Jawaban...”
Mengenai" Shalat Jum’at yang
bersamaan harinya dengan hari raya :
Apakah orang yang pagi harinya sudah
melaksanakan Salat Hari Raya maka siangnya juga harus melaksanakan shalat
jum’at ? atau sebaliknya dimana jika orang sudah melaksanakan shalat hari raya
pada pagi harinya lalu siangnya tidak wajib untuk melaksanakan shalat jum’at ?
Agar tidak terjadi salah faham, maka
disini perlu pemaparan berdasarkan penelitian dari berbagai dasar Al Qur’an
maupun Hadits Nabi Saw. yang tentunya juga perlu kita tuangkan pula
pendapat-pendapat dari para ulama, agar persoalan yang menjadi polemik
dimasyarakat ini menjadi jelas, karena masalah ini berhubungan dengan
kepentingan orang banyak yang tentu berbeda-beda pemahamannya.
Tujuan dari pembahasan disini adalah agar
supaya sesuatu amal ibadah itu berjalan menurut semestinya serta perbedaan
pendapat dapat dihilangkan minimal dapat dikurangi.
PEMBAHASAN
Dalam membahas masalah ini, para ulama
berbeda pendapat yaitu ada yang menetapkan wajibnya shalat jum’at sebagaimana biasa
walaupun paginya sudah melaksanakan shalat hari raya idul fitri/adha. Ada yang
menetapkan untuk tidak perlu shalat jum’at karena paginya sudah mendengarkan
khutbah/shalat ied.
1. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi
saw.
Adapun dalil-dalail Naqli yang
berhubungan dengan masalah ini adalah :
a). Dalil umum
1). Hadits dari Hafshah :
Artinya : “Dari Hafshah istri Rasulullah
saw. berkata : Bahwa sesungguhnya Nabi bersabda : Shalat jum’at itu wajib bagi
setiap orang yang telah dewasa”. (HR. Nasai dlm Sunan Nasai III hal. 79 )
2). Firman Allah dalam QS. Al Jumu’ah : 9
Artinya : “Apabila adzan telah
dikumandangkan pada hari jum’at untuk memanggil shalat, maka berangkatlah pergi
shalat dan tinggalkan jual beli”.
3). HR. Muslim dalam syarah muslim Juz VI
hal. 152 dan Nasa’i
Artinya : “Rasulullah saw. bersabda :
Hendak berhentilah orang-orang dari meninggalkan Jum’at atau maukah mereka di
cap Tuhan hatinya, sesudah itu mereka tetap menjadi orang yang lalai
selama-lamanya”.
4). HR. Muslim dalam syarah Muslim Juz VI
hal 142-143
Artinya : “Rasulullah saw.bersabda : Kita
adalah umat terkemudian tetapi kita adalah umat yang terdahulu pada hari
kiamat, walaupun umat yang terdahulu diberi Kitab sebelum kita dan kita diberi
dibelakang mereka. Kemudian Allah Azza wa Jalla memeberi hidayah kepada kita
dengan memberi hari yang telah diwajibkan bagi kita. Maka semua orang mengikuti
kita : orang yahudi besok (Sabtu) dan orang Nashara sesudah besok (Minggu)”.
Menurut Imam Nawawi dalam mensyarahi
hadits ini adalah sebagai dalil tentang wajibnya shalat Jum’at ( Syarah Muslim
VI hal. 142 )
5). Hadits dari Thariq bin Shihab
Artinya : “Dari Thariq bin Shihab dari
Nabi saw.. beliau bersabda : Shalat Jum’at itu wajib bagi setiap muslim dengan berjama’ah,
kecuali 4 golongan yaitu : hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit”
(HR. Abu Daud dalam sunan Abu Daud Juz I hal. 280)
b). Dalil Khusus
1). Hadits dari Abu Hurairah
Artinya : “Abu Hurairah berkata bahwa
Nabi saw. bersabda : Telah terhimpun padahari ini dua hari raya ( hari raya dan
hari jum’at ), maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tetapi kami
akan dirikan jum’at”. (HR. Abu Daud dan Hakim)
2). Hadits dari Zaid bin Arqam
Artinya : “ Telah berkata Zaid bin Arqam
: Bahwasanya Nabi saw. pernah shalat hari raya di hari jum’at, kemudian ia beri
kelonggaran tentang shalat jum’at dengan bersabda : Barangsiapa yang mau
melaksanakan shalat jum’at maka hendaknya ia kerjakan”. (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Ibnu Majjah).
3). Hadits dari umar bin Abdul Aziz dalam
kitab Umm
Artinya : “Dari Umar bin Abdul Aziz
berkata : Telah terhimpun dua hari raya pada masa Rasulullah saw., maka Beliau
bersabda : Barangsiapa orang ‘Aliyah (pedesaan/pegunungan/pinggiran) yang suka
melaksanakan shalat jum’at, maka tunggulah jum’at, boleh saja”. ( Kitab Umm hal
239)
4). Hadits Riwayat Nasa’i
Artinya : “Telah berkata Wahab bin Kaisan
bahwa : Telah terhimpun dua hari raya dizaman pemerintahan Ibnu Zubair (sahabat
Nabi dan juga penguasa saat itu), maka ia lambat keluar hingga matahari tinggi,
kemudian ia keluar lalu berkhutbah, kemudian ia shalat, dan tidak ia dirikan
shalat jum’at bagi orang ramai (pada hari itu), maka aku kabarkan yang demikian
itu kepada Ibnu Abbas, maka Ia jawab : betul, ibnu zubair menurut sunnah”. (HR.
Nasa’i)
Hadits serupa juga dikemukakan oleh Atho’
bin Rabbah.
5). Hadits dari Ibnu Umar
Artinya : “Dari Ibnu Umar, bahwasanya
Nabi saw., Abu Bakar dan Umar ra.adalah melaksanakan shalat hari raya dahulu
sebelum khutbah”. (HR. Nasa’i III hal 183)
6). Hadits dari Ibnu Abbas
Artinya : “Ibnu Abbas berkata : Saya
saksikan, bahwa saya menghadiri shalat hari raya bersama-sama Rasulullah saw,
maka beliau memulai shalat sebelum khutbah. Sesudah shalat baru berkhutbah”.
(Sunan Nasa’i III hal. 184)(HR. Bukhari Bab Kitabul Idain)
7). Hadits dari Nu’man bin Basyir
Artinya : “Dari Nu’man bin Basyir ra.
Berkata : bahwasanya Rasulullah saw membaca ayat Surat al A’la dan Surat Al
Ghasyiah dalam shalat hari raya dan jum’at. Kadang-kadang berhimpun hari raya
dan Jum’at, maka dalam kedua shalat itu beliau membaca ayat-ayat ini juga”. (
HR. Nasaa’i dalam Sunan Nasa’i III hal 184)
8). Khutbah saidina Utsman sesudah shalat
ied
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya
telah terhimpun dua hari raya (hari raya dan hari jum’at), maka siapa-siapa
diantara orang-orang ‘Aliyah (pedesaan/pegunungan/pinggiran), mau ikut shalat
jum’at dengan kami silahkan ikut, dan siapa yang mau pulang disilahkan pulang”.
( Kitab Al-Muhadzdzab bab Shalat Jum’at) (HR. Malik dalam Al Muwatha’)
2. Pendapat para ulama
a). Imam Atha’ berpendapat bahwa jika
terhimpun dua hari raya maka cukup shalat hari raya saja, tanpa shalat jum’at
dan dhuhur berdasarkan riwayat dari Ibnu Zubair dan Ali
b). Imam Syafi’i, tidak wajib shalat
Jum’at pada hari raya di hari Jum’at apabila sudah melaksanakan shalat hari
raya adalah khusus bagi orang-orang yang tinggal terpencil di
pegunungan/pedalaman, sedangkan shalat hari raya dan shalat Jum’at hanya
dilaksanakan di perkotaan. Ini cocok dengan riwayat dari utsman yang di
riwayatkan Malik dalam Kitab Hadits Al Muwatha’
Artinya : “Barang siapa dari penduduk
‘Aliyah ( pegunungan/pedalaman/ pinggiran) Madinah yang ingin menunggu shalat
Jum’at, maka tunggulah dan barangsiapa yang ingin pulang maka pulanglah” (HR.
Malik)
c). Imam Malik dan Abu Hanifah
berpendapat : tidak ada perubahan hukum, tiap mukalaf tetap melaksanakan
dua-duanya, karena shalat hari raya itu sunnah sedangkan shalat Jum’at itu
wajib, maka tidak bisa shalat yang satu menggugurkan yang lain. Masing-masing
tetap berjalan sesuai dengan hukum aslinya.
Apabila pendapat utsman diatas diikuti,
maka bukan sebagai dasar ijtihad, melainkan masalah tauqifi yang tidak
menyimpang dari hukum aslinya. Sedangkan pendapat yang tidak mewajibkan shalat
Jum’at dan dzuhur benar-benar menyimpang jauh dari hukum asal, kecuali jika ada
nash yang mendasari.
Penjelasan ini diambil dari kitab
Bidayatul Mujtahid wa nihayatul muqtashid Oleh Imamul Qadhi Abul Walid Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd/Ibnu Rusyd hal. 159 sbb :
واختلفوا اذا اجتمع فی یوم واحد عید وجمعة،
هل یجزیء العید عن الجمعة ؟ فقال قوم : یجزیء العید عن الجمعة ولیس علیه فی ذلك الیوم
ال العصر فقط، وبه قال عطاء، وروی ذلك عن ابن الزبیر وعلی. وقال قوم : هذه رخصة لاهل
البوادی الذین یردون الامصار للعید والجمعة خاصة كما روی عن عٽمان انه خطب فی یوم عید
وجمعة فقال : من احب من اهل العالیة ان ینتنظر ، ومن احب ان یرجع فلیرجع، رواه مالك
فی الموطاء ،وروی نحوه عن عمر بن عبد العزیز وبه قال الشافعی، وقال مالك وابو حنیفة
: اذااجتمع عید و جمعة فالمكلف مخاطب بهما جمیعا ، العید انه سنة، والجمعة علی انها
فرض، ولا ینوب احدهما عن الاخر، وهذا هو الاصل الا ان یٽبت فی ذلك شرع یجب المصیر الیه،
ومن تمسیك بقول عٽمان ، فلانه راءی ان مٽل ذلك لیس هو بتلراءی وانما هو توقف، ولیس
هو یخارج عن الاصول كل الخروج. واما اسقاط فرض الظهر والجمعة التی هی بدله لمكان صلاة
العید فخارج عن الاصول جدا، ال ان یٽبت فی ذلك شرع یجب المصیر الیه
penjelasan lain :
-Imam syafi’i dalam kitab Umm, juz I hal.
239 sbb:
Artinya : “Tidak boleh bagi penduduk kota
meninggalkan shalat jum’at, walaupun pada hari raya sekalipun, kecuali ada
udzur yang membolehkan meninggalkan jum’at”.
Yang dimaksud dengan Kota disini adalah
suatu daerah yang punya syarat yang cukup untuk mendirikan jum’at yang biasanya
shalat jum’at didirikan disitu.
Fatwa ini juga terdapat dalam Qoul Qodim
Syarah Al Muhadzab Juz IV hal. 491 yang mengambil pendapat dari Imam syafi’i
dan shabat-sahabatnya dalam kitab Umm diatas.
- Dalam Kitab Nailul Author jilid III
hal. 347 Cet. Darul Jail Beirut tahun 1973 M menjelaskan bahwa : Imam Ahmad dan
Imam Daru Quthni mengatakan bahwa : hadits dari Abu Hurairah diatas adalah
hadits mursal. Dan ada hadits yang tidak mursal yang di riwayatkan oleh Imam
Baihaqi tetapi sanadnya dzoif. Hadits dari Zaid bin Arqam juga hadits dzaif
karena dalam sanadnya ada seorang yang tidak dikenal yaitu Iyas bin Abi Ramlah,
seorang yang sama sekali tidak dikenal (Majhul).
- Dalam Kitab Syarah Muhadzab Juz IV hal.
492, Imam Nawawi menjelaskan bahwa Hadits Abu Hurairah yang di Rawikan oleh Abu
Daud tentang terhimpun dua hari raya adalah hadits dzaif.
- Andaikata hadits dhaif tetap dijadikan
hujjah sesuai dengan madzhab hambali, maka kata “MAN SYA-A” ( barangsiapa yang
mau ) adalah kata “Aam” atau kata umum yang sudah di takhshish dengan kata
khusus yaitu “MIN AHLIL ‘ALIYAH” (penduduk pegunungan/pinggiran) yang diberi
rukhshoh untuk tidak shalat jum’at jika mereka mau.
- Dalam mengomentari hadits dari Wahab
bin Kaisan yang diriwayatkan oleh Nasa’i adalah sbb : hadits tsb. adalah amalan
dari ibnu zubair dan bisa menimbulkan pertanyaan : Shalat apakah yang dilakukan
oleh ibnu Zubair tsb. Karena ibnu zubair langsung melaksanakan khutbah terlebih
dahulu baru melaksanakan shalat. Padahal yang dilakukan Nabi saw. untuk shalat
ied adalah shalat dahulu baru khutbah. Apalagi yang disampaikan oleh Wahab ibnu
Kaisan itu bahwa Ibnu Zubair lambat keluar sehingga matahari sudah tinggi
sehingga bisa-bisa yang dimaksud shalat tersebut adalah shalat Jum’at dan bukan
shalat hari raya karena khutbah dahulu baru melaksanakan shalat. Bahkaan ada
juga ulama yang mengatakan bahwa cerita wahab bin kaisan tsb. Campur aduk (mudh
tharib) shg tidak bisa dijadikan dalil.
- Pendapat ulama lain bahwa Nabi tidak
pernah meninggalkan shalat jum’at walaupun bersamaan dengan hari raya dimana
Rasulullah saw. selalu membaca surat Al-A’la dan Al-Ghasyiyah.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sbb
:
1). Shalat Jum’at itu wajib dikerjakan
kecuali 4 golongan yaitu : hamba sahaya, wanita,anak-anak dan orang sakit.
2). Shalat jum’at tetap wajib dikerjakan
walaupun bertepatan dengan hari raya.
3). Bagi orang pedusunan/pinggiran/pegunungan/terpencil
yang disitu tidak diadakan shalat jum’at/hari raya dan harus ke kota jika
melaksanakannya, maka boleh melaksanakan shalat jum’at juga boleh tidak
melaksanakannya tetapi harus diganti dg shalat dhuhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar