Ekspedisi
Tabuk
Madinah
telah tumbuh menjadi pusat pemerintahan yang utuh. Sepulang dari pembebasan
Mekah, seiring dengan semakin banyaknya kabilah yang memeluk Islam, Muhammad
pun mengenalkan ketentuan pajak dan zakat. Setiap Muslimin diwajibkan untuk
mengeluarkan zakat 'usyr'. Yakni zakat hasil bumi sebesar 10 persen untuk
pertanian beririgasi dan 20 persen untuk pertanian tadah hujan. Orang-orang
Arab yang belum memeluk Islam diwajibkan membayar 'khazraj' atau
pajak tanah.
Hampir
seluruh masyarakat menerima baik ketentuan demikian. Hanya beberapa kelompok
kecil yang menentang. Antara lain Bani Tamim. Salah satu puak di kelompok itu
bahkan menyiapkan tombak untuk menyambut petugas pemungut pajak.
Rasulullah
mengambil langkah tegas. Lima puluh orang pasukan berkuda yang dikomandoi
Uyaina bin Hishn segera bergerak menggempur pembangkang pajak itu. Lebih dari
50 orang warga Bani Tamim -laki-laki, perempuan bahkan anak-anak, baik yang
Muslim maupun yang masih jahiliyah-digiring ke Madinah untuk dipenjarakan.
Masyarakat
Bani Tamim mengirim utusan pada Rasul, minta mereka dibebaskan. Diingatkannya
bahwa sebagian tahanan itu adalah orang-orang yang telah menyertai Muhammad
dalam pembebasan Mekah dan Perang Hunain. Namun Muhammad tidak memberi
keringanan apapun pada mereka. Baru setelah mereka menyerah dan kemudian masuk
Islam seluruhnya, Rasul membebaskan seluruh tahanan itu.
Sikap
keras juga ditujukan pada orang-orang munafik. Semakin banyaknya pemeluk Islam,
semakin banyak pula jumlah orang-orang munafik. Secara resmi mereka memeluk
Islam, namun terus berupaya menggerogoti kewibawaan Islam. Sikap keras itu
ditunjukkan Rasul dalam persiapan ekspedisi Tabuk. Saat itu, tersiar kabar
bahwa Romawi tengah menyiapkan pasukan untuk menggempur kekuatan Islam. Rasul
kemudian menyeru kaum Muslimin untuk bersiap menghadapi Romawi.
Beberapa
orang munafik mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang melawan Romawi.
Muhammad tidak mendesak mereka untuk pergi, melainkan malah memintanya untuk
tetap di Madinah. Ketika Abdullah bin Ubay menyusun pasukan sendiri untuk ikut
ekspedisi, Rasul juga menolak. Ketika itu orang-orang munafik juga membangun
masjid dan meminta Muhammad meresmikannya.
Ketika
itu Muhammad meminta mereka menunda peresmian tersebut. Namun sepulang dari
Tabuk, Nabi bahkan menugasi sahabat untuk membakar masjid tersebut, yang
kemudian dikenal sebagai "masjid dhirar". Yakni masjid yang dibangun
bukan untuk tujuan sesungguhnya, melainkan untuk tempat memecah belah umat.
Terbukti bahwa orang-orang menggunakan masjid tersebut untuk tempat berkumpul,
bergosip, mencari-cari kesalahan umat Islam sendiri.
Perhatian
Muhammad kemudian tersita terhadap ancaman Romawi. Ia menggalang kekuatan yang
melibatkan sekitar 30 ribu prajurit. Masih banyak lagi yang ingin bergabung.
Namun Muhammad menolak mereka lantaran terbatasnya jumlah unta dan kuda yang
dimiliki. Padahal orang-orang kaya menyerahkan sebagian besar hartanya untuk
ekspedisi tersebut. Di antaranya adalah Usman Bin Affan. Ratusan orang menangis
karena tak dapat mengikuti perjalanan tersebut.
Dalam
usia sekitar 60 tahun, Muhammad masih memimpin sendiri pasukan menuju ke arah
Syam. Mereka sempat beristirahat di Tsamud, wilayah yang di masa silam telah
dihancurkan Allah karena keingkaran warganya terhadap Nabi Allah. Pasukan
kemudian melanjutkan perjalanan ke Tabuk -tempat ayang diyakini bakal menjadi
ajang perang besar melawan Romawi. Namun ternyata Romawi teklah menarik
pasukannya.
Di
Tabuk, Muhammad sempat menjalin perjanjian dengan penguasa Alia yang beragama
Nasrani, Yohanna bin Ru'ba. Yohanna menjanjikan bahwa wilayahnya akan mengikuti
ketentuan yang berlaku bagi wilayah-wilayah lain yang juga tunduk pada
Muhammad. Pada Yohanna, Muhammad memberikan cindera mata berupa mantel tenunan
dari Yaman.
Sementara
itu, Khalid bin Walid dan 500 pasukannya melanjutkan misi ke Duma, wilayah
garis depan kekuasaan Romawi. Mereka berhasil menyergap pemimpin Duma, Ukaidir.
Ukaidir lalu dibawa ke Madinah menyusul Muhammad yang telah pulang dari Tabuk.
Ia datang mengenakan baju sutera berumbai emas, dan diiringi 2000 ekor unta dan
800 ekor kambing. Warga Madinah ternganga melihat penampilan Ukaidir. Pemimpin
Duma itu kemudian juga masuk Islam.
Kemenangan
besar telah diraih. Namun Rasulullah menerima cobaan. Anak laki-laki yang
sangat disayanginya, Ibrahim, jatuh sakit dan kemudian meninggal. Muhammad
bercucurkan air mata sampai ia diingatkan para sahabat bukankah ia sendiri
melarang bersedih karena kematian. Muhammad lalu menjawab bahwa yang dilarang
bukanlah berduka cita, melainkan "menangis (untuk musibah) dengan suara
keras".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar