Secercah
Sinar di Aqabah
Muhammad
memiliki darah Yatsrib. Kakeknya, Abdul Muthalib, adalah putra perempuan
Khazraj paling disegani, Salma. Di saat Muhammad dimusuhi masyarakatnya sendiri
di Mekah, orang-orang Yatsrib tengah mencari figur pemimpin yang dapat
menyatukan mereka. Muhammad adalah figur yang memenuhi harapan itu.
Proses
pencarian pemimpin itu berlatar pada kemelut yang menimpa bangsa Arab di
Yatsrib, yang terbagi atas kabilah Khazraj dan Aus. Berbeda dengan masyarakat
Mekah yang cenderung kasar dan berprofesi dari pedagang hingga perampok,
orang-orang Yatsrib umumnya adalah petani yang santun dan lembut hati. Namun
mereka baru mengalami tragedi memilukan, yakni pertempuran antara bani Khazraj
dan Aus yang berpuncak pada insiden Buth'ah.
Pada
mulanya, kedua kabilah itu hidup rukun. Mereka umumnya hanya pekerja kecil.
Sedangkan perekonomian dan kehidupan sosial dikendalikan Yahudi. Namun Yahudi
dihancurkan kerajaan Romawi, termasuk di Yatsrib. Romawi bahkan menggunakan
orang-orang Aus dan Khazraj untuk menggusur posisi Yahudi. Orang-orang Yahudi
tak ingin kehilangan kendali atas kota itu. Maka mereka memprovokasi kedua
kabilah tersebut sehingga perang.
Aus
sempat kalah melawan Khazraj. Mereka melarikan diri ke arah Najd hingga Abu
Usaid Hudzair berbalik arah dan bertekad untuk memerangi Khazraj sampai mati.
Orang-orang Aus terbakar oleh semangat Abu Usaid. Mereka ganti menyerbu
Khazraj. Kebun-kebun kurma dan rumah-rumah mereka bakar habis. Abu Usaid keluar
masuk rumah demi rumah untuk membunuh setiap penghuninya. Abu Qais datang
mencegahnya dengan mengatakan bahwa "Bertetangga dengan mereka
(Khazraj) lebih baik dari bertetangga dengan rubah (Yahudi)."
Pertikaian
hanya akan membuat kerusakan bersama. Itu keyakinan mereka. Kedua kabilah itu
lalu bertekad membangun kehidupan baru. Beberapa orang Yatsrib telah mengenal
Muhammad saat mereka berziarah, serta saat mencari persekutuan dengan Mekah.
Seorang pemuda Yatsrib, Iyas bin Mu'adh, bahkan telah masuk Islam. Di saat
masyarakatnya berembug mencari pemimpin itu, pemuka Yatsrib yang tengah
berziarah ke Mekah bertemu dengan Muhammad. Ia, Suwaid bin Shamit, malah masuk
Islam setelah Muhammad memperdengarkan ayat-ayat Quran.
Pada
musim ziarah di bulan suci tahun berikutnya, 12 orang utusan warga Yatsrib pun
menemui Muhammad. Mereka bertemu di bukit Aqaba pada hari Tasriq -hari setelah
Idul Adha- setelah menempuh perjalanan secara sembunyi-sembunyi. Mereka
kemudian berikrar yang disebut sebagai ikrar Aqaba pertama.
Isi ikrar
itu adalah pernyataan untuk hanya menyembah Allah, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah baik di depan
maupun belakang, tidak menolak berbuat baik. Siapa yang mematuhi semua itu akan
memperoleh pahala surga, jika ada yang menyalahinya maka persoalannya
diserahkan pada Tuhan. Tuhan berkuasa untuk menyiksa serta berkuasa mengampuni
segala dosa.
Muhammad
kemudian menugasi Mushab bin Umair ikut bersama mereka ke Yatsrib. Ia bertugas
mengajarkan Islam pada warga kota itu. Mushab pula yang melaporkan pada
Muhammad kesungguhan orang-orang Yatsrib untuk memeluk Islam.
Pada
622 Masehi, rombongan kedua warga Yatsrib tiba menemui Muhammad. Mereka
sebanyak 73 orang laki-laki dan dua perempuan. Setelah saling mengucap janji
setia, Muhammad meminta mereka memilih 12 wakil. Dua belas orang itu yang
mengucap ikrar di tengah gelap malam di celah bukit Aqaba. Sebelum ikrar, warga
Yatsrib sempat minta Muhammad agar mengingatkan Bara' bin Ma'rur yang dalam
salatnya selalu menghadap ke Mekah, agar mengalihkannya ke arah Baitul Maqdis
sebagaimana Muhammad dan yang lain.
Pertemuan
Aqaba itu bocor ke telinga orang-orang Qurais. Mereka segera pergi ke sana.
Namun orang-orang telah pergi, kecuali Saad bin Ubada yang masih berada di
Aqaba. Saad kemudian dibawa ke Mekah dan disiksa. Ia diselamatkan Jubair bin
Mut'im yang pernah ditolongnya dalam perjalanan ke Syam.
Persekutuan
telah diikat. Muhammad telah membuat langkah strategis: bersumpah setia dengan
warga Yatsrib. Jika terjadi sesuatu pada Muhammad, kini bukan saja keluarga
Hasyim yang akan membela. Orang-orang Yatsrib yang juga mempunyai ikatan darah
dengan Muhammad akan pula bertindak. Apalagi orang-orang Yatsrib itu telah
memeluk Islam.
Nilai
strategis langkah Muhammad semakin nampak bila melihat posisi Yatsrib yang
berada di jalur perdagangan Mekah dengan Syam. Orang-orang Qurais akan
kesulitan untuk berdagang ke Syam jika bermusuhan dengan warga Yatsrib. Keadaan
demikian semakin membuat gusar orang-orang Qurais.
Mereka
lalu merancang siasat. Dalam pertemuan di Darun Nadwa, mereka bersepakat. Para
pemuda dari setiap kabilah akan ditugasi membunuh Muhammad secara bersama untuk
kemudian berpencar. Dengan demikian kesalahan tidak dapat ditimpakan pada salah
satu kabilah. Setelah itu, mereka secara bersama akan membayar kematian itu
dengan tebusan unta.
Bau
amis darah semakin kuat tercium. Namun Muhammad tampak tenang-tenang saja.
"Jangan tergesa-gesa," kata Muhammad ketika Abu Bakar minta izin
untuk hijrah ke Yatsrib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar