Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Saudaraku..."
Secara terminologi (istilah) tarekat yang berasal dari kata thariqah itu yang mula-mula adalah berarti jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kemudian ia digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologi moral untuk membimbing seseorang mengenal Tuhan.
Tarekat dalam pengertian inilah yang digunakan dalam karya al-Junayd, al-Hallaj, al-Sarraj, al-Hujwiri, dan al-Qushayri.
Dengan melalui jalan itu seseorang dapat menempuh berbagai tingkatan psikologis dalam keimanan dan pengamalan ajaran Islam sehingga dapat mencapai pengetahuan tentang Tuhan dari satu tingkatan ke tingkatan yang lebih tinggi, hingga akhirnya ia mencapai realitas (hakikat) Tuhan yang tertinggi.
Jadi artinya "Tarekat, adalah suatu metode cara praktis dalam membimbing murid dengan menggunakan pikiran, dan perasaan, serta tindakan melalui tingkatan-tingkatan secara terus menerus dan berurutan untuk merasakan hakikat Tuhan.
Tarekat adalah jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar supaya dia berada sedekat mungkin dengan Allah.
Berdasarkan uraian itu maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh seorang murid agar berada sedekat mungkin dengan Tuhan di bawah bimbingan seorang guru (mursyid).
Demikian pula halnya yang terjadi diseluruh belahan bumi termasuk di Indonesia yg merupakan tempat perkembangannya
Sebagaimana pula kita lebih banyak mengenal ajaran tasawuf lewat lembaga keagamaan non-formal yang namanya lebih di kenal dengan tarekat.
Di Jawa Timur misalnya, kita jumpai Thariqah Qadiriyah yang cukup dikenal, disamping Thariqah Naqsabandiyah, Syadziliyah, Tijaniyah, dan Sanusiyah.
Dalam satu dasawarsa terakhir ini, kita melihat adanya langkah lebih maju dalam perkembangan tarekat-tarekat tersebut dengan adanya koordinasi antara berbagai macam tarekat itu lewat ikatan yang dikenal dengan nama Jam'iyah Ahlal-Thariqah al-Mu'tabarah.
Sebagaimana pula halnya dengan keadaan di kita maksudnya di Di Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
Dimana kitapun banyak memiliki wakil, di antaranya adalah: Syaikh Abdul Karim dari Banten, Syaikh Ahmad Thalhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah dari Madura, Muhammad Isma'il Ibn Abdul Rahim dari Bali, Syaikh Yasin dari Kedah Malaysia, Syaikh Haji Ahmad dari Lampung dan Syaikh Muhammad Makruf Ibn Abdullah al-Khatib dari Palembang. Mereka kemudian menyebarkan ajaran tarekat ini di daerah masing-masing.
Penyebaran ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di daerah Sambas Kalimantan Barat (asal Syaikh Ahmad Khatib) dilakukan oleh dua orang wakilnya yaitu Syaikh Nuruddin dari Philipina dan Syaikh Muhammad Sa'ad putra asli Sambas. Baik di Sambas sendiri, maupun di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa
Demiian pula Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah tidak dapat berkembang dengan baik. Keberadaannya di luar pulau Jawa, termasuk di beberapa negara tetangga yang berasal dari kemursyidan yang ada di pulau Jawa.
Adapun penyebab ketidak berhasilan penyebaran tarekat ini di luar pulau Jawa adalah karena tidak adanya dukungan sebuah lembaga yang permanen seperti halnya pesantren.
Namun setelah Syaikh Ahmad Khatib wafat (1878), pengembangan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dilakukan oleh salah seorang wakilnya yaitu Syaikh Tolhah bin Talabudin bertempat di kampung Trusmi Desa Kalisapu Cirebon.
Yang selanjutnya Beliau disebut Guru Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah untuk daerah Cirebon dan sekitarnya.
Dan diantara salah seorang muridnya adalah yang bernama Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian dikenal sebagai Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya.
Yangmana setelah berguru sekian lamanya, maka dalam usia 72 tahun ,beliau mendapat khirqah (pengangkatan secara resmi sebagai guru dan pengamal ) Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dari gurunya yaitu Mama Guru Agung Syakh Tolhah Bin Talabudin ( dalam silsilah urutan ke 35 ).
Yang selanjutnya Pondok Pesantren Suryalaya menjadi tempat untuk bertanya tentang "Thoreqat Qodiriyah Naqsabandiyah.
Yang kemudian dilanjutkan dibawah naungan pimpinan ;
KH. A Shohibulwafa
Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya
tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur
Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj
Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg
School) di Ciamis antara tahun 1923-1928.
Dua tahun kemudian
(1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati
Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan
Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak
memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan
memimpin sebuah pesantren.
Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam.
Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam.
Ketika Abah Sepuh
Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin
pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan
ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil
sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi
untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga
listrik, dan lain-lain.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.
Di samping
melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan
dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti
dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP
Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah
kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah
Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar