Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamu Allaikum Wr.Wb.
Saudaraku...
Menjadi hamba pilihan adalah dambaan setiap orang.
Disamping beriman dan
berilmu, ia juga memiliki akhlak yang baik.
Bila kita memahami dan
merenungi firman Allah subhanahu wa Ta’ala, sifat-sifat ‘Ibadurrahman ini telah
tercantum di dalam Al Qur’an surat Al Furqan: 63 – 74 yang sering kita baca. Kemudian apa saja dan bagaimana sifat – sifat
hamba-hamba Allah yang beriman yang dimaksud pada ayat tersebut? Berikut
pembahasannya :
1. Sifat Pertama : Tawadhu’. Sebagaimana firman Allah subahanu wa Ta’ala : “…(ialah) orang -orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati….” (Al-Furqan: 63).
Imam
Ibnu Katsir rahimahulllah menafsirkan ayat ini bahwa inilah sifat-sifat hamba
Allah subhanahu wa ta’ala yang beriman, ”Orang-orang yang berjalan dimuka bumi
dengan rendah hati (tawadhu’), berjalan di muka bumi dengan ramah dan lemah
lembut, tidak berpura-pura dalam gaya berjalannya dan tidak dengan kesombongan,
tidak berjalan dengan gaya yang dibuat-buat serta tidak lemah.
Dan
yang dimaksud bukanlah mereka berjalan seperti orang yang sakit, dalam keadaan
lemah dan dalam rangka riya’ karena Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri apabila berjalan maka seakan -akan beliau adalah air yang mengalir dari
tempat yang tinggi dan seolah-olah bumi dilipat untuk beliau.”.
Al
haun adalah gaya berjalan seseorang yang sesuai dengan karakter aslinya, tidak
berpura-pura dan tidak pula sombong, sedangkan gaya berjalan yang sombong
dibenci, kecuali dalam perang di jalan Allah.
Yang
dimaksud dengan kata “ rendah hati” disini adalah ketenangan dan kewibawaan
Sebagaimana dalam sebuah hadist, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila shalat telah ditegakkan ( iqamat ), maka janganlah kalian
mendatanginya dengan tergesa-gesa,
Datangilah
dengan berjalan biasa dan wajib bagi kalian untuk tenang sehingga rakaat
berapapun yang kalian dapat, langsunglah kalian shalat ( dibelakang imam), dan
berapa rakaat pun yang tertinggal dari kalian maka sempurnakanlah…”
(Muttafaq’alaih).
Sehingga
maksud “orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati” yaitu
bukanlah mereka yang berjalan dengan menundukkan kepalanya, sempoyongan,
sebagaimana yang difahami sebagian orang yang ingin menampakkan ketakwaan dan
kebaikannya.
Ketika
Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu melihat seorang pemuda yang berjalan dengan
lambat, ia bertanya kepadanya: ”Apakah kamu sedang sakit?“ Ia menjawab, “
Tidak.” Beliaupun memerintahkan pemuda itu untuk berjalan dengan cepat dan
penuh kekuatan.
2. Sifat Kedua : Membalas Kejelekan dengan Kebaikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, ”….dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata ( yang mengandung ) keselamatan.” (Al Furqan: 63).
Jika
orang-orang bodoh mengumpat mereka dengan ucapan yang buruk, mereka tidak
membalasnya dengan ucapan yang buruk pula, tetapi memaafkan, membiarkan, dan
tidak membalas kecuali dengan perkataan yang baik.
Sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membalas perbuatan bodoh (jahil)
mereka melainkan dengan kesabaran dan lemah lembut, “Qaalu Salaaman”: ada
beberapa pendapat dalam memaknai kata “salaaman” yaitu : (a).
Tidak
bertindak bodoh kepada seorang pun dan jika ada yang bertindak bodoh kepada
mereka, mereka akan berlemah lembut kepadanya, (b) Mereka berkata dengan
perkataan yang benar tidak menyakiti dan tidak mengandung dosa.
Dan
ini merupakan pendapat imam Mujahid, yang menjelaskan tentang makna dari kata
“salaaman” yaitu kebenaran, yang dimaksud adalah mereka (‘Ibadurrahman), (c).
Ada yang berpendapat,
”Jika
orang-orang tolol mengarahkan kepada mereka ucapan yang buruk dan perkataan
yang keji, mereka mengatakan kepada orng-orang tersebut, ”Salaaman” yaitu,
”Uacapan keselamatan dari kalian,” itu merupakan ucapan salam perpisahan, bukan
penghormatan.”
Maka sifat ‘Ibadurrahman adalah tidak membalas perkataan yang buruk dengan perkataan yang serupa. Dan ketika orang-orang dungu melontarkan kalimat yang rendah, ucapan yang buruk dan ungkapan yang keji lagi jelek, merekapun berpaling dan berkata: semoga keselamatan menimpa kalian, kami tidak mengharapkan orang-orang yang bodoh.
Imam
Ahmad meriwayatkan dari An-Nu’man bin Muqrin Al Muzani, dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika ada seseorang mencaci orang yang
ada di dekat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian orang yang dicaci
itu berkata: bagimu keselamatan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
”Sesungguhnya
seorang malaikat yang ada diantara kalian berdua, setiap kali orang itu
mencacimu, dia akan membelamu, ia berkata kepada pencaci itu, Bahkan kamu dan
kamu yang lebih pantas mendapatkan cacian tersebut, dan apabila kamu mengatakan
kepadanya, ’Bagimu keselamatan’, malaikat akan berkata, Tidaklah untuknya,
tetapi untuk kamu, kamu lebih pantas mendapatkannya.” (HR. Ahmad)
3. Sifat Ketiga : Senantiasa Tahajjud di Keheningan Malam. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, ”Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al Furqan: 64).
Sifat
ketiga untuk menjadi hamba yang ‘Ibadurrahman yaitu senantiasa tahajjud
dikeheningan malam di saat kebanyakan manusia sedang tidur atau menghabiskan
malam untuk waktu istirahat mereka. Pada kondisi inilah disaat hati sedang
tenang karena jauh dari berbagai kesibukan urusan dunia.
Mereka
adalah orang yang menyedikitkan tidurnya, menjauhkan diri dari hal-hal yang
melalaikan jiwa mereka di malam hari. Rasa takut dan harapan mereka terhadap
Rabb mereka telah mampu menjadikan mereka sebagai manusia-manusia penghidup
malam.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan
mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta
mereka menafkahkan apa-apa rizki yang kami berikan.” (As-Sajdah: 16).
Juga
dalam surat Ad Dzaariyat ayat 17-18, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
”Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam, mereka
memohon ampun.”
Pengkhususan waktu malam dalam ayat di atas dikarenakan ibadah dalam waktu malam lebih bisa menghadirkan kekusyukan dan lebih menjauhkan dari riya’, rasa ingin dilihat, diperhatikan dan sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
”Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu
itu lebih berkesan.” (Al Muzammil: 6 ). Waktu malam merupakan waktu yang tepat
untuk beribadah dan bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Waktu
yang mustajab untuk berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi
Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir
malam, lalu Berfirman: ‘Barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan,
barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang
meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya.’” ( HR. Al Bukhari)
4. Sifat Keempat: Ketakutan Mereka dari Adzab
Neraka Jahannam. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan orang-orang yang
berkata, ‘Ya Rabb kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya
itu adalah kebinasaan yang kekal.’ Sesungguhnya Jahannam itu seburuk – buruk
tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al Furqan : 65-66).
Sifat
hamba yang ‘Ibadurrahman adalah mereka takut terhadap adzab neraka Jahannam.
Secara umum makna ayat ini yaitu menjadikan mereka beribadah kepada Rabb
mereka, karena mereka takut terhadap
siksa-siksa-Nya,
sesungguhnya
tidak ada orang pun yang merasa aman dari adzab Rabb mereka, dari
kedatangannya, sehingga mereka senantiasa mengharapkan rahmat dari Allah,
disebabkan karena ketakutan, dan kekhawatiran terhadap adzab serta siksaan-Nya.
Begitulah
keadaan orang-orang yang beriman kepada Allah , mereka tidak pernah putus asa
memohon kepada Allah , dan tidak pernah merasa tenang akan siksa dari-Nya.
(Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Al- Ausath).
Kedahsyatan adzab neraka Jahannam sudah banyak digambarkan melalui ayat-ayat Al Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam menerangkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dihadapannya
ada Jahannam dan dia diberi minuman dengan air nanah itu dan hampir dia tidak
bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru,
tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada adzab yang berat.”
(Ibrahim: 16-17).
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Air itu akan didekatkan ke mulutnya
(penghuni neraka), namun ia menolak, maka air itu memanggang wajahnya dan
tumpah ke kulit kepadanya.
Sehingga jika ia meminumnya, maka iapun
memotong-motong usus-ususnya lalu keluar dari duburnya. Allah Azza wa Jalla
berfirman, ‘Dan mereka diberi minum dengan air hamim, sehingga air tersebut
memotong-motong usus-ususnya,’ (Muhammad: 15) (dan berfirman),
Dan katakanlah, ’…dan jika mereka meminta
minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih
yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.’” (Al Kahfi: 2 )
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Al Muhli berarti air yang kasar seperti endapan minyak.
Air
itu hitam, bau, kasar, dan panas. Karena itu Allah berfirman, ”Yang
menghanguskan muka” karena demikian panasnya.
Jika orang kafir akan meminumnya lalu dia
mendekatkan ke wajahnya, maka hanguslah mukanya dan berjatuhan kulit wajahnya.
Dan
masih banyak kengerian-kengerian siksa neraka Jahannam yang akan diberikan
kepada calon penghuninya.
5. Sifat Kelima: Tidak Berlebihan dalam Membelanjakan Harta. Firman Allah subhanahu wa ta’ala, ”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al Furqan: 67).
Maknanya
adalah sesungguhnya diantara sifat mereka bahwa mereka senantiasa bersikap
pertengahan dalam infaq mereka sehingga mereka tidak israf dengan melampaui
batas yang tidak disyari’atkan Allah dan tidak pula mereka bakhil, lebih-lebih
taqtir dan menyempitkan hingga di bawah batasan.
Sesungguhnya mereka adil dan tengah-tengah
dalam melakukannya karena mengetahui bahwa sebaik-baik urusan adalah
pertengahannya, sehingga di dalam kehidupan mereka, mereka adalah tauladan yang
dapat ditiru di dalam sikap ekonomis dan pertengahan serta seimbang.
Jadi kedua sifat yang harus dihindari yaitu israf dan taqtir. Penyianyiaan harta yang bukan pada tempatnya merupakan bentuk Israf sedangkan taqtir adalah pengumpulan harta untuk dirinya sendiri.
Jadi kedua sifat yang harus dihindari yaitu israf dan taqtir. Penyianyiaan harta yang bukan pada tempatnya merupakan bentuk Israf sedangkan taqtir adalah pengumpulan harta untuk dirinya sendiri.
Maka
hamba yang ‘Ibadurrahman dia adalah pertengahan dan seimbang dalam menggunakan
hartanya. Banyak sekali dalil-dalil yang membahas tentang masalah harta ini,
baik itu berupa pahala atau balasan kebaikan ataupun ancaman bagi orang yang
menyia-nyiakannya.
Sebagaimana
dalam sebuah hadist, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak ada satuhari pun yang
didalamnya para hamba berpagi hari kecuali akan turun dua malaikat, kemudian
satunya berkata:
Ya
Allah berikanlah ganti kepada orang yang berinfak, sedangkan yang satunya
berdoa, ’Ya Allah berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya
(kikir).’” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Wahai
anak Adam, kamu menginfakan karunia merupakan kebaikan bagimu, dan jika kamu
menahannya, maka itu merupakan kejelekan bagimu, tidak ada celaan rizki yang
mencukupi, mulailah dari anggota keluarga yang kamu tanggung.
Dan tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah.” (Dikeluarkan Imam Ahmad dalam Al Musnad dan Thabrani dalam Al Mu’jam
Al Kabir)
6. Sifat Keenam: Tidak Beribadah kepada ilah yang
lain beserta Allah. Sebagaimana dalam surat Al Furqan ayat 68, Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman, ”Dan orang-orang yang tidak beribadah kepada ilah yang
lain beserta Allah…” (Al Furqan: 68).
Maknanya
adalah yaitu mereka tidak menjadikan sekutu bagi Allah, baik dalam ibadah
maupun akidah mereka. Mereka mengikhlaskan ibadah mereka hanya kepada Allah
semata. Tidak boleh beribadah atau bersumpah yang ditujukan kepada selain Allah
subhanahu wa ta’ala karena ini termasuk perbuatan syirik.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang bersumpah dengan
selain Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Daud,
dan dishahihkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban)
Syirik (menyekutukan Allah) merupakan dosa yang terbesar. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
Syirik (menyekutukan Allah) merupakan dosa yang terbesar. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
Kami pernah berada di sisi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, ”Perhatikanlah, aku
akan memberitahu kamu sekalian dosa yang terbesar (beliau mengulanginya tiga
kali):
Menyekutukan
Allah, berani kepada orangtua, dan kesaksian yang dusta (atau: ucapan dusta),”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semula berdiri sambil bersandar
kemudian duduk. Beliau selalu mengulang-ulang sabda itu sehingga kami
mengatakan, ”Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari: 2654).
Terkadang
seseorang tidak sadar atau tidak merasa bahwa dia melakukan perbuatan syirik
ini. Ketika seseorang tidak ikhlas dalam beribadah dan bermu’amalah atau
semata-mata untuk mencari keuntungan dirinya sendiri atau untuk hal-hal yang
bersifat keduniaan
sehingga
ada bagian untuk Allah dari amal dan usahanya, dan ada pula bagian untuk
kepentingan hawa nafsunya, maupun kepada selain-Nya maka hal seperti ini yang
kebanyakan terjadi pada umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda,
”Dan
syirik yang akan menimpa umat ini lebih tersembunyi (tidak terlihat) dari
rayapan semut,” Para shahabat bertanya, ”Lalu bagaimana kami bisa selamat dari
syirik tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
”Ucapkanlah: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu
dari berbuat syirik kepada-Mu dan aku mengetahuinya, serta aku memohon ampunan
kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui.” (Riwayat Ibnu Hibban dalam
shahihnya)
Perbuatan Riya’ termasuk perbuatan syirik (syirik kecil). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya ilah kamu itu adalah ilah yang Esa,’
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya.” (Al Kahfi: 110)
7. Sifat Ketujuh: Tidak Membunuh. Firman Allah
dalam surat Al Furqan, ” …..dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya kecuali dengan (alasa ) yang benar…” (Al Furqan: 68).
Makna
dari ayat di atas adalah bahwa mereka tidak akan membunuh satu jiwapun yang
telah diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala karena sebab apapun kecuali dengan
sebab kebenaran yang menghilangkan keterlindungannya dan kehormatannya seperti
kufur setelah dia beriman, berzina setelah dia menikah, membunuh manusia tanpa
dosa yang mengharuskannya dibunuh.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Pada hari kiamat kelak, orang yang dibunuh akan datang dengan orang pembunuhnya, ubun-ubun dan kepala orang yang dibunuh ada di tangan pembunuh dan urat lehernya mengalirkan darah,
kemudian
orang yang dibunuh berkata, ‘Wahai Rabbku, tanyakanlah kepada orang ini
(pembunuh) kenapa dia membunuhku,’
(Lalu
orang-orang menyebutkan tentang taubat kepada Ibnu Abbas), maka beliaupun
membaca ayat: ‘Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah neraka Jahannam dan ia kekal didalamnya…’ (An Nisa : 93 ),
kemudian
ia berkata, ’Ayat tidak pernah di nasakh (dihapus) dan tidak pula diganti, lalu
bagaimana ia akan bertaubat.’” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia berkata :
Hadist ini Hasan)
8. Sifat Kedelapan: Tidak Berzina. Sebagaimana
Firman Allah subhanahu wa ta’ala, ”….dan tidak berzina….” ( Al Furqan: 68 ).
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa ia berkata: “Atsaaman yaitu sebuah
telaga di Jahannam.”
Ikrimah berkata: (يلْق أثَامًا) yaitu telaga-telaga di
Neraka Jahannam tempat mengadzab para pezina. Demikian yang diriwayatkan dari
Sa’id bin Jubair dan Mujahid.
Imam
Ahmad berkata, ”Saya tidak mengetahui dosa yang lebih besar setelah membunuh
jiwa kecuali berzina, dan Allah telah menguatkan keharamannya dengan
firman-Nya,
”Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah
yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (
membunuhnya) kecuali dengan (alasan )yang benar, dan tidak berzina..” (Al
Furqan: 68)
Dalam surat Al Isra Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yg buruk.”(QS. Al Isra:32 ).
Abu
Bakar bin Abid Dunya meriwayatkan dari Al-Haitsam bin Malik at- Tha’i dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,
”Tidak
ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah selain
meletakkan air mani dalam rahim wanita yang tidak halal untuk digauli.“. Luqman
mengatakan kepada anaknya, ”Hai anakku, janganlah kamu berzina. Perzinaan itu
mulanya diliputi rasa khawatir dan akhirnya diliputi penyesalan.”
Seperti yang telah terjadi pada zaman sekarang ini dimana tempat-tempat perzinaan sudah merajalela. Tidak mengenal siang maupun malam, hanya digunakan untuk berbuat maksiat. Bahkan perzinaan tidak terjadi pada kalangan dewasa saja tetapi juga di kalangan pelajar. SMP. SMA, Mahasiswa dan sebagai buktinya sudah cukup banyak.
Seperti yang telah terjadi pada zaman sekarang ini dimana tempat-tempat perzinaan sudah merajalela. Tidak mengenal siang maupun malam, hanya digunakan untuk berbuat maksiat. Bahkan perzinaan tidak terjadi pada kalangan dewasa saja tetapi juga di kalangan pelajar. SMP. SMA, Mahasiswa dan sebagai buktinya sudah cukup banyak.
Padahal
sudah banyak peringatan-peringatan dan ancaman dari Allah subhanahu wa ta’ala dan
Rasul-Nya tentang perbuatan ini. Karena banyak sekali kerusakan atau
kerugian-kerugian yang akan ditanggung tidak hanya di dunia saja tetapi juga di
akherat kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wa
ta’ala.
Imam Ar Razi telah menyampaikan
kerusakan-kerusakan yang diakibatkan perbuatan zina.
Dan berikut paparan ringkas kerusakan -kerusakan yang diakibatkan perbuatan tersebut :
Pertama, tercampurnya dan kesamaran di dalam keturunan, karena seseorang tidak mengetahui bahwa anak yang dilahirkan perempuan yang berzina apakah itu berasal darinya atau dari orang lain.
Kedua, jika tidak ada sebab syar’i yang karenanya seorang laki-laki memiliki kekhususan atas seorang perempuan, maka tidak ada cara untuk mencapai kekhususan itu kecuali saling mengalahkan atau membunuh
Ketiga, sesungguhnya apabila seorang perempuan sudah melakukan zina, maka setiap tabiat yang masih lurus akan dianggapnya kotor, dan ketika itu ia tidak akan mendapatkan kasih sayang dan kecintaan serta ketenangan dan dualismenya tidak akan sempurna.
Keempat, kapan saja pintu zina dibuka, maka ketika itu tidak aka nada kekhususan seorang laki-laki atas seorang perempuan dan saat itu pula tidak ada lagi perbedaan antara manusia serta binatang dalam persoalan itu.
Dan berikut paparan ringkas kerusakan -kerusakan yang diakibatkan perbuatan tersebut :
Pertama, tercampurnya dan kesamaran di dalam keturunan, karena seseorang tidak mengetahui bahwa anak yang dilahirkan perempuan yang berzina apakah itu berasal darinya atau dari orang lain.
Kedua, jika tidak ada sebab syar’i yang karenanya seorang laki-laki memiliki kekhususan atas seorang perempuan, maka tidak ada cara untuk mencapai kekhususan itu kecuali saling mengalahkan atau membunuh
Ketiga, sesungguhnya apabila seorang perempuan sudah melakukan zina, maka setiap tabiat yang masih lurus akan dianggapnya kotor, dan ketika itu ia tidak akan mendapatkan kasih sayang dan kecintaan serta ketenangan dan dualismenya tidak akan sempurna.
Keempat, kapan saja pintu zina dibuka, maka ketika itu tidak aka nada kekhususan seorang laki-laki atas seorang perempuan dan saat itu pula tidak ada lagi perbedaan antara manusia serta binatang dalam persoalan itu.
Kelima, seorang wanita bukan hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan syahwat, akan tetapi perempuan merupakan partner bagi laki-laki dalam membina rumah tangga dan menyiapkan segala keperluannya.
Dan
kepentingan itu tidak aka sempurna kecuali apabila kepentingan seorang
perempuan sudah dibatasi pada seorang laki-laki saja, memutuskan harapan dari
semua laki-laki , dan semua itu tidak akan tercapai kecuali dengan
diharamkannya zina, maka akal sehat akan mengatakan bahwa zina adalah
kejahatan.
9. Sifat Kesembilan: Tidak Bersumpah Palsu. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Dan orang – orang yang tidak memberikan
persaksian palsu…” (Al Furqan: 72). Ini pun termasuk sifat-sifat ‘Ibadurrahman
yaitu mereka tidak menyaksikan az-zuur.
Tentang
az-zuur ini ada beberapa pendapat : (a) Ada yang mengatakan az-zuur yaitu
syirik dan menyembah berhala, (b) Ada yang berpendapat az-zuur adalah dusta,
fasik, kufur, permainan dan kebathilan, (c) Pendapat lain yang dimaksud dengan
firman Allah subhanahu wa ta’ala adalah tidak memberikan persaksian palsu,
yaitu berdusta secara sengaja kepada orang lain.
Sebagaimana
tercantum di dalam ash-Shahihain, bahwa Abu Bakrah berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Maukah kuberitahukan kalian tentang
dosa besar yang paling besar?” (beliau mengucapkan 3 kali). Kami pun menjawab:
‘Tentu ya Rasulullah.’ Beliau bersabda:
‘Menyekutukan
Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.’ Beliau ( dalam keadaan) bersandar,
lalu duduk tegak, dan bersabda: ’Hati hatilah dengan persaksian palsu,
hati-hatilah persaksian palsu. ’Beliau terus mengulang-ulangnya hingga kami
berkata: ’Seandainya (semoga) beliau diam (tidak diulang-ulang lagi).’
Imam Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa pendapat yang lebih jelas berdasarkan rangkaian kalimat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan tidak menyaksikan ¬az-zuur adalah tidak menghadirinya.
Imam Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa pendapat yang lebih jelas berdasarkan rangkaian kalimat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan tidak menyaksikan ¬az-zuur adalah tidak menghadirinya.
10.
Sifat Kesepuluh: Tidak melakukan perbuatan yang tidak berguna. Firman Allah
subhanahu wa ta’ala, ”…dan apabila mereka bertemu dengan orang yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat , mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya.” (Al Furqan: 72).
Mereka
tidak mendatangi tempat-tempat keburukan. Jika mereka melewatinya secara
kebetulan tanpa dikotori sedikitpun. Sehingga Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, ”Mereka melewati saja dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibrahim bin Maisarah, ”Ibnu Mas’ud melewati pertunjukan musik, namun dia tidak berhenti. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Pagi-pagi dan petang hari Ibnu Mas’ud menjadi orang yang mulia.’”.
Kemudian Ibrahim bin Maisarah membaca ayat,
”dan apabila mereka bertemu dengan orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaat, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.
Merupakan
bentuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat baginya. Sebagaimana hadist, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Diantara kebaikan
Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.”
(HR. At Tirmidzi)5
11. Sifat Kesebelas: Ketenangan di dalam Keluarga
dan Keturunan yang Shaleh. Firman Allah subhanahu wa ta’ala, ”Dan orang-orang yang
berkata, ’Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami ), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan: 74).
Yaitu orang-orang yang meminta kepada Allah
untuk dikeluarkan dari tulang sulbi mereka, keturunan mereka yang taat dan
hanya beribadah kepada-Nya, yang tidak ada sekutu baginya.
Ibnu
‘Abbas berkata, ”Yaitu orang yang beramal ketaatan kepada Allah hingga menjadi
penyejuk mata mereka di dunia dan di akherat.”. Al Hasan al Basri ditanya
tentang ayat ini, lalu beliau menjawab:
”Yaitu
Allah memperlihatkan hamba-Nya yang Muslim dari isterinya, saudaranya, dan
anaknya dalam ketaatan kepada Allah. Tidak, demi Allah, tidak ada sesuatu yang
dapat menyejukkan mata seorang Muslim dibandingkan ia melihat anak yang
dilahirkannya dan saudara yang mengasihinya sebagai orang yang taat kepada
Allah subhanahu wa ta’ala.”
Imam Qurthubi menjelaskan makna “Qurrata A’yunin”: Sesungguhnya jika manusia diberi berkah dalam harta dan anaknya, maka matanya menunjukkan kebahagiaan karena keluarga dan kerabatnya,
sehingga
ketika ia mempunyai seorang istri niscaya berkumpul di dalam dirinya
angan-angan kepada istrinya berupa: kecantikan, harga diri, pandangan, serta
kewaspadaan,
atau
jika ia memilki keturunan yang senantiasa menjaga ketaatan dan membantunya
dalam menunaikan tugas-tugas agama dan keduniaan dan tidak berpaling kepada
suami /istri yang lain, sehingga mata hatinya menjadi tenang disebabkan tidak
berpaling kepada yang lainnya dan itulah kebahagiaan dan ketenangan jiwa.
12. Sifat Kedua belas: Menuntut ilmu dan Men
gharapkan Taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala. Firman Allah subhanahu wa
ta’ala, ”….dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al
Furqan: 74).
Ibnu ‘Abbas, al Hasan, as Suddi, Qatadah dan
ar Rabi’ bin Anas berkata: ”Yaitu para imam yang ditauladani dalam kebaikan.”
Selain mereka berkata: “Para penunjuk yang mendapatkan petunjuk lagi para
penyeru kebaikan.”
Mereka
begitu senang bahwa ibadah mereka bersambung kepada beribadahnya anak-anak dan
keturunan mereka serta hidayah yang mereka dapatkan bisa bermanfaat kepada yang
lainnya hingga banyaklah pahala dan baiklah tempat kembalinya.
Dalam sebuah hadist bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda, ”Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: Anak shalih yang mendoakannya, ilmu yang bermanfaat setelahnya, atau shadaqah yang mengalir pahalanya.” (HR. Muslim).
Sehingga
merupakan kebahagiaan bagi orang tua yang memiliki anak yang sholeh yang selalu
mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya. Begitu juga sebaliknya doa orangtua
kepada anaknya adalah mustajab.
Maka
hendaknya orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang serta penanaman –
penanaman nilai -nilai islam yang cukup kepada anak-anaknya sedini mungkin agar
kelak putra putrinya nanti tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang beriman dan
berakhlak yang baik.
Balasan Bagi yang Memiliki Sifat-Sifat Tersebut. Alangkah mulianya seseorang apabila sifat -sifat yang telah Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam surat Al Furqan tersebut selalu tercermin di dalam kehidupannya sehari-hari.
Setelah
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat-sifat Hamba-Nya yang beriman tersebut
dengan sifat-sifat yang indah, serta dengan perkataan dan perbuatan yang agung,
kemudian dalam surat yang sama Dia berfirman,
“Mereka
itulah orang-orang yang dibalas dengan martabat yang tinggi ( dalam surga )
karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan
selamat didalamnya.” (QS. 25:75).
Mereka
kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.
(QS.25:76). Katakanlah ( kepada orang-orang musyrik): ”Rabbku tidak
mengindahkanmu, melainkan kalau ada ibadahmu.
(Tetapi
bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah
mendustakan-Nya? Karena itu kelak (adzab) pasti ( menimpamu).” (QS. 25:77).
Mereka adalah orang-orang yang bertakwa yang disifati dengan sifat yang sudah disebutkan sebelumnya (sifat ‘Ibadurrahman),
Mereka adalah orang-orang yang bertakwa yang disifati dengan sifat yang sudah disebutkan sebelumnya (sifat ‘Ibadurrahman),
Allah subhanahu wa ta’ala
memberikan balasan kepada mereka dengan tempat tertinggi di dalam surganya
karena kesabaran mereka dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya dan menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat.
Mereka mendapatkan tempat yang tertinggi serta
penghormatan dan salam dari Rabb mereka, dan dari para malaikat, juga dari
sebagian mereka kepada sebagian yang lain.
Demikianlah yang dapat aku
haturkan dan semoga saja bermanfaat khususnya bagi diriku dan umumnya bagi kita
semua Aamiin Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar