Bismillahir Rahmanir Rahim
Imam Hasan Al Banna mengatakan, “Cinta dan Keimanan
laksana dua sayap burung. Dengan dua sayap inilah, Islam diterbangkan
setinggi-tingginya ke langit kemuliaan. Karena, bila iman tanpa cinta akan
pincang, dan cinta tanpa iman akan jatuh ke jurang kehinaan”.
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan, “Dasar
tauhid dan ruh adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta
merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya bahkan cinta itu
merupakan hakikat ibadah.
Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan
seorang hamba kepada Rabb juga sempurna.”.
Tingkat tertinggi mengenai “CINTA” adalah cinta
kepada Allah, rasul-Nya dan jihad dijalan-Nya, sebagaimana Allah Subhanahu
Wata'ala berfirman,
“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari)
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.`
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasik”. (At Taubah ayat 24).
Dengan demikian semoga kita termasuk diantara
Orang-orang yang “CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA SERTA BERJIHAD DI
JALAN-NYA”.Aamiin...
Alhamdulillah, kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan, “Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah”. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya.
Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih
mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita
langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya
melebihi cinta kita kepada Allah.
Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara’ adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.
Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang lebih baik".
Ayat ini menyebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut, ini sangat berbahaya.
Bagaimana kita mencintai Allah ?. Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan sabda Rasulullah, baik kaitannya dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma dan sifat-sifat-Nya, baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan.
Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat, yaitu
(1) Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya,
(2) Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin,
(3) Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum beriman, dan
(4) Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir, fasik dan munafik.
Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah ?. Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah, yaitu :
• Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
• Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib.
• Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan, dan perbuatan.
• Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan keinginan hawa nafsu.
• Menanamkan di dalam hati asma Allah dan sifat-sifat Allah, serta memahami maknanya.
• Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.
• Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.
• Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, di waktu malam saat orang sedang lelap tidur.
• Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh, serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.
• Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.
Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dengan dua sayap.
Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah.
Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yang berpahala.
Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst.
Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa.
Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud di hadapan Sang Maha Perkasa dan Bijaksana.
Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara’ adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.
Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang lebih baik".
Ayat ini menyebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut, ini sangat berbahaya.
Bagaimana kita mencintai Allah ?. Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan sabda Rasulullah, baik kaitannya dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma dan sifat-sifat-Nya, baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan.
Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat, yaitu
(1) Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya,
(2) Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin,
(3) Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum beriman, dan
(4) Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir, fasik dan munafik.
Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah ?. Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah, yaitu :
• Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
• Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib.
• Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan, dan perbuatan.
• Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan keinginan hawa nafsu.
• Menanamkan di dalam hati asma Allah dan sifat-sifat Allah, serta memahami maknanya.
• Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.
• Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.
• Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, di waktu malam saat orang sedang lelap tidur.
• Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh, serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.
• Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.
Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dengan dua sayap.
Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah.
Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yang berpahala.
Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst.
Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa.
Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud di hadapan Sang Maha Perkasa dan Bijaksana.
*****
CINTA ALLAH : PADA YANG MAHA ABADI, SEBABNYA
PUN ABADI
Alhamdulillah, kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan, “Laailaha illallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah”. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya.
Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
"Bila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat” (Al-Baqarah ayat 186). Risalah agung ini mengajarkan bahwa cinta yang pertama ditegakkan seorang mu'min adalah cinta kepada Yang Maha Abadi dengan sebab yang abadi pula.
Cinta Allah, dengan keimanan yang akan kau bawa pergi mengadapNya. Cinta adalah energi, yang membuat Sang Pencinta memiliki tatapan pinta kepada Rabbnya.
Pandangan kasihnya jatuh jua kerena cinta, takkan berpaling selamanya. Lalu senyumnya pun merekah, mekar dari kuncup cinta. Bahkan di kala tangis, ia menimba luhnya dari air mata cinta.
Fragmen menyejarah seorang arab gunung yang bertanya tentang kiamat kembali hadir dalam memori kita.
"Bilakah datangnya kiamat ya Rasulullah?", tanyanya. "Apakah yang akan kau siapkan untuk menyambutnya?", Rasulullah balik bertanya. "Cinta kepada Allah dan RasulNya...", jawabnya sepolos fitrah. "Engkau akan bersama dengan orang yang kau cintai....". Ah betapa melegakan.
Energi cinta, energi yang meredakan segala resah dan gelisah dengan mengingat Sang kekasih. Ketenangan di segala suasana, keteduhan disetiap terik. Keteguhan untuk mengucapkan Ahad.
Ahad walau cambukan terus melecut dan pasir panas menjadikan bak kacang goreng. Cinta ini berubah dzikir naluri yang menentramkan. "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (Ar Ra'd ayat 28)
Bergetarnya hati di saat nama-Nya disebut, bertambahnya yakin saat ayat-Nya dilantunkan menjadi indikator "cinta yang tidak bisa dibantah”, apalagi dipalsukan. Ada kenikmatan tersendiri ketika mereka pasrah, bertawakal, menggantungkan segala urusan kepada Rabbnya semata.
"Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah orang-orang yang ketika disebut asma Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya atas mereka bertambahlah iman mereka karenanya. Dan karena Rabbnya mereka bertawakal." (Al-Anfal ayat 2).
Kalau hambaku mendekat sejengkal, Ku sambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Ku sambut ia sedepa. Kalau hambaKu datang pada-Ku berjalan, Ku sambut ia dengan berlari. Belum cukupkah ini untuk membuat kita berteriak ?. Ya Allah, aku berlari menuju-Mu dalam cinta.
Alhamdulillah, kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan, “Laailaha illallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah”. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya.
Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
"Bila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat” (Al-Baqarah ayat 186). Risalah agung ini mengajarkan bahwa cinta yang pertama ditegakkan seorang mu'min adalah cinta kepada Yang Maha Abadi dengan sebab yang abadi pula.
Cinta Allah, dengan keimanan yang akan kau bawa pergi mengadapNya. Cinta adalah energi, yang membuat Sang Pencinta memiliki tatapan pinta kepada Rabbnya.
Pandangan kasihnya jatuh jua kerena cinta, takkan berpaling selamanya. Lalu senyumnya pun merekah, mekar dari kuncup cinta. Bahkan di kala tangis, ia menimba luhnya dari air mata cinta.
Fragmen menyejarah seorang arab gunung yang bertanya tentang kiamat kembali hadir dalam memori kita.
"Bilakah datangnya kiamat ya Rasulullah?", tanyanya. "Apakah yang akan kau siapkan untuk menyambutnya?", Rasulullah balik bertanya. "Cinta kepada Allah dan RasulNya...", jawabnya sepolos fitrah. "Engkau akan bersama dengan orang yang kau cintai....". Ah betapa melegakan.
Energi cinta, energi yang meredakan segala resah dan gelisah dengan mengingat Sang kekasih. Ketenangan di segala suasana, keteduhan disetiap terik. Keteguhan untuk mengucapkan Ahad.
Ahad walau cambukan terus melecut dan pasir panas menjadikan bak kacang goreng. Cinta ini berubah dzikir naluri yang menentramkan. "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (Ar Ra'd ayat 28)
Bergetarnya hati di saat nama-Nya disebut, bertambahnya yakin saat ayat-Nya dilantunkan menjadi indikator "cinta yang tidak bisa dibantah”, apalagi dipalsukan. Ada kenikmatan tersendiri ketika mereka pasrah, bertawakal, menggantungkan segala urusan kepada Rabbnya semata.
"Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah orang-orang yang ketika disebut asma Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya atas mereka bertambahlah iman mereka karenanya. Dan karena Rabbnya mereka bertawakal." (Al-Anfal ayat 2).
Kalau hambaku mendekat sejengkal, Ku sambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Ku sambut ia sedepa. Kalau hambaKu datang pada-Ku berjalan, Ku sambut ia dengan berlari. Belum cukupkah ini untuk membuat kita berteriak ?. Ya Allah, aku berlari menuju-Mu dalam cinta.
*****
CINTA ALLAH LEBIH DARI SEGALANYA
Sudahkan kita telah memiliki rasa cinta kepada Allah yang melebihi rasa cinta kita kepada apapun yang bukan dalam rangka mencintaiNya ?. Jika belum, sekaranglah saatnya untuk memulai mencintai Allah melebihi segalanya.
Pada saat itulah, kita akan mendapatkan ketenangan batin dan ketentraman jiwa. DISANALAH MATA AIR KEBAHAGIAAN.
Suatu ketika, Rasulullah memimpin sholat subuh. Seperti biasa beliau membaca bacaan dalam sholat dengan tartil dan penuh penghayatan. Usai membaca surah Al Fatihah, beliau kerap membaca surah Al-Baqarah hingga selesai.
Rasulullah tidak lantas ruku’, tapi melanjutkan dengan bacaan surat Ali Imron, juga sampai ayat yang terakhir. Setelah merampungkan surat Ali Imron, surat An Nisa pun dikhatamkan. Seluruhnya dilakukan dengan penuh khusu’.
Setelah itu baru Rasulullah ruku’. Dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa ruku’ beliau hampir sama panjang dengan berdirinya. Begitupun sujud dan duduk antara dua sujud hampir sama lamanya dengan ruku’.
Setelah salam, pemimpin umat itu menghadapkan wajahnya yang bersih kepada para jamaah. Beliau perhatikan satu persatu wajah sahabatnya. Dalam wajah-wajah itu terlukis guratan tanda kepuasan, rilex, damai dan segar.
Untuk itu mari kita tengok, bagaimana kualitas sholat kita selama ini. Bagaimana sholat yang kita lakukan selama ini ?. Apakah kita mengerjakannya sekedar hanya mengugurkan kewajiban?.
Apakah sholat yang kita lakukan memberi kedamaian di hati kita ?. Sudahkan kita menjadikan sholat sebagai sarana untuk berdialog dan bercinta dengan Allah ?. Bila iya, bersukurlah kepadaNya.
Sesungguhnya Sholat yang khusu’ adalah rahasia mengapa Rasulullah dan para sahabat justru merasa nikmat luar biasa dan berseri-seri setelah menunaikannya. Rasulullah pernah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, tenangkan hati kami dengan menunaikan sholat..!”. Rasulullah dan para sahabat telah menemukan kedamaian dalam sholat.
Ada kisah menarik yang menggambarkan dahsyatnya cinta karena Allah dapat mempengaruhi seseorang.
Seorang yang hidup dalam kubangan jahiliyah bertobat, dan berjanji takkan mengulangi kisah hidupnya yang kelam. Dan dia pun telah bergabung dalam kafilah dakwah. Ketika ia telah berazzam untuk segera menikah, dia pun melaporkan pada murabbinya. “Ustadz, saya sudah siap untuk menikah”. Lalu terjadilah proses dari tukaran foto dan biodata, taaruf, lalu istikhorah.
Di tengah perjalan proses itu hampir terjadi pembatalan, karena abang calon istri mengetahui siapa dia dan masa kelamnya, namun karena azzam yang kuat dan yakin akan pertolongan Allah, merekapun tetap yakin.
Bahkan ketika orang tuanya mau melamar gadis itu, tanpa disangka kedua orang tua mereka adalah kawan di masa lajang dulu. Puluhan tahun tak pernah berjumpa, perjumpaan mereka adalah untuk menyatukan anaknya dalam ikatan suci, mereka pun berpelukan haru, dan semuanya menjadi mudah. Subhanallah.
Syahdan, rasa cinta inilah yang membuat Zulaikha yang akhirnya diperistri oleh Nabi Yusuf, tak beranjak dari mihrabnya memuji dan bercinta dengan Allah beberapa waktu lamanya.
Konon sampai Nabi Yusuf menegurnya, “Wahai istriku, aku ini suamimu, tunaikanlah tugasmu.”. “Salah siapa kau kenalkan aku pada Allah yang lebih gagah dan lebih sempurna dari seluruh alam,” jawab Zulaikha.
Zulaikha yang sebelumnya tergila-gila pada Yusuf, ternyata setelah kenal dan cinta pada Allah, justru melupakan yang dicintainya dulu. Wallahu’Alam bisshowab. Demikianlah untuk kali ini Insya Allah kalau ada ijin Allah besok kita lanjutkan lagi dan tak lupa akupun mohon maaf jika ada kata atau keterangan yang aku sampaikan ini ada yang kurang tepat atau keliru untuk itu aku mohon agar dimaafkan dan jika ada di Antara Anda yang mahu melengkapinya aku sangat -sangat berterima kasih sekian dahulu dariku Wassalam bilahitaufiq walhidatayah wassalamu allaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Sudahkan kita telah memiliki rasa cinta kepada Allah yang melebihi rasa cinta kita kepada apapun yang bukan dalam rangka mencintaiNya ?. Jika belum, sekaranglah saatnya untuk memulai mencintai Allah melebihi segalanya.
Pada saat itulah, kita akan mendapatkan ketenangan batin dan ketentraman jiwa. DISANALAH MATA AIR KEBAHAGIAAN.
Suatu ketika, Rasulullah memimpin sholat subuh. Seperti biasa beliau membaca bacaan dalam sholat dengan tartil dan penuh penghayatan. Usai membaca surah Al Fatihah, beliau kerap membaca surah Al-Baqarah hingga selesai.
Rasulullah tidak lantas ruku’, tapi melanjutkan dengan bacaan surat Ali Imron, juga sampai ayat yang terakhir. Setelah merampungkan surat Ali Imron, surat An Nisa pun dikhatamkan. Seluruhnya dilakukan dengan penuh khusu’.
Setelah itu baru Rasulullah ruku’. Dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa ruku’ beliau hampir sama panjang dengan berdirinya. Begitupun sujud dan duduk antara dua sujud hampir sama lamanya dengan ruku’.
Setelah salam, pemimpin umat itu menghadapkan wajahnya yang bersih kepada para jamaah. Beliau perhatikan satu persatu wajah sahabatnya. Dalam wajah-wajah itu terlukis guratan tanda kepuasan, rilex, damai dan segar.
Untuk itu mari kita tengok, bagaimana kualitas sholat kita selama ini. Bagaimana sholat yang kita lakukan selama ini ?. Apakah kita mengerjakannya sekedar hanya mengugurkan kewajiban?.
Apakah sholat yang kita lakukan memberi kedamaian di hati kita ?. Sudahkan kita menjadikan sholat sebagai sarana untuk berdialog dan bercinta dengan Allah ?. Bila iya, bersukurlah kepadaNya.
Sesungguhnya Sholat yang khusu’ adalah rahasia mengapa Rasulullah dan para sahabat justru merasa nikmat luar biasa dan berseri-seri setelah menunaikannya. Rasulullah pernah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, tenangkan hati kami dengan menunaikan sholat..!”. Rasulullah dan para sahabat telah menemukan kedamaian dalam sholat.
Ada kisah menarik yang menggambarkan dahsyatnya cinta karena Allah dapat mempengaruhi seseorang.
Seorang yang hidup dalam kubangan jahiliyah bertobat, dan berjanji takkan mengulangi kisah hidupnya yang kelam. Dan dia pun telah bergabung dalam kafilah dakwah. Ketika ia telah berazzam untuk segera menikah, dia pun melaporkan pada murabbinya. “Ustadz, saya sudah siap untuk menikah”. Lalu terjadilah proses dari tukaran foto dan biodata, taaruf, lalu istikhorah.
Di tengah perjalan proses itu hampir terjadi pembatalan, karena abang calon istri mengetahui siapa dia dan masa kelamnya, namun karena azzam yang kuat dan yakin akan pertolongan Allah, merekapun tetap yakin.
Bahkan ketika orang tuanya mau melamar gadis itu, tanpa disangka kedua orang tua mereka adalah kawan di masa lajang dulu. Puluhan tahun tak pernah berjumpa, perjumpaan mereka adalah untuk menyatukan anaknya dalam ikatan suci, mereka pun berpelukan haru, dan semuanya menjadi mudah. Subhanallah.
Syahdan, rasa cinta inilah yang membuat Zulaikha yang akhirnya diperistri oleh Nabi Yusuf, tak beranjak dari mihrabnya memuji dan bercinta dengan Allah beberapa waktu lamanya.
Konon sampai Nabi Yusuf menegurnya, “Wahai istriku, aku ini suamimu, tunaikanlah tugasmu.”. “Salah siapa kau kenalkan aku pada Allah yang lebih gagah dan lebih sempurna dari seluruh alam,” jawab Zulaikha.
Zulaikha yang sebelumnya tergila-gila pada Yusuf, ternyata setelah kenal dan cinta pada Allah, justru melupakan yang dicintainya dulu. Wallahu’Alam bisshowab. Demikianlah untuk kali ini Insya Allah kalau ada ijin Allah besok kita lanjutkan lagi dan tak lupa akupun mohon maaf jika ada kata atau keterangan yang aku sampaikan ini ada yang kurang tepat atau keliru untuk itu aku mohon agar dimaafkan dan jika ada di Antara Anda yang mahu melengkapinya aku sangat -sangat berterima kasih sekian dahulu dariku Wassalam bilahitaufiq walhidatayah wassalamu allaikum warahmatullahi wabarokatuh.
******
Maka jadikanlah hamba
Satu titik ditempat yang mana saja
Dalam pigura seluas bumi dan langit-Mu ini.."
Engkau goreskan sajak indah di hatiku ...
Yang merdu mendayu,
Mengalun bagaikan buluh perindu
Menggelora dalam dada mengisi di ruang hati
disetiap sudut direlung qalbu kuingin menyatu dalam daburan cinta dan rindu...
Engkau taburkan aroma cinta yang ranum dan
menawan hingga menjelma dalam mimpi mimpiku
Engkau memang punya segalanya,
Dan Engkau percikkan sedikit ke pangkuanku ...
Yang kosong...dan hampa hanya Engkau yang selalu
ada
di sini ...di dalam dada...
Namun ternyata tak mudah bagiku tuk mendapatkan-Mu...
Bagiku yang penuh dengan Dosa-dosa...
Namun kuyakin dan percaya Kasih Sayang-Mu Tak akan sirna....
Sebagaimana cintaku hanya untuk-Mu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar