Kamis, 13 Oktober 2016

Catatan Penting ”Pengertian Sifat Ma’ani,~

Bismillah Alhamdulillah,“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam (Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para Ahli Hikmat dan Para Ahli Karomah. Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat segala sesuatu di bumi dan di langit.

Solawat dan salam terhadap junjungan kita Muhammad s.a.w penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka sampai Hari Pembalasan. ”Aamiin....

Saudaraku...”
Berikut Ini Mengenai Tentang Penjabaran Sifat Ma’ani
* Sifat Ma’ani, maksudnya adalah sifat-sifat Allah yang penggambaran (Tajalli) makna lahir sifat-sifat tersebut pada manusia. Sifat ma’ani tersebut ada Tujuh macam;
Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar dan Kalam.

Qudrat, artinya, Kuasa. Allah menampakkan lahir sifat kuasa tersebut pada manusia seperti manusia kuasa membuat meja, kursi, televise, radio dan lain-lain. Namun pada hakikatnya kekuasaan atau kemampuan manusia tersebut hanyalah sekedar pemaknaan belaka, sedangkan Sang Kuasa Hakiki adalah Allah SWT.
Dengan demikian manusia adalah Sang Fakir yang sama sekali tidak mempunyai daya dan kemampuan apa-apa. Inilah makna “ Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.” Tidak ada daya dan kekuatan melainkan daya dan kekuatan Allah SWT.

Lebih tegas lagi Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya,
“ Wallahu khalaqakum wamaa ta’maluun” artinya Alllah yang telah menciptakanmu dan apa-apa yang kamu kerjakan. Dengan demikian berarti bahwa yang kuasa membuat meja, kursi, televise, radio dan lain-lain hanyalah Allah semata, sedangkan manusia dan semua makhluq yang lain bersifat ‘Ajzun yang sama sekali tidak mempunyai daya dan kemampuan apa-apa.

Hal ini pula-lah yang kita ikrarkan didalam shalat “ inna shalaati iwanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil ‘alamiin.” Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah milik Allah penguasa alam.
Iradat, artinya Kehendak. Allah menampakkan sifat kehendak ini pada kehendak manusia dan semua makhluqnya. Seperti, Si Fulan berkehendak menuntut ilmu tauhid di Pesantren Suryalaya, Rangga Warsito berkehendak mengarang serat wirid hidayat jati,“ Nurasajati Purnama Alam, berkehendak untuk menyampaikan ajaran yg telah diberikan oleh Gurunya, dan lain-lain kehendak.

Kehendak-kehendak manusia sebagaimana contoh di atas pada hakikatnya adalah kehendak Allah. Juga kehendak makhluq-makhluq yang lain seperti walet membuat sarang dengan air liurnya, laba-laba menjerat mangsanya dengan peerangkap jarring-jaringnya, ular hendak melumpuhkan mangsanya dengan bisanya dan lain-lain.

Makhluq-makhluq tersebut melakukan aktifitasnya sesuai dengan kodratnya masing-masing berdasarkan insting atau ilham yang diberikan Allah kepadanya.
Lalu bagaimana dengan kehendak-kehendak yang buruk seperti mencuri, berzina dan sebagainya? Apakah juga kehendak Allah?

Bagaimana pula peran Iblis dan Syetan ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perhatikan kutipan ayat berikut:
“ Fa alhamahaa fujuurahaa wataqwaaha.” Artinya, maka Allah mengilhamkan keburukan dan ketaqwaan kepadanya. Juga hadist Nabi Muhammad SAW,

“ Man yahddillaahu falaa mudhillalah waman yudhlil falaa haadiyalah.
” Dan masih banyak ayat maupun hadist lain yang maknanya serupa.
Dengan demikian yang menggerakkan hati manusia untuk melakukan kebaikan maupun keburukan adalah Allah sendiri. Sedangkan Iblis maupun syetan hanyalah madhar dari af’al Allah.

Kalau ditanya mengapa Allah memberikan pahala kepada orang yang berbuat kebaikan? Dan menyiksa orang yang berbuat salah? Jawabnya adalah, itu semua Hak Priogatif Allah.
Allah bersifat JAIZ. Dia wenang berbuat apa saja menurut kehendakNya sendiri kepada semua makhluqnya. Bukankah manusia dan seluruh jagat raya dan seisinya ini milik Allah.

Maka “Dia bebas berbuat apa saja, mau mengganjar atau menyiksa kepada siapa saja yang dikehendakinya, tanpa ada satupun yang bisa mencegah atau menghalang-halanginya.
Sifat semacam ini ada yang menyebutnya sifat sak karepe dewe. Dalam menyikapi hal ini disamping kita harus betul-betul pasrah dan tawwakal kepada-Nya,

Olehkarenanya Baginda Rasulullah SAW mengajarkan do’a kepada umatnya,
“ Yaa muqallibal quluub tsabbit qalbi ‘alaa diinika wa’alaa tha’atika.
” Wahai dzat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama dan ketaatan pada-Mu Rasulullah juga pernah berdo’a, “ A’uudzubika minka.” Aku berlindung pada-MU dari-MU.
Ilmu, artinya Mengetahui. Maksudnya adalah Allah menampakkan sifat Ilmunya ini pada pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Misalnya Nabi Adam as bisa menunjukkan nama-nama benda dihadapan para malaikat setelah Allah mengajarkan nama-nama benda tersebut kepadanya.

Sedangkan para malaikat yang tidak diajarkan nama-nama benda tersebut tidak bisa menyebutkannya.
Ketika Allah menyuruh kepada malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda tersebut, para malaikat menjawab,

” Laa ‘ilma lanaa illaa maa’allamtanaa innaka antassamii’ul ‘aliim.”
Sesungguhnya engkau adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dari penjelasan ayat diatas dapat kita petik suatu pengertian bahwa pada hakikatnya Nabi Adam as pun, tidak dapat menyebutkan nama-nama benda tanpa dibarengi sifat ilmunya Allah.

Dengan demikian yang mengetahui dan yang bisa menyebutkan nama-nama barang tersebut adalah ALLAH.
Manusia mengetahui ilmu listrik ilmu astronomi, ilmu botani, ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu cloning dan segala macam bentuk keilmuan, termasuk ilmu hakikat-makrifat, pada hakikatnya tetap Allah saja yang mengetahuinya.

Manusia bisa ini itu, mengetahui ini itu karena dibarengi sifat ilmu Allah.
Jika Allah tidak menampakkan sifat ilmunya ini kepada manusia, maka manusia akan tetap buta, tidak bisa mengetahui apa-apa.

Hayat, artinya Hidup. Allah itu bersifat Hidup atau Urip. Berarti dimana saja ada kehidupan maka disitu ada Dzat Hidup.

Yang namanya Hidup berarti tidak akan kena mati.
Hayyun daa-imun laayamuutu Abadan. Urip langgeng tan kena ingat pati selamanya. Hidup itu kekal adanya. Kalau ada hidup tidak kekal, maka namanya bukan hidup, tetapi dihidupi.

Hidup itu hanya satu adanya dari dulu kala sebelum digelarnya jagat sampai sekarang ini dan sampai kapanpun yea hanya satu itu. Dia yang Maha Hidup itu sama sekali tidak mengalami perubahan dan kematian.

Dia tetep langgeng tan kena owah gingsir ing kahanan jati. Dialah yang kita sebut sebagai Dzat Allah.
Maka dengan adanya Dzat Yang Maha Hidup ini, lalu muncullah kehidupan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan pada hakikatnya tidak hidup. Buktinya manusia, hewan tumbuh-tumbuhan masih mengalami mati. Bukankah hidup itu langgeng?

Dengan demikian berarti yang hidup hanyalah Allah semata, adapun manusia bisa bergerak, beraktifitas demikian pula dengan makhluq yang lain. Semua itu karena bersamaan dengan adanya sifat Hayatnya Allah. Dengan kata lain Allah menampakkan sifat hayatnya ini pada manusia dan semua makhluqnya.
Karena sesungguhnya Hidup adalah Hidup-Nya Allah, olehkarenanya maka kembalinya juga harus kepada Allah. Jika tidak demikian berarti ia tersesat namanya.

Demikianlah bahasan kita kali ini semoga saja menjadikan kemanfaatan bagi kita semu. ”Aamiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar