Assalamu’allaikum warahmatullahi wabarokatuh
Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Saudaraku...”
Sebagaimana kita sebagai kaum mu'minin diperintahkan untuk
Ber Taubat yang dilakukan dengan Taubatan Nasuha (yang mana harus dilakukan dengan semurni-murninya) seperti
disebut dalam Al Quran:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya." QS. at-Tahrim: 8
Kemudian apa makna taubat nasuha itu.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: "artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan dengan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, sehingga mengembalikan kepada keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya."
Sedangkan nasuha adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur, sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya." QS. at-Tahrim: 8
Kemudian apa makna taubat nasuha itu.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: "artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan dengan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, sehingga mengembalikan kepada keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya."
Sedangkan nasuha adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur, sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir.
Dan terma "n-sh-h" dalam bahasa Arab
bermakna: bersih. Dikatakan dalam bahasa Arab: "nashaha al 'asal"
jika madu itu murni, tidak mengandung campuran.
Sedangkan kesungguhan dalam
bertaubat adalah seperti kesungguhan dalam beribadah. Dan dalam bermusyawarah,
an-nush itu bermakna: membersihkannya dari penipuan, kekurangan dan kerusakan,
dan menjaganya dalam kondisi yang paling sempurna. An nush-h (asli) adalah
lawan kata al-gisysy-(palsu).
Pendapat kalangan salaf berbeda-beda dalam mendefinisikan hakikat taubat nasuha itu. Hingga Imam Al Qurthubi dalam tafsinrya menyebut ada dua puluh tiga pendapat. (Lihat: Tafsir al Qurthubi ayat ke delapan dari surah at Tahrim).
Pendapat kalangan salaf berbeda-beda dalam mendefinisikan hakikat taubat nasuha itu. Hingga Imam Al Qurthubi dalam tafsinrya menyebut ada dua puluh tiga pendapat. (Lihat: Tafsir al Qurthubi ayat ke delapan dari surah at Tahrim).
Namun sebenarnya pengertian
aslinya hanyalah satu, tetapi masing-masing orang mengungkapkan kondisi
masing-masing, atau juga dengan melihat suatu unsur atau lainnya.
Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas'ud serta Ubay bin Ka'b r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke payudara hewan.
Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas'ud serta Ubay bin Ka'b r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke payudara hewan.
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu
Mas'ud dengan marfu': taubat dari dosa adalah: ia bertaubat darinya (suatu dosa
itu) kemudian ia tidak mengulanginya lagi." Sanadnya adalah dha'if. Dan
mauquf lebih tepat, seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir.
Hasan Al Bashri berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.
Al Kulabi berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.
Sa'id bin Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian sendiri.
Kelompok pertama menjadikan kata nasuha itu dengan makna maf'ul (objek) yaitu orang yang taubat itu bersih dan tidak tercemari kotoran. Maknanya adalah, ia dibersihkan, seperti kata raquubah dan haluubah yang berarti dikendarai dan diperah. Atau juga dengan makna fa'il (subjek), yang bermakna: yang menasihati, seperti khaalisah dan shaadiqah.
Muhammad bin Ka'b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk. (Madaarij Saalikiin : 1/ 309, 310. Cetakan As Sunnah Al Muhammadiyyah, dengan tahqiq Syaikh Muhammad Hamid al Faqi. Dan tafsir Ibnu Katsir : 4/ 391, 392).
Sekadar Bicara Taubat dengan Lidah Bukan Taubat
Taubat tidak sekadar mengucapkan dengan lidah, seperti dipahami oleh kalangan awam. Ketika salah seorang dari mereka datang kepada seorang tokoh agama ia berkata kepadanya: "Pak kiyai, berilah taubat kepada saya". Kiyai itu akan menjawab: "ikutilah perkataanku ini!": "aku taubat kepada Allah SWT, aku kembali kepada-Nya, aku menyesali dosa yang telah aku lakukan, dan aku berjanji untuk tidak melakukan maksiat lagi selamanya, serta aku membebaskan diri dari seluruh agama selain agama Islam".
Dan ketika ia telah mengikuti ucapan kiyai itu dan pulang, ia menyangka bahwa ia telah selesai melakukan taubat!.
Ini adalah bentuk kebodohan dua pihak sekaligus: kebodohan orang awam itu, serta sang kiyai juga. Karena taubat bukan sekadar ucapan dengan lidah saja, karena jika taubat hanya sekadar berbuat seperti itu, alangkah mudahnya taubat itu.
Taubat adalah perkara yang lebih besar dari itu, dan juga lebih dalam dan lebih sulit. Ungkapan lisan itu dituntut setelah ia mewujudkannya dalam tindakannya. Untuk kemudian ia mengakui dosanya dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Sedangkan sekadar istighfar atau mengungkapkan taubat dengan lisan --tanpa janji dalam hati-- itu adalah taubat para pendusta,
Hasan Al Bashri berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.
Al Kulabi berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.
Sa'id bin Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian sendiri.
Kelompok pertama menjadikan kata nasuha itu dengan makna maf'ul (objek) yaitu orang yang taubat itu bersih dan tidak tercemari kotoran. Maknanya adalah, ia dibersihkan, seperti kata raquubah dan haluubah yang berarti dikendarai dan diperah. Atau juga dengan makna fa'il (subjek), yang bermakna: yang menasihati, seperti khaalisah dan shaadiqah.
Muhammad bin Ka'b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk. (Madaarij Saalikiin : 1/ 309, 310. Cetakan As Sunnah Al Muhammadiyyah, dengan tahqiq Syaikh Muhammad Hamid al Faqi. Dan tafsir Ibnu Katsir : 4/ 391, 392).
Sekadar Bicara Taubat dengan Lidah Bukan Taubat
Taubat tidak sekadar mengucapkan dengan lidah, seperti dipahami oleh kalangan awam. Ketika salah seorang dari mereka datang kepada seorang tokoh agama ia berkata kepadanya: "Pak kiyai, berilah taubat kepada saya". Kiyai itu akan menjawab: "ikutilah perkataanku ini!": "aku taubat kepada Allah SWT, aku kembali kepada-Nya, aku menyesali dosa yang telah aku lakukan, dan aku berjanji untuk tidak melakukan maksiat lagi selamanya, serta aku membebaskan diri dari seluruh agama selain agama Islam".
Dan ketika ia telah mengikuti ucapan kiyai itu dan pulang, ia menyangka bahwa ia telah selesai melakukan taubat!.
Ini adalah bentuk kebodohan dua pihak sekaligus: kebodohan orang awam itu, serta sang kiyai juga. Karena taubat bukan sekadar ucapan dengan lidah saja, karena jika taubat hanya sekadar berbuat seperti itu, alangkah mudahnya taubat itu.
Taubat adalah perkara yang lebih besar dari itu, dan juga lebih dalam dan lebih sulit. Ungkapan lisan itu dituntut setelah ia mewujudkannya dalam tindakannya. Untuk kemudian ia mengakui dosanya dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Sedangkan sekadar istighfar atau mengungkapkan taubat dengan lisan --tanpa janji dalam hati-- itu adalah taubat para pendusta,
seperti dikatakan oleh Dzun
Nun al Mishri. Itulah yang dikatakan oleh Sayyidah Rabi'ah al 'Adawiyah:
"istighfar kita membutuhkan istighfar lagi!" Hingga sebagian mereka
ada yang berkata: "aku beristighfar kepada Allah SWT dari ucapanku: 'aku
beristighfar kepada Allah SWT'". Atau taubat yang hanya dengan lisan,
tidak disertai dengan penyesalan dalam hati!
Sementara hakikat taubat adalah perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan perbuatan akal, diikuti oleh perbuatan hati, dan menghasilkan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, al Hasan berkata: "ia adalah penyesalan dengan hati, istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi."
Sementara hakikat taubat adalah perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan perbuatan akal, diikuti oleh perbuatan hati, dan menghasilkan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, al Hasan berkata: "ia adalah penyesalan dengan hati, istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi."
TAUBAT ATAU BERTAUBAT YANG
BENAR
A p a b i l a
seseorang telah berkejangkitan penyakit yg disebut “dosa” atau telah “berbuat
maksiat”, maka obatnya adalah ‘taubat’ kepada Allah SWT. Taubat adalah obat
dari penyakit jiwa dan rusaknya amal. Allah telah mensyaratkan taubat ini
kepada hambaNya dan mencintai orang – orang yg suka ber-taubat ini disetiap
saat.
Firman Allah SWT dlm
QS. At Tahriim : 8 “Yaa ayyuhal ladziinaa aamanuu tuubuu ilallahi taubatan
nashuuhaa” artinya: “Wahai orang-orang yg beriman (percaya) ber-taubat-lah
kepada Allah dengan taubat Nasuha (semurni-murninya)”. QS. An-Nur: 31 artinya:
“Dan taubat-lah kalian semua kepada Allah, hai
orang-orang yg beriman supaya kamu beruntung”. QS. Al-Baqarah: 222 artinya:
“Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yg taubat dan mencintai orang-orang yg suci”. Pengertian
taubat : kembali kepada “jalan yg benar”, jalan yg diridhoi oleh Allah
SWT. Hadits tentang taubat, Rasulullah bersabda Artinya:
“Wahai manusia ber-taubat-lah kepada Allah dan
istighfarlah kepada-Nya, maka sungguh Aku bertaubat seratus kali dalam sehari”
(HR. Muslim). Lalu yg artinya: “Siapa yg ber-taubat sebelum
matahari terbit dari barat, maka Allah menerima taubat-nya” (HR. Muslim).
Disamping itu yg
artinya: “Seorang yg taubat dari dosa seperti orang yg tidak punya dosa,
dan jika Allah mencintai seorang hamba, pasti dosa tidak akan membahayakannya”
(Hadist diriwayatkan Ibnu Mas’ud dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah, Al-Hakim,
At-Turmudzi).
Berikut yang artinya :
“Orang yg ber-taubat itu kekasih Allah SWT dan orang yg ber-taubat itu seperti
orang yg tidak mempunyai dosa” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud).Juga
disebutkan artinya:
“Tidak ada sesuatu yg
lebih dicintai Allah melebihi seorang pemuda yang taubat” (HR. Salman (daif /
lemah).Nabi SAW bersabda: “Andaikan kamu berbuat dosa, sehingga dosamu mencapai
langit kemudian kalian ber-taubat, niscaya Allah memberi ampun kepada
kalian”(HR. Ibnu Majah).
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Azzawa
jalla tetap menerima taubat seseorang hamba selama belum naza”. Dalam riwayat
At-Tirmidzi disebutkan :”Seseorang mungkin jika berbuat dosa maka berbintik
hitam dalam hatinya, maka bila ia ber-taubat menghentikan dan membaca istighfar
mengkilap kembali hatinya, dan bila menambah dosanya bertambah bintik hitamnya,
sehingga menutup hatinya, maka itulah yg bernama ar roan yg hati mereka telah
kotor (keruh,gelap) dari pada yg mereka lakukan” (HR. At-Tirmidzi).
Taubat yg bisa
mengobati dosa: adalah taubat nasuha atau taubat yg benar.
Taubat yg benar mempunyai
tiga unsur, antara lain:
Menyadari (sadar)
dengan betul-betul akan kejahatan, perbuatan-perbuatan dosa atau maksiat yg
telah diperbuatnya dan merasa sangat menyesal telah melakukannya.
2. Berjanji dalam diri
untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan tidak terpuji tersebut selamalamanya dan
berusaha tidak mengulangi perbuatan dosa lagi.
3. Berusaha untuk
menghilangkan bekas-bekas dosanya yg telah lalu dengan menutupnya dengan amal
sholeh dan perbuatan yg baik.
Dgn kesadaran, orang yg telah bertaubat berusaha segera mensucikan jiwanya dgn
banyak ber-dzikir atau meng-ingat Allah SWT dan banyak beramal sholeh serta
mengurangi kesalahan-kesalahan yg diperbuat. QS. Ali ‘Imraan : 135 yang
berbunyi
“Wal ladziina idzaa
fa’aluu faahisyatan auzhalamuu anfusahum dzakarullaaha fas taghfaruu li
dzunuubihim wa may yaghfirudz dznuuba illallaahu wa lam yushirruu ‘alaa maa
fa’aluu wa hum ya’lamuun” artinya:
“Dan (juga) orang-orang yang bila berbuat keji
atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada Allah, lalu mereka memohon
ampun atas dosa-dosanya. Dan siapa lagi yang dapat mengampunkan dosa melainkan
Allah ?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu
sedang mereka mengetahui”.QS. An Nisaa: 110 yang berbunyi:
“Wa may ya’mal suu-an au yazhlim nafsahuu
tsumma yastaghfirillaaha yajidillaaha ghafuurar rahiimaa” artinya:”
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan atau
menganiaya dirinya, kemudian dia mohon ampun kepada Allah, niscaya dia
mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Berdasarkan hal tsb,
dapat diambil suatu pelajaran bahwa Allah menyukai orang-orang yg ber-taubat
atas dosa-dosanya dan pintu taubat terbuka hingga matahari terbit sampai
akhirnya kiamat datang.
Apabila telah
bertaubat dgn benar dan ikhlas, sehingga Allah menerima taubatnya dan berkenan
melimpahkan rahmatNya serta dapat membersihkan jiwa mereka hingga menjadi dekat
dgn Allah, maka semua kejahatan akan berubah menjadi kenikmatan, kejelekan
menjadi kebaikan dan diberi nur-cahaya yg menerangi serta memperoleh hidayah
dan taufiq.
Namun ada juga taubat
yg tidak diterima oleh Allah SWT, yaitu taubatnya orang-orang yg telah mencapai
sakaratul maut dan dalam keadaan kafir. QS. An Nisaa’: 18 berbunyi
“Wa laisatit taubatu
lil ladziina ya’maluunas sayyi-aati hattaa idzaa hadhara ahadahumul mautu qaala
innii tubtul aana wa lal ladziina yamuutuuna wa hum kuffaarun ulaa-ika a’tadnaa
lahum ‘adzaaban aliimaa” artinya:
”Dan tidak akan
diterima taubat dari orang-orang yg berbuat kejahatan hingga ajal mendatangi
salah seorang dari antara mereka, lalu dia berkata,
“Sesungguhnya aku
ber-taubat sekarang”. Dan tidaklah (pula akan diterima taubat) orang-orang yg
mati sedang mereka itu dalam kekafiran. Bagi mereka Kami sediakan azab yg
pedih”. Apabila seseorang hendak masuk Islam secara keseluruhan (kaffah /
lengkap) pada hakekatnya berarti hendak ber-taubat, disunahkan baginya untuk
melaksanakan mandi taubat.
Orang-orang yg hendak bertaubat, sebelumnya
diawali dengan niat dan dilanjutkan dengan mandi taubat.
Hadits Nabi diterangkan:
‘An Qais bin ‘Ashim qola: Ataihu Nabiyya sholallahu ‘alaihi wassalama uridul
Islama fa amara an agtasila bimain wasidrin, artinya: Dari Qais bin Ashim; Ia
berkata: Saya mendatangi Nabi SAW hendak masuk Islam, lalu Beliau menyuruh saya
mandi dengan air dan daun bidara (HR. Abu Dawuid dan Tirmidzi).
SHOLAT Sunnah Taubat
dalilnya hadits: “Ma mim rajulin yudznibu dzanaban tsuma yaqumu fayatatohharu
tsumma yusholli tsumma yastagfirullaha illa ghafarallau lahu” artinya:
“Tiada seorang
laki-laki yang berbuat dosa, kemudian berdiri maka ia berwudhu, kemudian
shalat, kemudian mohon ampun kepada Allah, melainkan diampuni baginya” (HR. Abu
Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Dari Abu Bakar; Ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: “ Apabila seseorang berbuat dosa kemudian bangun, lalu
berwudhuk, shalat, kemudian minta ampun kepada Allah, maka Allah mengampuni
kepadanya” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Lalu tidur
taubat,Sabda Rasulullah SAW : “Wa’udda nafsaka min ashabil qubur”
artinya: “Anggaplah / andaikanlah / rasa-rasakanlah dirimu dari golongan
orang-orang penghuni yg di kubur (ahli kubur)”,
oleh Ulama Tasawuf (Tarikat Naqsabandiyah)
dilaksanakan rangkaian kaifiyat bertaubat, dgn melaksanakan tidur dlm keadaan
bersuci, miring kekanan serta diselimuti kain putih.
Tidur sesudah mandi
dan berwudhuk serta shalat sunnah, tata caranya seperti orang mati, yaitu
berbaring di atas lambung / rusuk kanan, seolah-olah mati atau “matikan
dirimu” yg artinya “patuh” atau “mati hakekat”, merupakan cerminan dari
rukun iman yg percaya pada hari akhir.
Firman Allah SWT QS.
Az Zumar: 30
“Innaka mayyituw wainnahun mayyituun”,
artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan
mati”.
Penjelasan: Hal ini dilakukan agar mereka memperoleh
kesan mendalam, bahwa mereka satu kali kelak akan mati juga, hingga
benar-benar harus bersiap-siap untuk itu, yakni harus hidup suci dan lurus
senantiasa, karena mati datangnya tidak memberi tahu.
Bagaikan timun bisa
dipetik muda ataupun tua.Tidur dlm keadaan suci dari hadast (ber-wudhuk).
Hadits: Dari Ibnu Abbas; Sesungguhnya Nabi SAW bangun malam, lalu masuk kakus
menyelesaikan hajatnya, kemudian membasuh wajah dan kedua telapak tangannya
(berwudhuk), kemudian tidur (lagi) (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ketika tidur berbaring
di atas rusuk kanan ditutup kain putih seperti mayat terdapat dalam hadits
“Qaala lii Rasuulullaahi SAW: Idzaa ataita
madhja’aka fatawaddha wudhuuaka lisshshalaati tsummadhthaji’alla syiqqikal
aimani”(HR. Bukhari). Juga hadist :
“‘Anil barra ibnu
‘Azib qola, qola lii rasulullahu shollallhu ‘alaihi wa salamma: idza
ataitamddoji’aka fa tawadho’, katawadhu’ika lisholati tsummadhtoji’ ‘ala
syaqqikal aima”, artinya: Dari Barra bin Azib; Ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda kepadaku:
“Apabila engkau hendak
tidur, maka berwudhuklah terlebih dahulu seperti wudhukmu untuk shalat,
kemudian berbaringlah ke sebelah kananmu “(HR. Bukhari, Muslim dan Abu
Dawud).Lalu hadits yg berbunyi
“Inna nabiyya
shollallahu ‘alaihi wa sallama kana idza aroda ay yarqudawadho’a yadahu
yumma tahta khaddihi “, artinya: Dari Hafshah istri Nabi SAW; Sesungguhnya
Rasulullah SAW apabila berkehendak untuk tidur, maka beliau meletakkan
tangan kanannya di bawah pipinya (HR. Abu Dawud).
Selanjutnya sabda
Rasulullah yg berbunyi “Ilbisu min tsiyabikumul bayadho fa innaha khairu
tsiyabikum wa kaffinu fiha mautakum”, artinya:
“Pakailah olehmu
pakaian yg putih (termasuk selimut), seungguhnya kain putih itu kain yang
paling baik, dan kafanilah mayat kamu dengan kain putih pula (HR. Abu Daud).
Demikian pula: Dari Ibnu Abbas, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Pakailah
olehmu pakaian kamu yg putih, sesungguhnya (pakaian putih itu adalah) pakaian
kamu yg terbaik, kafanilah mayat kamu dalam kain putih (pula) dan sebaik-baik
celakmu itu utsmud, Ia bisa memperjelas penglihatan dan menumbuhkan rambut”
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar