu juga tidak hanya memahami maknanya secara benar, tapi harus disertai dengan mengamalkan segala ketentuannya, baik secara lahiriyah maupun bathiniyyah.

Dengan Laailaaha illallah seoarang muslim tidak hanya meniadakan sesembahan selain Allah semata. kalimat tauhid ini sekaligus mencakup loyalitas dan bersih diri ( Al wala’ wal bara’ ) serta menegasi dan afirmasi ( Al Nafy wal itsbat ).

Konsep;  Al Wala’ dalam kalimat tauhid adalah aspek kepatuhan dan kesetiaan secara tulus ( loyal ) terhadap Allah, kitab, sunnah dan nabiNya, sedangkan al bara’ adalah bersih diri dari segala kendali thagut dan hukum jahiliyyah.

 Adapun An Nafiy ( peniadaan atau negasi ) bermakna meniadakan sesuatu yang menyaingi pengesaan kepada Allah, misalnya sesembahan perantara, tuan, tandingan dan thagut. dan Itsbat (penetapan, afirmasi ) terhadap empat perkara yaitu tujuan akhir ( yang kita tuju adalah Allah ).

 Kecintaan kepada Allah, takut dan berpengharapan kepada-Nya (al Qathani, 1994:6-8 )
Wallahu a’lam,

 Adapun; Lawan tauhid adalah syirk, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai sekutu dalam suatu urusan. Maka barang siapa yang telah syirk, maka dia telah menjadikan sekutu bagi Allah di dalam melaksanakan ibadah.

 Pembagian Syirk
Pembagian syirk menjadi 2 bagian
Syirk besar : Mengeluarkan seseorang dari Islam. Mengakibatkan sifat syirk melekat pada seseorang.

Syirk kecil : Jalan menuju syirk akbar tapi tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Sifat syirk tidak melekat seluruhnya pada seseorang.

Pembagian syirk menjadi 3 bagian
Syirk besar yang nyata : Melakukan amalan syirk besar yang nyata, seperti menyembah patung.
Syirk kecil yang nyata : Melakukan amalan syirk kecil yang nyata, misalkan bersumpah dengan nama selain Allah.

 Syirk yang tersembunyi : Melakukan amalan syirk yang tersembunyi
Syirk yang tersembunyi dibagi menjadi
Syirk tersembunyi yang besar (riya’nya orang munafiq) : Hal ini mengeluarkan seseorang dari Islam.

Syirk tersembunyi yang kecil (riya’nya kaum muslimin) : Hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.

 Pembagian tauhid dan syirk menjadi 3 bagian memiliki dasar di dalam Al Quran dan As Sunnah tidak secara tersurat tapi tersirat. Misalkan dalam ayat Al Fathihah, “Alhamdu lillaahi Rabbil ‘Alamin”

Al-Hamdu = Tauhid Asma wa Sifat, sifat Al Hamid, lillaahi = Tauhid Asma wa Sifat dan Tauhid Uluhiyah, menetapkan nama Allah dan menetapkan peribadahan kepada Allah Rabbi = Tauhid Rububiyah

Firman Allah, “Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
Jin merupakan makhluk yang diciptakan Allah dari api. Kata yang terdiri dari jim (ج) dan nun (ن) dalam bahasa arab memiliki makna umum tertutup.

 Misalkan Majnun (orang gila) tertutupi akal sadarnya, Jannatun (Surga) karena tertutupi kenikmatannya dari pandangan, pendengaran, dan pemikiran manusia, begitu juga Jin bermakna tertutup dari manusia.

 Jin juga dibebani ibadah sebagaimana manusia.
Manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan dari tanah. Kata Al-Ins (manusia) memiliki makna Al-Uns (jinak, saling bantu membantu), yaitu manusia harus saling tolong-menolong dalam menjalani hidupnya

 Wahai Tuhanku, hanya bagimulah segala puji, sebagaimana seyogyanya dengan kebesaran DzatMu dan keagungan kekuasaanmu" maka bersunguh sungguhlah dua malaikat namun mereka tidak tau bagaimana mencatatnya.

Lalu keduanya naik kelangit dan berkata:"wahai Tuhan kami, sesungguhnya hambaMu mengucapkan dzikir, kami tidak tau bagaimana mencatatnya.

 Allah yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman pada hal Dia lebih mengetahui terhadap apa yang dikatakan oleh hamba-Nya :

 " Apakah yang diucapkan hambaku?" kedua menjawab: bahwasanya ia mengucapkan: " Wahai Tuhanku, hanya bagimu segala puji sebagaimana seyogiyanya dengan kebesaran Dzat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu"

 Allah yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman: Tulislah seperti apa yang diucapkan oleh hamba-Ku, sehingga ia menjumpai Aku, lalu aku membalasnya dengan apa yang diucapkan itu.
Hadis ini di takkhrijkan :Oleh An Nasa'i dlm sunannya Bab Fadhlul Hamidin. Juz-II hal.220 2

katakanlah Dia Allah Yg Maha Esa <tunggal>, Allah tempat bergantung <bersandar>>>><bagi makhluk="" alam="" semesta="">

 Catatan...
ILAAHA: SESEMBAHAN/TUHAN
ILALLOH: (KECUALI) ALLOH....
Dlm kalimat tersebut juga mencakup bahwa TIADA YANG PANTAS KITA SEMBAH KECUALI ALLOH....

Kalimat " Laa Ilaa Ha Illalloh " salah satu kalimat di dalam dua kalimat Syahadat, dinamakan Syahadat Tauhid.

Makna dari kalimat tersebut adalah " Laa Ma'buda bi Haqqin Illalloh " yaitu, tiada sesembahan yg Haq (berhak disembah) selain Alloh.

Laa ilaha illalloh memiliki 2 rukun yaitu : An-Nafyu (penafian/peniadaan) dan Al-Itsbat (penetapan).
Kedua rukun ini diambil dari 2 penggalan kalimat tauhid Laa Ilaha dan Illalloh. Rinciannya sebagai berikut: 

-Laa ilaha = "An-Nafy, yaitu meniadakan dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan serta mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah Ta’ala.
-illalloh = Al-Itsbat, yaitu menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah dan diibadahi melainkan Allah serta beramal dengan landasan ini.

sebagaimana firman Allah dlm surat Al Dzariyat 56, "tidak AKU ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyenbahKU"

  LAA ILAAHA ILLAHA tiada tuhan selain Allah ...
tuhan yang tidak beranak dan tidak di peranakan

Mengenai syirk besar yang dimaksud mengeluarkan seseorang dari islam itu karena murta, .seperti yg digambarkan diatas yakni orang tersebut menjadikan selain Allah sebagai Tuhannya atau sesembahannya <kafir></kafir>

Demikianlah yang dimaksud dari kalimat Tauhid sebagaimana yang telah diulas diatas merupakan penjabaran dari pada ayat tersebut.......

Olehkarena itu maka Syarat Syarat yang harus dipenuhi oleh orang yg melafalkan kalimat Laa Ilaha Illalloh agar berfaedah bagi dirinya...”  adalah,

1- Berilmu dan memahami kandungan makna dan rukun syahadat ini sehingga hilang kebodohan terhadap kandungan makna dan rukun kalimat ini.

 Rosululloh Shollallohu ‘alahi wa sallam bersabda yang artinya:“Barangsiapa yang mati dalam keadaan ia mengetahui (kandungan makna) ‘laa ilaha illallah’ (bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah), pasti masuk surga (HR. Muslim).

2- Meyakini segala yang ditunjukkan oleh kalimat ini tanpa ada keraguan sedikitpun. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya:”Sesungguhnya orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu.....”. (QS. Al-Hujurat:15).

 3- Menerima konsekuensi (tuntutan) kalimat ini berupa beribadah hanya kepada Alloh semata dan meninggalkan beribadah kepada selain-Nya tanpa adanya penolakan yang didasari keengganan, pembangkangan,dan kesombongan.

Alloh Ta’ala berfirman yang artinya:”Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) apabila diucapkan kepada mereka “laa ilaha illalloh (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah) maka merekapun menyombongkan diri(35).

Dan mereka berkata,“Apakah kita akan meninggalkan sesembahan-sesembahan kita karena penyair yang gila”.(QS. Ash-Shaffat:35-36).

 4- Tunduk dan berserah diri terhadap segala tuntutan kalimat ini tanpa mengabaikannya. Alloh Ta’ala dalam  firman-Nya, yang artinya:”Dan barangsiapa yang berserah diri kepada Alloh dalam keadaan berbuat kebajikan, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat (kalimat Laa ilaha illalloh).....”(QS.Luqman:22).

5- Jujur dalam mengucapkan kalimat ini dengan disertai hati yang membenarkannya. Jika seseorang mengucapkan kalimat ini namun hatinya mengingkari dan mendustai nya, maka dia orang munafik tulen. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya:

(a8) ”Dan diantara manusia ada yang mengucapkan,”Kami beriman kepada Alloh dan hari akhir”, padahal mereka tidak beriman". (b9) "Mereka hendak menipu Alloh dan orang-orang yang beiman. Padahal tidaklah mereka menipu kecuali diri mereka sendiri sementara mereka tidak meyadari". (e10) "Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit mereka.

Dan mereka mendapat azab yang pedih karena kedustaan yang mereka lakukan." (QS. Al-Baqarah:8-10).

 6- Ikhlas dalam mengucapkannya dan memurnikan amal dari segala kotoran syirik, bukan karena riya, atau untuk ketenaran, maupun tujuan-tujuan duniawi. Rosululloh Shollallohu ‘alahi wa sallam bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya Alloh mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan”laa ilaha illalloh” dengan tujuan mengharap wajah Alloh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

7- Mencintai kalimat ini dan segala tuntutannya serta mencintai orang yang melaksanakan tuntutannya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya:

” Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Alloh sebagai tandingan yang mereka mencintainya seperti mencintai Alloh. Sedangkan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Alloh.” (QS. Al-Baqarah:165).

Orang –orang yang benar dalam imannya mencintai Alloh dengan cinta yang tulus dan murni. Adapun para pelaku kesyirikan memiliki cinta ganda. Mereka mencintai Alloh sekaligus mencintai tandingan-Nya.

mohon dikoreksi khawatir apa yg ku tuliskan ini salah, atau ada yg keliru dalam ayat maupun haditsnya. Sebab memang kalimat itu harus kita amalkan khusus utk umat Islam, selain mengamalkan juga harus diyakini, " Laa Haula Wala Quwwata Illa Billah ".

 Dan disamping itu memang tidaklah sedikit diantara Saudara kita
yang sengaja mencari-cari karomah,,,,dengan mengamalkan kalimah Laa ila haillalloh yang katanya didalam kalimah itu ada seorang Malaikat Penjaganya  yang dapat memberikan karomah.

Subhaanallah.....sebenarnya selama apapun yang kita wiridkan<ucapkan> berupa menyebut nama2 dan sifat Allah karena niat kita yang  tertuju kepada Allah insya Allah afdhal karena akan membangkitkan jiwa untuk senantiasa dekat dengan Allah <melalui dzikir="" yang="" dimaksud="">,</melalui></ucapkan>

Namun sayangnya banyak umat kita yg menjalankan itu semua untuk suatu tujuan yang keluar dari selain Allah, misalnya mengamalkan untuk memudahkan atau mendapatkan urusan dunia tanpa diiringi permohonan kepada Allah atau dgn kata lain mengamalkan itu semua namun kiblat imannya tertuju kepada amalan tersebut...<bisa dikatakan="" syirik="">, karena menuhankan ayat atau amalannya</bisa>

 Untuk itu maka perlu disadari sesungguhnya  ajaran Islam itu bukan untuk dipermainkan atau di tafsirkan dengan cara semaunya...jadi kita haruslah berhati2 dlm berkata maupun bertindak.. walaupun hanya sekedar ikut2an..

Dan janganlah mencampur-adukkan yang haq dengan yang batil,,,bisa2 nanti kita termasuk ke dlm golongan, Orang –orang munafik , dan org munafik itu tempatnya ialah di dasar neraka.. naudzu'billah..

.(Yaa Alloh, smg ini dpt mjd renungan khususnya buat  diriku pribadi)
Dan ada sedikit pertanyaan Maaf Pak saya Mo tanya saya  melihat ada teman yg diajak majikanya sembahyang menyembah agama lain (patung) sambil bakar2 dupa.lantas apa hukum seseorg yg diajak menymbah patung itu,pdhl yg saya tau dia hanya mengikuti ajakan majikan, sedangkan dia sendiri beragama islam. 

Terimakasih saya ucapkan, namun aku sebelum menjawab...ijinkan aku menunggu dari  Saudara-ku yg lain dan ini, pertanyaan yang mantab... ini sungguh sebuah pertanyaan yg sangat2 riskan...dan jawaban belum tentu bisa di yakini kebenarannya...tapi mudah2an diantara kita ada yg dapat memberi jawaban dgn penjabarannya....Insya Allah

 Yo...mari kita tunggu jwaban dr sobat2 yang lain, terimaksih sebelumnya.meskipun Alhamdulilah saya dsini tak mengalaminya,tapi hal ini memang sering kulihat menimpa teman2 yg lain.( resiko kerja di negara non muslim)

Ya memang benar nampaknya hal semacam itu banyak terjadi tapi aku sendiri masih bingung nieh apa yang sekiranya bisa tepat untuk itu... hem..minum dulu ah...biar aga segar... hahaaa...

Hanya disini aku ada Sedikit pemahamanku sekedarnya semoga saja dapat mendekatkan jawaban.. memang  terkadang situasi ekonomi memaksa kita untuk mencari nafkah dgn jalan yg kita sendiri sebenarnya tidak menginginkan, maka disini dituntut agar kita memiliki tekad yg bulat untuk menegakkan jalan yg diridhoinya....

memang ada ayat atau hadits2 tertentu yg membenarkan sesuatu yg haram dapat dibolehkan dlm keadaan terpaksa...terpaksa disini adalah jika memang tidak ada jalan lain <subhaanallah sesungguhnya="" allah="" maha="" pemberi="" jalan="" yg="" baik="">...</subhaanallah>

Dan seandainya dlm kasus teman, jika memang masih dlm keterikatan kontrak atau hal lain yg memberatkan insya ALlah, Allah Maha Pengampun, bertahanlah dan bekerjalah dgn baik dan berusaha meminta kebijakan dari juragannya untuk membiarkan ia beribadah sesuai dgn keyakinan

 Dan jangan sampai melibatkan kita sebagai bawahannya dalam hal urusan keyakinannya..

Disini tentunya kita harus tetap berjuang untuk hijrah ke jalan yg lebih baik <maaf bukan="" hanya="" berdiam="" diri="" tanpa="" mencari="" jalan="" lain="" untuk="" kebebasan="" agar="" kita="" dapat="" menjalankan="" ibadah="" yg="" sesuai="" dengan="" agama="" anut="" yaitu="" islam="" tercinta.="">
Karena Sebetulnya aku pribadi merasa prihatin melihat banyaknya teman kita yg merasa terpaksa mengikuti kemauan majikannya..

Demikianlah kiranya yang dapat aku haturkan  tentang mengenai  “ Tauhid.> dan .semoga ada manfaatnya dan dapat dijadikan  sebagai gambaran sebelum  kita mendapat jawaban yg lebih baik dan afdhal

Dan semoga Allah menjadikan kita sebagai  orang2 yg ahli Tauhid minimala untuk diri sendiri, keluarga dan asaudara2 terdekat kita, sekian dan Wassalam Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh 

Kamis, 22 Desember 2011

TINGKATAN CINTA TERTINGGI


Bismillahir Rahmanir Rahim

Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.

Saudaraku...
Imam Hasan Al Banna mengatakan, “Cinta dan Keimanan laksana dua sayap burung. Dengan dua sayap inilah, Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan. Karena, bila iman tanpa cinta akan pincang, dan cinta tanpa iman akan jatuh ke jurang kehinaan”.

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan, “Dasar tauhid dan ruh adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah.

Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabb juga sempurna.”.

Tingkat tertinggi mengenai “CINTA” adalah cinta kepada Allah, rasul-Nya dan jihad dijalan-Nya, sebagaimana Allah Subhanahu Wata'ala berfirman,

“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.`

Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. (At Taubah ayat 24).

Dengan demikian semoga kita termasuk diantara Orang-orang yang “CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA SERTA BERJIHAD DI JALAN-NYA”.Aamiin... 
Alhamdulillah, kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan, “Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah”. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya.
Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah.

Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."

Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara’ adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.

Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang lebih baik".

Ayat ini menyebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut, ini sangat berbahaya.

Bagaimana kita mencintai Allah ?. Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan sabda Rasulullah, baik kaitannya dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma dan sifat-sifat-Nya, baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan.

Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat, yaitu
(1) Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya,
(2) Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin,
(3) Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum beriman, dan
(4) Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir, fasik dan munafik.

Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah ?. Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah, yaitu :

• Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
• Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib.
• Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan, dan perbuatan.
• Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan keinginan hawa nafsu.
• Menanamkan di dalam hati asma Allah dan sifat-sifat Allah, serta memahami maknanya.
• Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.

• Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.
• Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, di waktu malam saat orang sedang lelap tidur.

• Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh, serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.
• Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dengan dua sayap.

Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah.

Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yang berpahala.

Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst.

Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa.
Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud di hadapan Sang Maha Perkasa dan Bijaksana.
 
*****
CINTA ALLAH : PADA YANG MAHA ABADI, SEBABNYA PUN ABADI

Alhamdulillah, kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan, “Laailaha illallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah”. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya.

Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."

"Bila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat” (Al-Baqarah ayat 186). Risalah agung ini mengajarkan bahwa cinta yang pertama ditegakkan seorang mu'min adalah cinta kepada Yang Maha Abadi dengan sebab yang abadi pula.

Cinta Allah, dengan keimanan yang akan kau bawa pergi mengadapNya. Cinta adalah energi, yang membuat Sang Pencinta memiliki tatapan pinta kepada Rabbnya.

Pandangan kasihnya jatuh jua kerena cinta, takkan berpaling selamanya. Lalu senyumnya pun merekah, mekar dari kuncup cinta. Bahkan di kala tangis, ia menimba luhnya dari air mata cinta.
Fragmen menyejarah seorang arab gunung yang bertanya tentang kiamat kembali hadir dalam memori kita.

"Bilakah datangnya kiamat ya Rasulullah?", tanyanya. "Apakah yang akan kau siapkan untuk menyambutnya?", Rasulullah balik bertanya. "Cinta kepada Allah dan RasulNya...", jawabnya sepolos fitrah. "Engkau akan bersama dengan orang yang kau cintai....". Ah betapa melegakan.

Energi cinta, energi yang meredakan segala resah dan gelisah dengan mengingat Sang kekasih. Ketenangan di segala suasana, keteduhan disetiap terik. Keteguhan untuk mengucapkan Ahad.

Ahad walau cambukan terus melecut dan pasir panas menjadikan bak kacang goreng. Cinta ini berubah dzikir naluri yang menentramkan. "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (Ar Ra'd ayat 28)

Bergetarnya hati di saat nama-Nya disebut, bertambahnya yakin saat ayat-Nya dilantunkan menjadi indikator "cinta yang tidak bisa dibantah”, apalagi dipalsukan. Ada kenikmatan tersendiri ketika mereka pasrah, bertawakal, menggantungkan segala urusan kepada Rabbnya semata.

"Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah orang-orang yang ketika disebut asma Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya atas mereka bertambahlah iman mereka karenanya. Dan karena Rabbnya mereka bertawakal." (Al-Anfal ayat 2).

Kalau hambaku mendekat sejengkal, Ku sambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Ku sambut ia sedepa. Kalau hambaKu datang pada-Ku berjalan, Ku sambut ia dengan berlari. Belum cukupkah ini untuk membuat kita berteriak ?. Ya Allah, aku berlari menuju-Mu dalam cinta.
 
*****
CINTA ALLAH LEBIH DARI SEGALANYA

Sudahkan kita telah memiliki rasa cinta kepada Allah yang melebihi rasa cinta kita kepada apapun yang bukan dalam rangka mencintaiNya ?. Jika belum, sekaranglah saatnya untuk memulai mencintai Allah melebihi segalanya.

Pada saat itulah, kita akan mendapatkan ketenangan batin dan ketentraman jiwa. DISANALAH MATA AIR KEBAHAGIAAN.

Suatu ketika, Rasulullah memimpin sholat subuh. Seperti biasa beliau membaca bacaan dalam sholat dengan tartil dan penuh penghayatan. Usai membaca surah Al Fatihah, beliau kerap membaca surah Al-Baqarah hingga selesai.

Rasulullah tidak lantas ruku’, tapi melanjutkan dengan bacaan surat Ali Imron, juga sampai ayat yang terakhir. Setelah merampungkan surat Ali Imron, surat An Nisa pun dikhatamkan. Seluruhnya dilakukan dengan penuh khusu’.

Setelah itu baru Rasulullah ruku’. Dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa ruku’ beliau hampir sama panjang dengan berdirinya. Begitupun sujud dan duduk antara dua sujud hampir sama lamanya dengan ruku’.

Setelah salam, pemimpin umat itu menghadapkan wajahnya yang bersih kepada para jamaah. Beliau perhatikan satu persatu wajah sahabatnya. Dalam wajah-wajah itu terlukis guratan tanda kepuasan, rilex, damai dan segar.

Untuk itu mari kita tengok, bagaimana kualitas sholat kita selama ini. Bagaimana sholat yang kita lakukan selama ini ?. Apakah kita mengerjakannya sekedar hanya mengugurkan kewajiban?.

Apakah sholat yang kita lakukan memberi kedamaian di hati kita ?. Sudahkan kita menjadikan sholat sebagai sarana untuk berdialog dan bercinta dengan Allah ?. Bila iya, bersukurlah kepadaNya.

Sesungguhnya Sholat yang khusu’ adalah rahasia mengapa Rasulullah dan para sahabat justru merasa nikmat luar biasa dan berseri-seri setelah menunaikannya. Rasulullah pernah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, tenangkan hati kami dengan menunaikan sholat..!”. Rasulullah dan para sahabat telah menemukan kedamaian dalam sholat.

Ada kisah menarik yang menggambarkan dahsyatnya cinta karena Allah dapat mempengaruhi seseorang.

Seorang yang hidup dalam kubangan jahiliyah bertobat, dan berjanji takkan mengulangi kisah hidupnya yang kelam. Dan dia pun telah bergabung dalam kafilah dakwah. Ketika ia telah berazzam untuk segera menikah, dia pun melaporkan pada murabbinya. “Ustadz, saya sudah siap untuk menikah”. Lalu terjadilah proses dari tukaran foto dan biodata, taaruf, lalu istikhorah.

Di tengah perjalan proses itu hampir terjadi pembatalan, karena abang calon istri mengetahui siapa dia dan masa kelamnya, namun karena azzam yang kuat dan yakin akan pertolongan Allah, merekapun tetap yakin.

Bahkan ketika orang tuanya mau melamar gadis itu, tanpa disangka kedua orang tua mereka adalah kawan di masa lajang dulu. Puluhan tahun tak pernah berjumpa, perjumpaan mereka adalah untuk menyatukan anaknya dalam ikatan suci, mereka pun berpelukan haru, dan semuanya menjadi mudah. Subhanallah.

Syahdan, rasa cinta inilah yang membuat Zulaikha yang akhirnya diperistri oleh Nabi Yusuf, tak beranjak dari mihrabnya memuji dan bercinta dengan Allah beberapa waktu lamanya.

Konon sampai Nabi Yusuf menegurnya, “Wahai istriku, aku ini suamimu, tunaikanlah tugasmu.”. “Salah siapa kau kenalkan aku pada Allah yang lebih gagah dan lebih sempurna dari seluruh alam,” jawab Zulaikha.

Zulaikha yang sebelumnya tergila-gila pada Yusuf, ternyata setelah kenal dan cinta pada Allah, justru melupakan yang dicintainya dulu. Wallahu’Alam bisshowab. Demikianlah untuk kali ini Insya Allah kalau ada ijin Allah besok kita lanjutkan lagi dan tak lupa akupun mohon maaf jika ada kata atau keterangan yang aku sampaikan ini ada yang kurang tepat atau keliru untuk itu aku mohon agar dimaafkan dan jika ada di Antara Anda yang mahu melengkapinya aku sangat -sangat berterima kasih sekian dahulu dariku Wassalam bilahitaufiq walhidatayah wassalamu allaikum warahmatullahi wabarokatuh.

****** 
SATU DALAM GORESAN

Wahai Pelukis Yang Agung...  Arsitek Maha!!! Luarbiasa  Mosaik tanah air hamba…
Maka jadikanlah hamba
Satu titik ditempat yang mana saja
Dalam pigura seluas bumi dan langit-Mu ini.."

Engkau goreskan sajak indah di hatiku ...

Yang merdu mendayu,

Mengalun bagaikan buluh perindu
Menggelora dalam dada mengisi di ruang hati
disetiap sudut direlung qalbu kuingin menyatu dalam daburan cinta dan rindu...

Engkau taburkan aroma cinta yang ranum dan
menawan hingga menjelma dalam mimpi mimpiku

Engkau memang punya segalanya,

Dan Engkau percikkan sedikit ke pangkuanku ...

Yang kosong...dan hampa hanya Engkau yang selalu ada

di sini ...di dalam dada...

Namun ternyata tak mudah bagiku tuk mendapatkan-Mu...
Bagiku yang penuh dengan Dosa-dosa...
Namun kuyakin dan percaya Kasih Sayang-Mu Tak akan sirna....
Sebagaimana cintaku hanya untuk-Mu...

Khadijah Mengajarkan Cinta Kepada Kita



Bismillahir Rahmanir Rahim

Assalamu Allaikum Wr. Wb.

Saudaraku...
Diriwayatkan dalam sahih Bukhari dengan sanadnya, dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah, ummul mukminin menceritakan hadits tentang pemulaan turunnya wahyu, yaitu ketika Malaikat Jibril turun menemui Muhammad di gua Hira’ dan memintanya membaca ” iqra’ ” tiga kali.

Tiga kali juga Muhammad saw. menjawab“Maa ana biqari’ “, menegaskan bahwa beliau tidak bisa membaca. Kata “maa” merupakan penafian atau pengingkaran bahwa memang beliau tidak sanggup membaca sama sekali. Kemudian Jibril mendekapnya dengan kuat. Peristiwa tiba-tiba itu membuat Muhammad saw. takut dan khawatir terhadap dirinya.

Muhammad saw. segera pulang menemui Khadijah binti Khuwailid ra seraya berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Dengan sigap Khadijah menyelimutinya, perlahan rasa takut mulai menghilang. Setelah merasa tenang, Muhammad saw. menceritakan kejadian yang dialaminya. “Sungguh saya takut terhadap diriku.” pungkas Muhammad saw.

فقالت خديجة: كلا والله ما يخزيك الله أبدا إنك لتصل الرحم ، وتحمل الكل، وتُكسب المعدوم، وتُقرى الضيف، وتُعين على نوائب الحق

Dengan sigap dan mantap Khadijah menjawab, “Tidak, sekali-kali tidak, Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan engkau selamanya, karena engkau penyambung silaturahim, membantu yang memerlukan, meringankan orang yang tidak berpunya, memulyakan tamu dan menolong untuk kebenaran.”

****
Yang menarik untuk disebut dari periwayatan ini adalah, bahwa Aisyah istri Rasulullah saw. sangat cemburu dengan Khadijah , namun demikian, Aisyah secara amanah meriwayatkan kisah ini apa adanya, tidak dikurangi sedikit pun. Subhanallah!

****
(فدخل على خديجة بنت خويلد)

“Maka Muhammad segera pulang menemui Khadijah di rumahnya”, mengisyaratkan bahwa Muhammad saw. “betah” berkeluarga dengan Khadijah, bahkan beliau mengkhususkan curhat kepadanya atas kejadian yang dialaminya. Padahal Khadijah ra tidak sendirian di rumahnya, Khadijah bersama anak-anaknya -bukan anak Muhammad dari hasil pernikahan dengan Khadijah-.

Seandainya Muhammad saw. tidak “betah” di rumah Khadijah, pasti beliau tidak akan pulang ke rumah Khadijah di saat dirinya dihantui ketakutan seperti itu.

Muhammad saw. minta diselimuti, ketika rasa takut dalam dirinya lenyap dan rasa khawatir yang menyelimuti jiwanya hilang, Muhammad saw. baru menceritakan apa yang terjadi.

****
Rasa takut yang demikian hebat mampu menghalangi berpikir jernih dan menghambat berinisiatif secara cepat dan tepat.

(فلما ذهب عن إبراهيم الروع وجاءته البشرى يجادلنا في قوم لوط(

“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) kami tentang kaum Luth.” Huud:74

(فزملوه حتى ذهب عنه الروع)

Penggunaan huruf ” fa’ ” dalam potongan hadits di atas menunjukkan kesigapan seorang istri, “Maka Khadijah langsung menyelimutinya, sehingga hilanglah rasa takut darinya.”

Muhammad saw. terkenal sebagai seorang yang selalu menjaga kehormatan dan kepribadian dirinya, sehingga tidak mungkin beliau meminta diselimuti, kalau bukan karena kondisi yang menimpa dirinya sedemikian hebat.

Namun, rasa takut dan khawatir yang dialami Muhammad saw. adalah hal yang wajar, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya juga demikian,

“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.” Huud:70

“Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” Thaaha:67

“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Adz Dzariat:28

Muhammad menceritakan kejadian yang dialaminya setelah beliau benar-benar merasakan ketenangan. Muhammad memilih Khadijah sebagai tempat curhat beliau. Kenapa? Karena Khadijah orang yang paling tahu tentang dirinya, orang yang paling dekat dengannya, Khadijah tahu, bahwa apa yang diceritakan suaminya adalah benar.

Sekaligus Muhammad saw. juga paham bahwa istrinya mampu memberi jalan keluar dari peristiwa yang hadapinya.

Khadijah seorang yang cerdas, mengetahu solusi jitu atas apa yang dialami suaminya, termasuk perihal yang belum pernah terjadi sekalipun.

****
Permulaan turunnya wahyu merupakan tahapan baru bagi kehidupan Muhammad saw. turunnya wahyu dengan tiba-tiba menjadikan diri beliau berubah statusnya. Turunya permulaan wahyu ini sebagai deklarasi tersambungnya kembali antara langit (risalah Ilahiyah) dengan bumi (tugas penyampaian dan sikap optimisme hidup).

Tersambungnya kembali jalinan langit dan bumi, setelah sebelumnya terputus beberapa abad. Inilah proses penguatan jiwa Muhammad saw. sebagai seorang manusia untuk menerima risalah Ilahiyah.

****
Karena itu, Muhammad saw. berkata, “Saya takut terhadap diriku sendiri” rasa takut terhadap apa yang ia lihat dan di dengar itu bagian dari tipu daya jin atau dukun, sebagaimana yang dipaparkan dalam buku-buku sirah tentang ketakutan Muhammad saw. terhadap dirinya.

Khadijah menjawab dengan mantap, karena dilatar belakangi pengenalan panjangnya terhadap pribadi Muhammad saw. sejak menjadi pedagang.

Pengenalan panjang Khadijah sebelum menikah dengan Muhammad, yaitu informasi di dapat dari pembantunya yang bernama Maisaroh -seorang laki-laki- yang menemani Muhammad saw. berdagang ke Syam, di mana Maisaroh melihat awan dengan mata kepala sendiri berjalan menaungi Muhammad saw. di suasana terik matahari. Dalam riwayat lain dua malaikat menaungi Muhammad saw. kemana saja ia berjalan dari terik matahari.

Atau berteduhnya Muhammad saw. di bawah sebuah pohon. Seorang Rahib yang melihat kejadian itu berkomentar, “Tidak ada orang yang berteduh di pohon ini kecuali ia adalah seorang nabi, sebagaimana diterangkan dalam kitab asli kami.” Dan ketika diceritakan ciri-ciri Muhammad, maka itu persis tertulis dalam kitab mereka.

Kisah ini ditulis di banyak buku sirah, seperti sirah Ibnu Ishaq, sirah Ibnu Hisyam, sirah As Suyuthi, sirah As Suhaili dan lain-lain.

****
Makanya, ketika Khadijah menjawab dengan mantap, “Tidak, sekali-kali tidak” adalah berdasarkan data-data panjang yang ia ketahui sebelumnya. Jawaban yang juga tidak diduga Muhammad saw. sendiri. Jawaban tegas, memancar dari aliran cintanya kepada suaminya. Kenapa tidak? Karena Khadijah yakin bahwa beliau adalah utusan Allah swt. untuk umat ini.

Khadijah segera mencarikan informasi kepada tokoh agama, Waraqah bin Naufal, atau kepada pendeta Buhaira tentang kejadian yang dialami Muhammad saw. Keduanya berkomentar, bahwa Muhammad seorang nabi akhir zaman untuk umat ini.

****
Proses nikahnya Khadijah dengan Muhammad pun unik, dimana Khadijah meminta salah seorang wanita Quraisy untuk mempengaruhi Muhammad dengan menceritakan keistimewaan dan kelebihan Khadijah. Di akhir lobi, wanita itu menawarkan kepada Muhammad, bahwa Khadijah layak menjadi Istrinya, dan Muhammad cocok menjadi suaminya.

Dengan ditemani pamannya, Abu Thalib dan paman-paman yang lain, Muhammad saw. melamar Khadijah. Sejarah sirah mencatat, bahwa Khadijah ketika itu sebagai seorang pebisnis ulung yang sangat kaya raya.

****
Kisah lain yang menguatkan bahwa Muhammad saw. seorang Rasul adalah sebagaimana diriwayatkan Imam Baihaqi dari Ibnu Ishaq, bahwa Khadijah bersanding dengan Muhamamd saw. di dalam rumahnya. Khadijah berkata, “Apakah engkau melihat Malaikat Jibril? Muhammad menjawab, “Ya”.

Maka Khadijah masuk kebilik kamarnya dan bersanding dengan Muhammad seraya membuka tutup kepala dan cadar yang dipakainya. Khadijah kembali bertanya, “Apakah engkau masih melihatnya? Tidak, jawab Muhamamd saw. Khadijah berkomentar, Ia bukanlah setan, ia adalah malaikat wahai putra pamanku. Khadijah yakin dan bersaksi bahwa apa yang dibawa Muhammad saw. adalah kebenaran.

Demikian, kita melihat sikap bijak ummul mukminin, Khadijah ra. Dirinya menjadi dewasa dan matang bersamaan dengan kejadian-kejadian yang dialaminya. Khadijah menjadi mudah menyelesaikan persoalan bersamaan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.

Khadijah tidak sekedar menggembirakan dan membela Muhammad saw. berdasarkan dugaan atau kamuflase belaka. Akan tetapi Khadijah mempersembahkan pembelaan dan menyenangkan hati suaminya karena berdasarkan data-data panjang yang ia hadapi selama ini.

Dengan sigap dan penuh cinta, Khadijah mendampingi suaminya menghadapi persoalan hidup. Allahu a’lam.

*****
Tidak diragukan lagi, bahwa Allah swt. telah melebihkan keutamaan para nabi-nabi di atas makhluk-makhluk-Nya yang lain.

Kemudian Allah swt. melebihkan keutamaan sebagian mereka sebagaimana firman-Nya yang artinya:

"Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain."*153

Dan firmanNya yang artinya:

"Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud." *154

Dan nabi-nabi yang paling utama adalah lima nabi ulul azmi yang disebutkan dalam firman Allah swt. yang artinya:

"Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, lbrahim, Musa dan Isa putera Maryam."*155

Dalam ayat ini Allah swt. memulainya dengan Muhammad saw.
Dan nabi yang paling utama di antara nabi-nabi ulul azmi itu adalah Muhammad dan Ibrahim, sementara yang paling utama di antara keduanya adalah Muhammad saw.

Sesungguhnya Allah swt. telah melebihkan keutamaan Muhammad saw. di atas nabi- nabi yang lainnya dengan sebab keistimewaan yang hanya Allah berikan kepada beliau, sebagaimana sabdanya:

"Aku telah diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorarangpun nabi sebelumku" . . . "dan adalah nabi diutus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya."*156

Maka keutamaan itu terletak pada keistimewaan-keistimewaan
Rasulullah, terutama kedekatannya di sisi Tuhan, syafa' at untuk ummatnya diterima Allah di hari kiamat, dan pada maqam terpuji yang dijanjikan untuk Rasulullah saw.

Rasulullah saw. bersabda : "Janganlah kalian lebihkan aku atas Musa", maka beliau mengatakan ini dari sisi ketawadhuan (kerendahan hati) dan dari sisi pengakuan akan keutamaan Musa, karena mukjizat-mukjizat yg telah diberikan Allah swt. kepadanya.

Tidak diragukan lagi, bahwa Allah swt. telah memberinya keistimewaan dengan berbicara langsung kepada Allah swt. sebagaimana firman-Nya yang artinya:

"Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung."*157

Selain itu, Nabi kita Muhammad saw. juga mendapatkan seluruh keistimewaan para nabi-nabi, seperti mukjizat-mukjizat mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab sirah.
wallahu a'lam.

*****

*158 *153. QS. al- Baqarah:253

*154. QS. Al-Israa’: 55

*155. QS. al-Ahzaab : 7.

*156. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab: as-Shalaat, Bab: Qaulu an-Nabi shallallahu `alaihi wa sallam; Ju`ilats ti al-ardhu masjidan wa thahuuran, hadits no. 438, dari Jabir ibn Abdullah ra. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab: al Masaajid, Bab: Ju`ilats li al-ardhu masjidan wa thahuuran, hadits no. 3, dari Jabir ibn Abdullah ra. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab al- Musnad III/304 dari Jabir ibn Abdullah ra. Diriwayatkan oleh an- Nasaa`i dalam kitab: al- Ghusl, bab: at Tayammum bi as­ sha`iid, hadits no. 432, dari Jabir ibn Abdullah ra. Dan diriwayatkan oleh ad-Daarimi dalam Kitab: as-Shalaat, Bab: al-Ardhu kulluhu thahuurun maa khalaa al maqbarah wa al hammaam, hadits no. 1361, dari Jabir ibn Abdullah ra.

*157. QS. an-Nisaa': 164.

*158. Berkata komentator kitab Aqidoh at-Thahawiyah, al Qadhi Ali ibn Ali ibn Muhammad Abi al-Aziz a-Dimasyqi, pada hal 159, tentang kebolehan mengutamakan
sebagian nabi atas sebagian lainnya kecuali berdasarkan sikap fanatik buta: "Sesungguhnya
pengutamaan itu, jika berdasarkan sikap fanatik dan hawa nafsu, adalah tercela. Bahkan jihad sendiri - apabila seseorang berperang karena fanatik buta- adalah tercela, makanya Allah mengharamkan sikap membanggakan diri. Allah swt. telah berfirman: "Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang IoinJ" dan berfirman ""Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain". Maka diketahui bahwa yang tercefa hanyalah pengutamaan dengan cara membanggakan diri, atau dengan cara mengurangi kelebihan yang lain.

Berdasarkan ini jugalah muatan makna hadits beliau: "Janganlah kalian melebihlebihkan di antara para nabi", jika hadits ini kuat. Karena sekalipun hadits ini semakna dengan hadits tentang Musa, yang terdapat dalam kitab Bukhari dan lainnya, akan tetapi sebagian orang mengatakan bahwa di dalamnya terdapat cacat.

Berbeda dengan hadits tentang Musa, maka hadits tersebut shahih, tak ada cacatnya menurut kesepakatan mereka.

Namun sebagian mereka memberikan jawaban lain, yaitu: bahwa hadits "Janganlah kalian lebih-lebihkan aku atas
Musa" dan hadits "Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para nabi" adalah larangan melebihkan secara khusus, maksudnya para rasul sendiri tidak saling melebihkan.
Berbeda dengan hadits beliau: "Aku adalah penghulu anakAdam, namun tidak bangga", maka hadits ini melebihkan secara umum.