Selamat Jumpa dan Salam Ukhuwah kepada para sahabat yang telah singgah di Blog-ku. Semoga Allah merahmati kita dengan keredhaan-Nya. Aamiin...
Rabu, 15 Februari 2012
~* Keutamaan Taubat *~
Assalamu allaikum wr.wb.
Saudaraku...
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan keutamaan yang sangat besar kepada siapa saja dari hamba-Nya yang mau bertaubat dan kembali kepada kebenaran, di antaranya:
1.PENGHAPUS DOSA DIGANTI dengan KEBAIKAN
Allah berfirman (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Maka pasti Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahanmu.” (At Tahrim: 8)
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amalan yang shalih, maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqan: 70)
2. MENDAPAT KEBERUNTUNGAN DUNIA AKHIRAT
Sebagaimana firman Allah (artinya): “Bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (An Nur: 31)
3. MENDAPAT KECINTAAN ALLAH
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
4. DITURUNKANNYA RIZKI DAN BAROKAH
Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah (artinya): “Dan hendaknya kalian memohon ampunan dari Rabb kalian dan bertaubatlah kepada-Nya. Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (memperoleh balasan) keutamaannya.” (Hud: 3)
5. PENGHALANG DARI AZAB ALLAH
Allah berfirman (artinya): “Dan tidaklah Allah mengadzab mereka, sedang mereka terus beristighfar (memohon ampun).” (Al Anfal: 33)
Sebaliknya, Allah mengancam bagi siapa yang enggan untuk bertaubat kepada-Nya, dengan firman-Nya (artinya): “Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (At Taubah: 74)
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: `Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan`. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. 5:19)
Tafsir DEPARTEMEN AGAMA RI :
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Maa-idah 19
Menurut riwayat Ibnu Ishak, Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasulullah saw. mengajak orang-orang Yahudi supaya masuk Islam, maka mereka menolak lalu Muaz bin Jabal, Saad bin Ubadah, Uqbah bin Wahab berkata kepada mereka, "Hai orang-orang Yahudi! Hendaklah kamu takut kepada Allah, sesungguhnya Muhammad adalah Rasul".
Lalu Rafi'i bin Hurairah dan Wahab bin Yahuza berkata, "Kami tidak pernah berkata demikian kepada kamu dan Allah tidak menurunkan Kitab sesudah Musa dan tidak mengutus Rasul sesudahnya untuk membawa berita gembira dan tidak pula untuk memperingatkan", maka turunlah ayat ini.
Pada ayat ini Allah menjelaskan kepada ahli kitab, bahwa sesungguhnya telah datang Rasul Allah yang mereka tunggu, sesuai dengan yang mereka ketahui dan kitab-kitab yang diberikan oleh Allah melalui Rasul-Nya Musa dan Isa a.s.
Rasul Allah yang telah datang itu menerangkan syariat Allah, pada periode yang dinamakan "Fatrah", yaitu antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad di mana wahyu tidak turun, sedang isi Taurat dan Injil sudah banyak yang kabur tidak banyak diketahui dan yang ada banyak pula perubahan atau dilupakan, baik disengaja atau tidak disengaja.
Dan sekarang sudah datang Rasul Allah yaitu Muhammad saw. membawa berita gembira dan peringatan untuk segala apa yang diperlukan untuk kehidupan duniawi dan ukhrawi, menunjukkan jalan yang benar yang harus ditempuh oleh umat manusia, sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk mengatakan bahwa tidak tahu karena tidak adanya Rasul yang membimbing dan membawa berita gembira serta peringatan.
Sekarang ahli kitab dan seluruh umat manusia dan jin hendaklah menentukan sikap. Kalau mereka ingin selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat, maka haruslah mereka percaya kepada Muhammad saw, Rasul Allah yang terakhir dan mengikuti segala petunjuk dan perintah-Nya.
Barangsiapa yang membangkang, maka dia sendirilah yang akan memikul resikonya dan tidak ada orang lain yang akan menolongnya. Barangsiapa yang tidak percaya kepada Allah dan semua Rasul-rasul yang diutus sebelumnya, maka mereka akan merasakan azab yang pedih dari Allah.
Minggu, 05 Februari 2012
Kisah Cinta Siti Khadijah r.a - Muhammad SAW.
RINDU KAMI PADAMU..YA RASUL..
CINTA KAMI PADAMU AKANKAH SAMPAI PADAMU..
CINTA IKHLASMU PADA MANUSIA..
BAGAI CAHAYA SYURGA....
DAPATKAH KAMI MEMBALAS CINTAMU SECARA BERSAHAJA
RINDU KAMI PADAMU YA RASUL, RINDU TIADA TERPERI
BERABAD JARAK DARIMU YA RASUL, SERASA DIKAU DISINI
Allahumma Sholli alla sayyidina Muhammad Wa'alla ali
sayyidina Muhammad Allahumma Sholli wasallim wabaarik Alaih wa'Alla Aalaihi
washohbihi wasallim Ajma'in Aamiin...
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami panutan kami Baginda Rosulloh MUHAMMAD BIN ABDILLAH satu-satunya harapan pemberi safaat bagi kami Aamiin Ya Allah Aamiin Ya Robbal Allamiin Wassalam.
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami panutan kami Baginda Rosulloh MUHAMMAD BIN ABDILLAH satu-satunya harapan pemberi safaat bagi kami Aamiin Ya Allah Aamiin Ya Robbal Allamiin Wassalam.
Dan Dibawah ini
Aku sertakan:
Kisah Cinta
Siti Khadijah r.a - Muhammad SAW.
Siapakah Khadijah?
Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman.
Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya.
Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.
Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya.
Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya
Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.
Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal.
Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata:
“Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman.”
“Nabi itu berasal dari negeri mana?” tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
“Dari kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat.
“Dari suku mana?”
“Dari suku Quraisy juga.”
Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga mana?”
“Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir: “Siapakah nama bakal orang agung itu, hai sepupuku?”
Orang tua itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!”
Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.
~* Lamaran dari Khadijah kepada Rasulullah s.a.w. *~
Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah.
Wanita usahawan itu berkata : “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada dermawan.
Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya)
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
“Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu”
(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”.
“Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).
Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya.
Kepadanyalah aku hendak membawamu”.
(Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada aibnya…! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”.
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawaban, yang lainnya tak tahu apa yang mau dijawab.
Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.
Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada Pamannya.
Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu….” Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.
‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah.
Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW.
Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak,aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati”.
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius.
“Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?” tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum cobalah meminta persetujuannya.”
“Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”,
Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah.
Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad SAW lebih dulu.”
Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah.
Wanita usahawan itu berkata : “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada dermawan.
Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya)
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
“Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu”
(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”.
“Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).
Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya.
Kepadanyalah aku hendak membawamu”.
(Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada aibnya…! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”.
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawaban, yang lainnya tak tahu apa yang mau dijawab.
Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.
Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada Pamannya.
Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu….” Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.
‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah.
Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW.
Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak,aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati”.
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius.
“Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?” tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum cobalah meminta persetujuannya.”
“Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”,
Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah.
Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad SAW lebih dulu.”
~* Khadijah
yang cantik *~
Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan.
Utusan peribadi Khadijah itu bertanya: “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari istri?”
Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”
Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”
Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”
Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW.
Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya.
Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya.
Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli. Maka di adakanlah majlis yang penuh keindahan itu.
Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya.
Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempo untuk berunding dengan wanita yang berkenaan.
~* Pernikahan Muhammad dengan Khadijah *~
Khadijah r.a diminta pendapat.
Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”.
“Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai.
Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin lima ratus dirham.
Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar.
“Begitupun kita memuji Allah SWT. Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian.
Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia.
Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat.
“Semoga Allah memberkati pernikahan ini”. Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan.
Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu.
Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau ridhoi !”
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.
Khadijah r.a diminta pendapat.
Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”.
“Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai.
Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin lima ratus dirham.
Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar.
“Begitupun kita memuji Allah SWT. Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian.
Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia.
Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat.
“Semoga Allah memberkati pernikahan ini”. Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan.
Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu.
Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau ridhoi !”
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.
~* Dijamin
Masuk Syurga *~
Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian.
Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul Huzni).
Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit.
Tidak ada yang mendahuluinya.
Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang disampaikan Jibril ‘alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita. “Allah SWT tidak akan mengecewakanmu.
Bukankah engkau orang yang senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tamu dan mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?”
Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy.
Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.
Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun”.
Demikianlah Keharmonisan Rumah Tangga Beliau sampai akhirnya sang permaesuri Baginda Nabi besar Muhammad Salallahu allaihi Wassalam berpulang petikahannya pun masih tetap di kenang sepanjang jaman dan terlaksana sudah menjadi penghuni syurga Jannah-Nya. Aamiin...
~* Wanita Terbaik *~
Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW.
Terhadap pribadi Khadijah r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbanga, dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putra-putri yang tidak ku dapatkan dari istri-istri yang lain”.
Putra-putri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak enam orang: dua lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari putrinya bernama Fatimah Az Zahra, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dianggap sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.
~* Perjuangan Khadijah *~
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita.
Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad.
Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik istri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’.
Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya.
Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.
~* Rasulullah SAW bersabda :
”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.”
Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di hadapan kita ada “wanita terbaik di dunia,”
Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga.
Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.
Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :
”Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman.
Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.
” [HR. Bukhari dalam "Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata:"Keshahihannya telah disepakati."]
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia ?
Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW.
Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya.
Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.
Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian.
Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT.
Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi.
Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur.
Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya.
Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.
” Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putra pamanku.
Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.” Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya.
Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya.
Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya.
Demikian hendaknya wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya.
Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab :
”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan).
” Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin.
Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya.
Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW.
Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.
Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :
”Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :
”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman.
Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.
” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]
Demikianlah rangkaian : Kisah Cinta Siti Khadijah r.a - kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Rujukan : Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW karangan Muhammad Ibrahim Saliim.
Dan dengan tersajikannya kisah ini semoga saja menjadikan keberkahan bagi kita semua sebagai umatnya yang senantia mencintai-nya. Aamiin...
Allahumma Sholli alla sayyidina Muhammad Wa'alla ali sayyidina Muhammad Allahumma Sholli wasallim wabaarik Alaih Wa'Alla Aalaihi Washohbihi Wasallim Ajma'in Aamiin...
Ya Allah limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami panutan kami Baginda Rosulloh MUHAMMAD BIN ABDILLAH satu-satunya harapan pemberi safaat bagi kami Aamiin Ya Allah Aamiin Ya Robbal Allamiin Wassalam.
~*** Aisyah Shidiq ***~
Seorang gadis
kecil periang berumur sembilan tahun sedang gembira bermain-main dengan
teman-temannya. Rambutnya awut-awutan dan mukanya kotor karena debu. Tiba-tiba
beberapa orang yang sudah agak tua muncul dari sebuah rumah di dekat situ dan
datang ke tempat anak-anak tadi bermain - main.
Mereka lalu
membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang rapi, dan malam itu
juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-laki paling agung di antara manusia,
Nabi agama Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah diterima seorang
wanita.
Aisyah adalah salah seorang putri
tersayang Sayyidina Abu Bakar, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian
menggantikan Nabi sebagai Khalifah Islam yang pertama.
Gadis itu lahir
di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orangtuanya
sudah memeluk agama Islam. Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai
dengan tradisi paling mulia (agama baru itu) dan dengan sempurna dipersiapkan
dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia.
Ia menjadi istri
Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia
memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas
barunya.
Kehadirannya
membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat
mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia. Di seluruh dunia, ia
diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi dari ajaran Islam seperti
apa yang telah disunahkan oleh suaminya.
Ia di anugerahi
ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan
para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang
diberikan oleh Nabi.
Diingatnya
secara sempurna semua kuliah yang diberikan Nabi kepada para delegasi dan
jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan
cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, kuliah, dan diskusi Nabi dengan para
sahabat dan orang-orang lain.
Ia mengajukan
juga pertanyaan-per tanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit
sehubungan dengan ajaran agama baru itu. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia
menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah
Nabi dan ajaran Islam.
Aisyah tidak
ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya
itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi
wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi digantikan oleh seorang
sahabat yang setia, Abu Bakar, sebagai khalifah islam yang pertama.
Aisyah terus
menduduki urutan kesatu, dan setelah Fatimah meninggal dunia di tahun 11
Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam.
Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang.
Ia meninggal
dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuasaan Umar al-Faruq,
khalifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh
daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta
nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting.
Umar terbunuh
dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah
mengguncangkan sendi-sendi negara baru itu, dan menjurus kepada perpecahan yang
tragis di kalangan umat Islam.
Keadaan itu
sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat,
yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah
Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur.
Aisyah tidak
dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah
itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan
khalifah yang ketiga.
Di dalam Perang
Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah
kalah dan ia terus mundur ke Madina di bawah perlindungan pengawal yang
diberikan oleh putra khalifah sendiri.
Beberapa orang
sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun
yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali.
Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah
untuk menuntut balas bagi darah Usman.
Aisyah
menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun
kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu
kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah
dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara
politis sedang berubah itu.
Ibu Utama agama
Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya,
kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya
untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi.
Kesederhanaan
dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu
juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersama –
sama dengan Nabi.
Ruangan itu
beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur.
Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik
kain yang digantungkan di atasnya. Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak
kekurangan makan.
Pada malam hari
ketika Nabi mengembuskan napasnya yang terakhir, Aisyah tidak nempunyai minyak
Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan
tunjangan yang cukup besar tiap bulannya.
Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang
diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan
kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan,
waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham,
Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.
Aisyah pada
zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada masyarakat, dan usahanya
untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada
tandingannya di dalam catatan sejarah Islam.
Jika orang
menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal
itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata-kata Aisyah menjadi keputusan
terakhir.
Kecuali Ali,
Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok
intelektual di tahun-tahun pertama Islam. Ibu Agung Agama Islam ini
mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi).
Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Madina dan di seluruh dunia
Islam.
Aisyah bersama
Khadijah dan Fatimah az-Zahra dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di
kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fatimah di tangga
teratas, diikuti oleh Khadijah, dengan Aisyah sebagai yang terakhir.
Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah
nomor dua sesudah Nabi Muhammad, di atas semua istri, sahabat, dan
rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatimah-lah yang berada di tempat
teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah
orang pertama yang memeluk agama Islam.
Tetapi, tidak
seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan
ajaran Nabi.
Sumber :
http://alhakimbestari.org/pdf/28-ISTERI
DAN ANAK NABI MUHAMMAD.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)