Sabtu, 15 Januari 2011

Kajian Al Qur’an-materi-ke 5

oleh Sabari Muhammad

Kumpulan Kajian Al Qur’an - Yayasan Islam Paramartha 

 Hijab Qalb

Sebab-sebab Qalb Terhijab

Qalb yang bersih jarang terdapat. Kebanyakan qalb dalam keadaan terkotori oleh tapak-tapak dosa. Karenanya, ia tidak dapat berfungsi sebagaimana yang seharusnya; ia dalam keadaan terhijab. Terdapat dua sebab utama dari keadaan ini, yaitu:

1. Mencintai kehidupan dunia.
2. Mempertuhankan hawa-nafsu.

Akibatnya…

Pada al-Hadits tentang 4 jenis qalb yang telah dibahas sebelumnya, maka tentulah jenis yang pertama dan yang ke dua tidak perlu dibicarakan lagi di sini. Jenis yang ke tiga adalah qalb al-Munafiq; yang disebut demikian sebab ia menyatakan dengan lisannya bahwa Allah merupakan Tuhannya, tetapi ia mempertuhankan hawa-nafsu dan mencintai dunia.

Sedangkan untuk jenis yang ke empat, yakni yang tercampur-aduk di-qalb-nya antara iman dan nifaq, maka ia kesulitan dalam memastikan petunjuk dalam kehidupannya. Jika petunjuk itu datang ke bagian qalb-nya yang sudah diimankan maka tentulah ia benar. Sebaliknya jika petunjuk itu ditangkap oleh bagian qalb-nya yang lain maka kebalikannya lah yang terjadi.

… orang-orang beriman dan tidak mencampur-adukkan keimanan mereka dengan kedzaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan merekalah yang mendapat petunjuk (muhtaduun).1

Pada keadaan yang parah, yaitu akibat lama terliputi oleh hijab yang tebal, maka qalb mengeras seperti batu. Akibatnya, syaithan—yang bekerja melalui syahwat dan hawa-nafsu dari orang itu sendiri—dapat mengendalikan sang pemilik qalb.

… bahkan qalb mereka telah menjadi keras dan syaithan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang mereka perbuat. 2

… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara al-mar’i seseorang dengan qalb-nya, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kalian akan dikumpulkan. 3

Istilah-istilah lain yang digunakan di dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan qalb yang terhijab sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ialah dinding,4 terkunci-mati,5 atau tutup;6 semuanya menggambarkan keterputusan komunikasi antara pemiliknya dengan Penciptanya.

Jika keadaan qalb seperti itu menyebabkan pemiliknya hidup di alam dunia ini bagaikan perahu tersesat kehilangan kemudi, maka pada alam-alam berikutnya yang tingkat kompleksitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan alam-dunia ini ia akan berada dalam keadaan yang lebih buruk lagi.

Dan barangsiapa buta di dunia ini, niscaya di akhirat buta dan lebih tersesat lagi dari jalan.7

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Ia berkata): Yaa, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dulunya adalah seorang yang melihat?8

Al-Qur'an sendiri menerangkan bahwa kebutaan yang dikeluhkan dalam ayat di atas bukanlah suatu cacat yang terdapat pada jasad sang manusia, yang kebanyakan sempurna seluruhnya, melainkan yang terdapat di dalam jasad manusia. Hakikat manusia adalah pada jiwanya. Aspek inilah yang akan terus berjalan menelusuri alam-alam berikutnya.

Maka apakah mereka tidak berjalan di bumi, lalu mereka mempunyai qulub yang ber-‘aql dengannya, atau mempunyai telinga yang mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, akan tetapi yang buta (adalah) qulub yang di dalam dada (shudur). 9

 Harus Dikembalikan kepada Allah…

Terangkanlah kepadaku, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup atas qalb-mu siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?10

Hal pertama yang mesti dilakukan adalah bertaubat (= kembali) kepada Allah. Melakukan yang sebaliknya berarti merugikan diri sendiri.

… dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang dzalim (Adz-dzalimun). 11

 Mencari Jalan…

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah cara (wasiilah) dan berjihadlah dalam jalan (sabiil)-Nya, supaya kamu beruntung.12

Dan barangsiapa berjihad di dalam Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (subulana), …13


Berupaya Menjadi Golongan yang Ditunjuki

Keterbukaan qalb merupakan syarat agar dapat termasuk golongan yang ditunjuki atau dipandu oleh Sang Pencipta. Mekanisme pemanduan ini mempergunakan perangkat qalb.

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu orang-orang yang beriman billah, dan hari akhirat, dan menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, dan tidak takut (yakhsya) kepada selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang ditunjuki (al-muhtadiin).14

Wahai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap mereka yang gugur dalam sabiil Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah kegembiraan kepada mereka yang sabar. Yaitu, mereka yang jika ditimpa musibah mengatakan ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang atas mereka shalawat dari Rabb mereka dan rahmat, dan merekalah yang mendapat petunjuk (al-muhtaduun).15

… Sekiranya tidak karena fadhilah Allah atasmu dan rahmat-Nya kepadamu, tiada seorang pun dari kamu bersih selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.16

…Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.17

…dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzaliim.18

… dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (al-qawm al-fasiqiin).19

Barangsiapa diberi petunjuk Allah maka dialah al-muhtad, dan barangsiapa disesatkan maka dialah golongan yang merugi (al-khasiruun).20


Tujuan Tunggal: Mencari Allah

Jalan kembali merupakan sesuatu al-‘Aqabah (mendaki lagi sukar, QS Al Balad [90]: 11), yang sebelum memasuki pembicaraan lebih teknikalnya, pada tahap ini yang perlu terlebih dahulu dimantapkan di dalam hati adalah penunggalan akan apa yang dicari—yaitu apakah kita mencari Allah. Kesadaran pencarian Allah itulah yang sulit terdapat pada kebanyakan orang; sebab:

Manusia itu tidur, maka apabila mereka telah mati niscaya mereka terbangun 21

Pencarian Tuhan, pengharapan untuk bertemu dengan Allah merupakan hal yang pertama dan utama ada terlebih dahulu, jauh sebelum semua upaya untuk mencari jalannya; karena:

Siapa yang mencintai bertemu dengan Allah, niscaya Allah mencintai bertemu dengan dia. 22

Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya ajal dari Allah itu pasti datang, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 23

Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal-amal shalih dan janganlah mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadat kepada-Nya.24

Telah lama lah rindunya orang-orang yang baik untuk bertemu dengan Aku. Dan Aku lebih rindu lagi untuk menemui mereka.25


Sebaliknya …

Barangsiapa tiada menyukai menemui Allah, niscaya Allah tidak menyukai menemuinya.26

… Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami bergelimang dalam kesesatan mereka.27

Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat kepada orang-orang yang beriman: ‘Adakah kamu menyukai bertemu dengan Aku?’ Mereka lalu menjawab: ‘Ya, Wahai Tuhan kami.” Maka Dia berfirman:’Mengapa?’ Maka mereka menjawab: ‘Kami mengharap kema’afan Engkau dan ampunan Engkau.’ Allah lalu berfirman: ‘Telah Aku haruskan bagimu akan ampunan-Ku’28

 CATATAN

1. QS Al An’aam [6]: 82.
2. QS Al An’aam [6]: 43.
3. QS Al Anfaal [8]: 24.
4. QS Yaasin [36]: 9.
5. QS Al-Baqarah [2]: 7, QS An-Nahl [16]: 107-108
6. QS Al-Jaatsiyah[45]: 23
7. QS Al Israa’ [17]: 72.
8. QS Thaahaa [20] 124 – 125.
9. QS Al-Hajj [22]: 46
10. QS Al An’aam [6]: 46.
11. QS Al-Hujurat [49]: 11
12. QS Al Maa-idah [5]: 35.
13. QS Al ‘Ankabuut [29]: 69.
14. QS At-Taubah [9]: 18.
15. QS Al Baqarah [2]: 153 – 157.
16. QS An Nuur [24]: 21.
17. QS An Nuur [24]: 31.
18. QS At-Taubah [9]: 19.
19. QS At-Taubah [9]: 24.
20. QS Al A’Raaf [7]: 178.
21. Hadits Nabi s.a.w., ‘Ihya Buku VI, h. 160.
22. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Bukhari-Muslim, ‘Ihya Buku 4, h. 506.
23. QS Al ‘Ankabuut [29]: 5.
24. QS Al Kahfi [18]: 110.
25. Al-Hadits al-Qudsi, ‘Ihya II, h. 913.
26. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Bukhari-Muslim, ‘Ihya Buku 4, h. 844
27. QS Yunus [10]: 11.
28. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Ahmad dan Thabrani, ‘Ihya Buku 4, h. 1101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar