Assalamu
Allaikum Wr. Wb.
Saudaraku...
“Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasululloh bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam…” (HR Mutafaqun ‘alih).
Lidah tak bertulang, namun ketajamanannya dapat menembus hingga lubuk hati yang paling dalam. Luka yang diakibatkannya pun seringkali sulit untuk bisa dilupakan dalam waktu yang singkat.
Lidah atau lisan, adalah salah satu nikmat yang diberikan kepada kita oleh Allah swt. Selain sebagai salah satu indera perasa (indera pengecap). Lidah atau lisan juga sebagai salah satu bagian dari ‘alat’ komunikasi kita.
Dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain seperti telinga kita cenderung lebih sering menggunakan lidah.
Artinya dibandingkan mendengar kita lebih menyukai berbicara. Dari hadis di atas, Rasululloh mensinyalir bahwasanya lisan dapat membawa ‘kerusakan’ yang besar kalau kita tidak dapat menjaganya.
Untuk itu Rasululloh mendahulukannya dengan kata-kata, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…”. Dengan kata lain menjaga lisan itu adalah hal yang harus benar-benar kita perhatikan.
Sehingga dimasukan dalam salah satu ciri atau tanda berimannya seseorang. Dalam realitanya pun kita dapat melihat seberapa besar bahaya yang diakibatkan oleh ‘kejahatan lisan’.
Persaudaraaan, kekerabatan, pertemanan, perceraian, bahkan pertumpahan darah pun bisa terjadi karena bahaya yang dihasilkan oleh lisan. Bahaya tersebut antara lain adalah berupa hasud, fitnah, celaan, dan yang lainnya.
Terlebih bagi kaum wanita yang sangat rentan sekali dengan kebohongan berita atau ‘gosip’. Sudah menjadi rahasia umum ‘ngegosip’ adalah ‘hobi’ para wanita, baik itu ibu-ibu maupun yang masih lajang.
Seringkali kita tidak pernah sadar akan kemadhorotan yang besar dan merugikan bagi orang lain juga diri kita sebagai akibat dari tidak bisanya menjaga lisan.
Dalam kitab-Nya yang suci Al-Qur’anul Karim Allah swt berfirman, “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) di sisi Allah…” (QS Al-Baqoroh [2]:217).
Ini memperkuat betapa pentingnya memperhatikan lisan kita agar tidak melukai perasaan orang lain, terlebih sampai menimbulkan kemadhorotan yang lebih besar.
Saudaraku...
“Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasululloh bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam…” (HR Mutafaqun ‘alih).
Lidah tak bertulang, namun ketajamanannya dapat menembus hingga lubuk hati yang paling dalam. Luka yang diakibatkannya pun seringkali sulit untuk bisa dilupakan dalam waktu yang singkat.
Lidah atau lisan, adalah salah satu nikmat yang diberikan kepada kita oleh Allah swt. Selain sebagai salah satu indera perasa (indera pengecap). Lidah atau lisan juga sebagai salah satu bagian dari ‘alat’ komunikasi kita.
Dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain seperti telinga kita cenderung lebih sering menggunakan lidah.
Artinya dibandingkan mendengar kita lebih menyukai berbicara. Dari hadis di atas, Rasululloh mensinyalir bahwasanya lisan dapat membawa ‘kerusakan’ yang besar kalau kita tidak dapat menjaganya.
Untuk itu Rasululloh mendahulukannya dengan kata-kata, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…”. Dengan kata lain menjaga lisan itu adalah hal yang harus benar-benar kita perhatikan.
Sehingga dimasukan dalam salah satu ciri atau tanda berimannya seseorang. Dalam realitanya pun kita dapat melihat seberapa besar bahaya yang diakibatkan oleh ‘kejahatan lisan’.
Persaudaraaan, kekerabatan, pertemanan, perceraian, bahkan pertumpahan darah pun bisa terjadi karena bahaya yang dihasilkan oleh lisan. Bahaya tersebut antara lain adalah berupa hasud, fitnah, celaan, dan yang lainnya.
Terlebih bagi kaum wanita yang sangat rentan sekali dengan kebohongan berita atau ‘gosip’. Sudah menjadi rahasia umum ‘ngegosip’ adalah ‘hobi’ para wanita, baik itu ibu-ibu maupun yang masih lajang.
Seringkali kita tidak pernah sadar akan kemadhorotan yang besar dan merugikan bagi orang lain juga diri kita sebagai akibat dari tidak bisanya menjaga lisan.
Dalam kitab-Nya yang suci Al-Qur’anul Karim Allah swt berfirman, “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) di sisi Allah…” (QS Al-Baqoroh [2]:217).
Ini memperkuat betapa pentingnya memperhatikan lisan kita agar tidak melukai perasaan orang lain, terlebih sampai menimbulkan kemadhorotan yang lebih besar.
Kita juga tak asing dengan sebuah pepatah
bijak yang mengatakan,
“Diam itu emas’. Dan itu memang sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Pada zaman sekarang menjaga lisan sudah sering tidak kita perhatikan lagi. Bahkan parahnya hal tersebut dijadikan sebagai barang komoditi.
“Diam itu emas’. Dan itu memang sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Pada zaman sekarang menjaga lisan sudah sering tidak kita perhatikan lagi. Bahkan parahnya hal tersebut dijadikan sebagai barang komoditi.
Seperti
infotainment yang menyajikan acara ‘ghibah’ atau gosip. Membicarakan hal
pribadi atau kejelakan orang lain, terlepas dari siapa dan apa yang
dibicarakannya.
Dengan tidak melihat kemadhorotannya yang lebih besar sebagai akibat dari tidak menjaga lisan mereka.
Dengan tidak melihat kemadhorotannya yang lebih besar sebagai akibat dari tidak menjaga lisan mereka.
Di sisi lain, lagi-lagi
Islam menuniukkan kesempurnaannya sebagai agama yang diridhoi di sisi-Nya.
Sampai hal yang kecil dan sering dianggap remeh ternyata Islam sangat begitu
memperhatikannya.
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam.
Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan.
Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.
Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya.
Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam.
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam.
Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan.
Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.
Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya.
Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam.
Adapun
orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara
apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga
lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”.
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak meninpakan sesuatu musibah kepada sesuatu kaum tampa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu ( QS al- Hujuraat ayat 6)
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak meninpakan sesuatu musibah kepada sesuatu kaum tampa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu ( QS al- Hujuraat ayat 6)
Maha
Benar Allah dengan segala Firman-NYA..
Lidah merupakan salah satu nikmat besar Allah subhanahu wa ta'ala dan Maha Karya-Nya yg menakjubkan. Lidah adalah bagian anggota tubuh manusia yang sulit dikendalikan, karena tak butuh tenaga dan biaya untuk menggunakannya.
Kekufuran & keimanan, misalnya, hanya dapat tampak dengan kesaksian lidah.
Dan memang bukan hal mudah tuk mengetahui kapan harus menggunakan lidah, & pengamalannyapun tak kalah sulitnya. Kebanyakan manusia meremehkan keharusan mewaspadai bahaya lidah (termasuk saya), karna itu, lidah adalah sarana paling utama bagi setan dalam menyesatkan manusia.
Diantara Beberapa Bahaya Lidah :
1. Alkalaamu fimaa laa ya'nihi.
2. Fudhulul Kalaam.
3. Al khoudh fil baathil.
4. Al Miraa wal jadaal.
5. Al Khushumah a Istifa-ulhaq.
6. Al Mizaah.
7. Bidza'atul lisan wal qoulul faahisy was-sab.
8. Al La'nu.
9. Al Ghina wasy-syi'r.
10. Attaqo'ur fil kalaam.
11. Insyaa'ussirri.
12. Alkadzabu.
13. Al Ghiibah.
14. Al-madzhu.
15. Assukhriyah wal istihza.
16. An-namiimah.
17. Al khotho' fi daqo-iqul kalaam.
Lidah merupakan salah satu nikmat besar Allah subhanahu wa ta'ala dan Maha Karya-Nya yg menakjubkan. Lidah adalah bagian anggota tubuh manusia yang sulit dikendalikan, karena tak butuh tenaga dan biaya untuk menggunakannya.
Kekufuran & keimanan, misalnya, hanya dapat tampak dengan kesaksian lidah.
Dan memang bukan hal mudah tuk mengetahui kapan harus menggunakan lidah, & pengamalannyapun tak kalah sulitnya. Kebanyakan manusia meremehkan keharusan mewaspadai bahaya lidah (termasuk saya), karna itu, lidah adalah sarana paling utama bagi setan dalam menyesatkan manusia.
Diantara Beberapa Bahaya Lidah :
1. Alkalaamu fimaa laa ya'nihi.
2. Fudhulul Kalaam.
3. Al khoudh fil baathil.
4. Al Miraa wal jadaal.
5. Al Khushumah a Istifa-ulhaq.
6. Al Mizaah.
7. Bidza'atul lisan wal qoulul faahisy was-sab.
8. Al La'nu.
9. Al Ghina wasy-syi'r.
10. Attaqo'ur fil kalaam.
11. Insyaa'ussirri.
12. Alkadzabu.
13. Al Ghiibah.
14. Al-madzhu.
15. Assukhriyah wal istihza.
16. An-namiimah.
17. Al khotho' fi daqo-iqul kalaam.
Lidah Tak Bertulang
Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Syariah, Akhlak,
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus.
Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Syariah, Akhlak,
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus.
Lisan memang karunia
Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan
sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang
baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan.
Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan
pembicaraan yang baik. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”
(Al-Ahzab: 70)
Rasulullah bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Rasulullah bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa
dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan
menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan.
Suami istri yang saling
mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan.
Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat
tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba
berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi
(akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari
no. 6092)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba apabila
berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (buruk), hal itu menggelincirkan
dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR.
Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah )
Al-Imam An-Nawawi
mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi
seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu
pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap
maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin
no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya.
Bila keadaan berbicara dan diam sama
maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena
pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci,
dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan
dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya.
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya.
Lisan akan memberikan
ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik :
“Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan.
Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ :
“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu
orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail : “Dua
perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan
banyak makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri :
“Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya,
kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais :
“Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari
penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak
berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim : “Lisan
orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia
mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka
dia akan berbicara.
Dan bila tidak ada
(maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya
berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan
(cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia
mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah:
“Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang
benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan
dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli :
“Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak
berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu
Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab:
“Diam dari segala hal yang tidak berfaidah
bagiku.” (Lihat Raudhatul ‘Uqala
wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Buah
Menjaga Lisan
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim
no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain
selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan
Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini
menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun
perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah untuk masuk ke surga.
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :“Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d :“Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no.
2546, dari shahabat Abu Hurairah , Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang
dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan
kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk
surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya
kepadanya.
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad
dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun
Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah
bersabda:
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang
diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang
ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia
berjumpa dengan Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi
kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan
diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut.
Wallahu 'alam Bisshawab.
Demikianlah Yang dapat aku haturkan dengan harapan semoga ada manfaatnya bagi kita semua juga taklupa akupun mohon maaf jika seandainya ada salah kata sekian Dan wassalam
Demikianlah Yang dapat aku haturkan dengan harapan semoga ada manfaatnya bagi kita semua juga taklupa akupun mohon maaf jika seandainya ada salah kata sekian Dan wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar