Rabu, 27 Agustus 2014

Hikmah Kutipan Bagian ke 12), ~ Kitab "Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar"

Atau ; Kitab Rahasia Dalam Rahasia yangKebenarannya Sangat Diperlukan".

12: MENYAKSIKAN ALLAH: SAMPAI KEPADA MAKAM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.

Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat 'dan satu lagi melihatsifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih milik hatiyang murni di dalam kehidupan ini. 

Dalam hal tersebut penyaksian terlihat sebagai pengungkapan cahaya keluar dari keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
"Hati tidak menafikan apa yang dia lihat". (Surah Najmi, ayat 11).

Tentang melihat kenyataan Allah melalui perantaraan."
 Nabisaw bersabda, 
" Yang beriman adalah cermin bagi yang beriman". 
Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang sucimurni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. 

Siapa yang sampai ke makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.

Pernyataan ini disahkan oleh Umar dengan katanya,"Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku". Ali ra berkata,"Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya".

 Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. 
Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, "Aku melihat matahari", dia berbicara benar.

Allah memberikan gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-Nya:
"Allah itu nur bagi langit-langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya (adalah) seperti satu kurungan pelita yang di dalamnya ada pelita(sedang) pelita itu dalam satu kaca, (dan) kaca itu sebagai bintang yang seperti mutiara, yang dinyalakan (dengan minyak) dari pohon yang banyak manfaat(yaitu) zaitun yang bukan bangsa timur dan bukan bangsa barat, yang minyaknya (saja) hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, nur atas nur, Allah pimpin kepada nur-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengadakan perumpamaan bagi manusia, dan Allah mengetahui segala sesuatu ". (Surah Nuur, ayat 35).

Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu adalah fakta atau esensi ke hati, sementara cahaya yang dipancarkan adalah rahasia Tuhan, 'roh sultan'.

 Kaca adalah transparan dan tidak menjebak cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya karena ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli. 

Langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi saw menerima pembukaan al-Quran. 
Dalam pernyataan Jibril membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima - ini adalah untuk kepentingan kita supaya kita bisa mendengarnya dalam bahasa manusia. 

Ini juga memperjelas siapa yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka kesempatan untuk menyangkal seperti mereka tidak percaya kepada malaikat. 

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu Al-Qur'an (ini) dari sisi (Allah) yang bijaksana, yang mengetahui". (Surah Naml, ayat 6). 

Karena Nabi saw menerima pembukaan sebelum Jibril membawanya ke dia, setiap kali Jibril membawa ayat-ayat suci itu Nabi saw mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat: "Dan janganlah engkau terburu-buru dengan Quran sebelum habis diwahyukan kepadamu".
 (Surah Ta Ha, ayat 114). 

Kondisi ini menjadi jelas sewaktu Jibril menemani Nabi saw pada malam mikraj, Jibril tidak mampu untuk pergi lebih jauh dari Sidratul Muntaha. Dia berkata, "Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar". Jibril membiarkan Nabi saw melanjutkan perjalanan seorang diri. 

Allah menggambarkan pohon zaitun yang diberkati, pohon keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain kata itu tidak ada awal dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia tetap pada masa lalu dan tidak ada kesudahan pada masa akan datang.

 Kedua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua pernyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya tergantung pada Zat-Nya. 

Penyembahan yang sejati hanya dapat dilakukan ketika hijab yang menutupi hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya setelah itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya setelah itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu. 

Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemukan harta rahasia itu.
 Allah berfirman melalui Rasul-Nya: 
"Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenal lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenal". 

Ini berarti Dia dapat dikenal di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanya dapat terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati. 

"Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat". (Surah Qiamat, ayat 22 & 23). 
Nabi saw bersabda,

"Aku melihat Tuhanku dalam rupa jejaka tampan".
Mungkin ini adalah bayangan bayi hati.
 Bayangan adalah cermin. Ini menjadi alat untuk mengungkapkan yang ghaib. 
Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu apakah bayangan atau bentuk. 
 Bayangan adalah cermin, bahkan yang terlihat bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. 

Pikirkan tentang itu dan cobalah memahaminya karena itu adalah fakta ke alam rahasia-rahasia. 
Tapi semuanya terjadi pada makam sifat. Pada makam Zat semua pernyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasakan zat itu dan tidak ada yang lain.

 Betapa jelas Nabi saw menggambarkannya, "Aku dari Allah dan yang beriman dariku". Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya: 

"Aku ciptakan cahaya Muhammad dari cahaya Wujud-Ku sendiri". 
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Penyayang. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya: 

"Rahmat-Ku mendahului murka-Ku". 
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman: 
"Tidak Kami utus engkau melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam". (Surah Anbiyaa ', ayat 107). 

"Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepada kamu beberapa banyak dari (isi Kitab) yang kamu sembunyikan, dan ia tidak ambil tahu berapa banyak. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan". (Surah Maaidah, ayat 15). 

Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada beliau, "Jika tidak karena engkau Aku tidak ciptakan makhluk". 

Demikianlah Hikmah Kutipan, ~ Kitab "Sirr al-asrar fi ma yahtaju Ilahi al-abrar" 
Atau Kitab "Rahasia Dalam Rahasia-rahasia yang Kebenarannya Sangat Diperlukan".
Dan Insya Allah bersambung...>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar