Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Saudaraku..." Abu
Bakar..." Nama asli beliau dimasa jahiliyah adalah Abdul Ka’bah bin
Utsman bin Amir, lalu Rasulullah memberinya nama Abdullah, lengkapnya Abdullah
bin Abu Quhafah, sedangkan ibunya bernama Ummul Khair, Salma binti Shar.
Gelar “Abu Bakar” diberikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
setelah ia menikahkan Rasul dengan anak gadisnya, ‘Aisya, dan karena cepatnya
ia masuk Islam. “Ash- Shiddiq” yang berarti “sangat membenarkan” adalah gelar
yang diberikan kepadanya lantaran ia segera membenarkan Rasul dalam berbagai
peristiwa, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Abu Bakar memiliki nama panggilan “Atiq (sang tampan)”, lantaran wajahnya
yang tampan dan cakap orangnya.
‘Aisyah menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit putih, kurus,
tipis kedua pipinya, kecil pinggang (sehingga kainnya selalu turun dari
pinggangnya), wajah selalu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, tidak
bisa bersahaja dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai maupun
katam.” Begitulah karakter phisiknya.
Ada pun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh
pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting,
banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (kemauan keras), faqih, paling
mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat
bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan
jauh dari segala yang syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan
apa-apa yang lebih baik di sisi ALLAH, serta lembut dan ramah, Quraisy yang
supel dalam bergaul, disukai dan diterima, seorang pebisnis, dan berbudi
pekerti yang baik, semoga ALLAH meridhainya.
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid,
Muhammad saw. pindah dan hidup
dengannya. Pada saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sama seperti
rumah Khadijah, rumahnya juga bertingkat dua dan mewah. Sejak saat itu mereka
berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama, pedagang dan ahli
berdagang.
Istrinya Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima Islam sebagai agama
sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman, menjadi
Muslimah. Juga semua anaknya kecuali ‘Abd Rahman ibn Abi Bakar menerima Islam.
Sehingga ia dan ‘Abd Rahman berpisah.
Dakwah Abu Bakar cukup efektif. Sejumlah sahabat masuk Islam
melalui dakwah Abu Bakar, diantaranya: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Thalhah bin Ubaidillah.
Kelimanya kemudian mendapat jaminan oleh Allah akan masuk surga.
Sebagaimana yang juga dialami
oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang
dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang
mereka.
Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari
golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh
para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal
ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari
tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Kekokohan imannya terlihat ketika Madinah kelabu karena wafatnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Banyak manusia bersedih, bahkan Umar
murka dan tidak menerima kenyataan yang ada.
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`
anha, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, Abu Bakar
datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh.
Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid.
Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke
dalam rumah Aisyah.
Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang
ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis
kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan
menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada
dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”
Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan
orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan
untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar.
Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang
menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian
menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.
Allah telah berfirman :
Kemudian Abu Bakar membaca ayat
QS. Ali Imran :144.
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma
berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah
telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang
menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya
melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu
berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca
oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku
tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah
tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Keberanian Dakwah Abu Bakar.
Abu Bakar adalah seorang lelaki
merdeka dan hartawan besar yang pertama sekali beriman (percaya) kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan seruannya.
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda tentangnya,
“Aku tidak mengajak seseorang kepada Islam melainkan ada maju mundurnya,
kecuali Abu Bakar bin Abu Quhafah tidak keberatan padanya dan tidak ada
keraguan ketika aku mengajaknya masuk Islam.”
(Syirah Ibnu Hisyam).
Ketika jumlah Muslimin Mekkah masih sangat sedikit jumlahnya, Abu
Bakar menunjukkan satu keberaniannya berdakwah.
Pada suatu hari, Abu Bakar dan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam serta beberapa sahabat yang lain, bersama
pergi ke masjid. Setelah mereka duduk bersama-sama di masjid, Abu Bakar mohon
izin kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk berdiri di tengah masjid
dan berseru kepada kaum musyrikin Quraisy agar mereka itu insyaf dan mengikuti
kepada seruan ALLAH dan Rasul-Nya.
Di kala itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Kita
masih sedikit, hai sahabatku! Kita masih sedikit, hai Abu Bakar!” Berkali-kali
beliau menjawab demikian kepada sahabat Abu Bakar. Tetapi tampak oleh beliau
bahwa Abu bakar sangat mendesak untuk mengerjakan keinginannya, berda’wah
(berseru). Sebab itu, kehendaknya yang sebaik itu terpaksa diizinkan oleh
beliau.
Abu Bakar lalu berdiri teguh ditengah-tengah masjid, lantas
berkhutbah dengan suara yang sekeras-kerasnya, berseru kepada kaum musyrikin
Quraisy supaya mengikut seruan ALLAH dan Utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat itu tetap
duduk bersama-sama dengan kaum Muslimin.
Setelah seruan Abu Bakar terdengar oleh sebagian kaum musyrikin
Quraisy, maka sebentar kemudian mereka datang bersama-sama seraya mengerubuti
Abu Bakar. Mereka memukuli Abu Bakar dengan hebatnya.
Oleh karenanya Abu Bakar tidak kuat menolak dan
menahan pukulan-pukulan mereka, maka jatuhlah ia. Ketika Abu Bakar hendak
melarikan diri, dengan segera ‘Utbah bin Rabi’ah (seorang pemuka pemuda kaum
Quraisy) menangkapnya dan membantingnya sehingga jatuh lagi. Lalu
dinjak-injaknya Abu Bakar dengan terompahnya yang berpaku hingga hidung Abu
bakar tak kelihatan.
Saat itu juga, datang sekelompok orang dari keturunan
keluarga Taimy yang masih musyrik juga yang memang untuk menolong Abu Bakar.
Mereka segera mencegah musyrikin Qurisy untuk memukul Abu Bakar. Dan
terlepaslah Abu Bakar dari penganiayaan kaum musyrikin Quraisy yang sangat kejam.
Lalu Abu Bakar dibawa pulang oleh keturunan Taimy ke rumah
Abu Quhafah, ayah Abu Bakar. Mereka lalu kembali ke masjid mendapatkan kaum
musyrikin Quraisy yang telah memukuli Abu Bakar, dan diantaranya ada yang
berkata, “Demi ALLAH! Jika sekiranya Abu Bakar mati terbunuh olehmu, kami harus
membunuh ‘Utbah sebagai balasan kepadamu.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Menyebut Abu Bakar.
Dalam beberapa kali kesempatan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan keutamaan status Abu Bakar
bagi diri Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil :
“Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling
engkau cintai?” beliau bersabda :”Aisyah”
kemudian aku berkata : “kalau
dari lelaki?” beliau menjawab : “ayahnya (Abu Bakar)” kemudian aku berkata :
“lalu siapa?” beliau menjawab: “Umar” lalu menyebutkan beberapa orang lelaki.”
(HR.Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya,
sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku
mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai
kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu` anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam duduk di mimbar, lalu bersabda :
”Sesungguhnya ada seorang hamba
yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kemewahan dunia dengan apa yang
di sisi-Nya.
Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya” lalu Abu bakar
menangis dan menangis, lalu berkata :”ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu” Abu
Sa`id berkata : “yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah, dan Abu Bakar
adalah orang yang paling tahu diantara kami”
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling banyak
memberikan perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu
Bakar. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat lain ada
tambahan : “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai
kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam. Tidak ada di dalam
masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya pintu Abu Bakar saja
(yang masih terbuka).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah telah
mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata `kamu adalah
pendusta’. Sedangkan Abu Bakar membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku
dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan
meninggalkan) shahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu 2 kali. Sejak itu
Abu bakar tidak pernah disakiti (oleh seorangpun dari kaum muslimin).
(HR. Bukhari)
Abu Bakar Khalifatur Rasul
Setelah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam wafat, beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abi
Thalib yang paling berhak menggantikan sebagai khalifah. Namun sebagian kaum
Anshar berkumpul di Balai Pertemuan Bani Sa’idah. Mereka hendak mengangkat
Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.
Ketegangan pun terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah
datang untuk mengingatkan. Pada perdebatan yang terjadi. Mereka membicarakan
siapakah yang sepatutnya yang menggantikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dalam memimpin kaum Muslimin dan mengurusi persoalan umat.
Setelah musyawarah dan mengajukan beberapa usulan, tercapailah
kesepakatan bulat bahwa khalifah pertama sesudah kematian Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang pernah mengimami sholat kaum
muslimin pada saat Rasulullah sakit, sahabat yang terbesar dan pendamping di
dalam gua Hira yaitu Abu Bakar.
Akhirnya Abu Ubaidah (Muhajirin) dan Basyir bin Sa’ad (Anshar)
membai’at Abu Bakar. Umar menyusul membai’atnya. Demikian pula yang lainnya.
Pertikaian pun akhirnya selesai.
Pemerah Susu
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu
Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau
telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “Sekarang
Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar
oleh Abu Bakar sehingga dia berkata :
“Tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu
kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang
sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti,
Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Putera Kebanggaan.
Ketika Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum
muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji.
Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab
tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju
rumahnya.
Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang
dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “Ini putramu
(telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas
menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu
belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata :
“Wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar
memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis
sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah
seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits
bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar :
“Assalamu`alaika wahai Khalifah Rasulullah!” mereka
semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “Wahai Atiq
(julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena
itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!”
Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya
kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat
berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali
hanya dengan pertolongan Allah.”
Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan
mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang
kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Dan semua orang malah
menyanjung pemimpin mereka tersebut.
"Wafat.
Menurut para `ulama ahli sejarah
Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan
isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia
adalah 63 tahun.
Yang mana ''Beliau berwasiat agar jenazahnya
dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di
samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan
mimbar (ar-Raudhah).
Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang
lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman,
dan Thalhah bin Ubaidillah ).
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar
merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu
Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.
Menjadi khalifah
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan
sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan
dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta
mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak
pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada Pertempuran
Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu
pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri
kekuasaan Romawi di Asia Kecil) bagian selatan.
Pasukan Islam lainnya dalam
jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang
lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat.
Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa’ad bin Abi Waqqas mengalahkan
pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam
Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah
pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih
kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius
dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of
the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak
membahayakan gereja tersebut.
55 tahun kemudian, Masjid
Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi
secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk
membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga
memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh
wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan
merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid
Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya
yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di
zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Kematian
Umar bin
Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada saat ia akan
memimpin salat
Subuh. Fairuz adalah salah seorang warga Persia yang
masuk Islam
setelah Persia
ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu
Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia,
yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada
hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah
dipegang oleh Usman bin Affan.
Semasa Umar masih hidup Umar
meninggalkan wasiat yaitu:
1. Jika engkau menemukan cela pada
seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu
lebih banyak darinya.
2. Bila engkau hendak memusuhi
seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih
berbahaya terhadapmu selain perut.
3. Bila engkau hendak memuji
seseorang, pujilah ALLAH Subhana Wata’ala. Karena tiada seorang manusia pun
lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain
ALLAH SWT.
4. Jika engkau ingin meninggalkan
sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau
meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
5. Bila engkau bersiap-siap untuk
sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk
mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
6. Bila engkau ingin menuntut
sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali
dengan mencarinya.
HARI
itu seperti hari-hari yang lainnya juga. Yang tidak biasa hanyalah rencana
kedatangan rombongan Bani Tamim kepada Rasulullah. Ada apakah? Itulah yang
menjadi pertanyaan di benak Rasulullah. Tapi Rasulullah tetap saja berlaku
tenang.
Dan, saat yang ditunggu-tunggu oleh Rasul pun datang. Kebiasaan Rasul memang
selalu mengagungkan tamunya. Jika ia sudah mempunyai janji, maka akan ia
dahululkan janji itu. Apalagi jika itu mengenai pertemua yang sepertinya terasa
penting ini.
Rasul mempersilakan mereka semua duduk dengan tertib. Tak satupun dari tamu itu
yang ia lewatkan. Semaunya disalaminya dan mendapt senyuman yang paling lembut.
Sahabat-sahabat yang lain sering merasa heran, bagaimana bisa Muhammad
menghafal nama-nama orang di dekatnya satu per satu tanpa pernah sekalipun
melupakannya? Jika sudah begini, masing-masing mereka selalu menganggap bahwa
mereka adalah orang yang paling penting dalam kehidupan Rasul.
Ketika semua sudah duduk dan menyantap hidangan ala kadarnya yang dihidangkan
oleh Rasulullah karena itulah yang dipunyainya, maka Rasulullah pun berkata,
“Semoga Alalh swt senantiasa memberkahi kita semua. Apakah maksud kedatangan
kalian ini, wahai sahabat-sahabatku semua?”
“Kami semua baik-baik saja ya Rasulullah. Terima kasih telah menerima kami
semua. Sesungguhnya kami sekarang ini sedang berada dalam keadaan yang sangat
pelik. Kami membutuhkan bantuanmu sekali, jika engkau sekiranya tidak
keberatan.”
Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menunggu saja.
Salah seorang dari mereka bicara lagi, “Sesungguhnya kami ini hendak memilih
pemimpin di antara kami….”
“Dan?” Rasulullah berkata ketika ia tidak melanjutkan bicaranya.
“Dan kami tidak punya pengetahuan yang sebagus engkau. Kami sebelumnya telah
berselisih siapa kiranya yang akan dan harus jadi pemimpin kami……”
“Begitu ya….?”
Semua orang diam sekarang. Mereka menundukkan kepala mereka. Ada sejumput
perasaan malu karena mereka telah melibatkan Rasul dalam urusan yang tampaknya
tidak seberapa itu. Rasul masih terus mengangguk-angguk kepalanya. Beliau
terdiam. Cukup lama.
Dan ketika Rasulullah hendak membuka mulut, tiba-tiba Abu bakar yang berada
bersama rombongan berkata cukup keras, “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai
pemimpin!”
Semua kepala mendongak memandang Abu Bakar. Ada mata yang setuju namun ada juga
yang kelihatannya menentang.
Umar yang juga datang bersama Abu Bakar berdiri, “Tidak, angkatlah Al-Aqra bin
Habis.”
Kedua orang itu kini berdiri. Suasana tampak tegang. Rasulullah hanya diam
saja. Apakah Abu Bakar dan Umar akan bertengkar?
Abu Bakar dengan sedikit mendelik berkata, “Kau hanya ingin membantah aku saja,
hai Sahabatku!”
“Aku tidak bermaksud membantahmu!” jawab Umar.
Keduanya untuk beberapa saat masih saja saling berkata-kata sehingga suara
mereka terdengar makin keras. Mereka tampaknya tidak peduli bahwa di situ ada
orang lain. Tidak peduli bahwa di tempat itu pun ada Rasulullah, panutan
mereka.
Waktu itu, turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah
maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara
kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap
sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya.”
(Al-hujurat: 1-2).
Setelah mendengar teguran itu langsung dari Allah, semua orang di situ
tertegun. Sebaliknya Abu Bakar langsung menangis. Setelah ia meminta maaf kepada
sahabatnya Umar, ia menghadap Rasulullah. “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak
sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang
membisikkan rahasia.”
Rasulullah mendengar itu hanya mengelus-elus punggung Abu Bakar. Ia tersenyum
kepadanya. Sedangkan Umar bin Khattab setelah itu berbicara kepada Nabi hanya
dengan suara yang lembut. Bahkan kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak
sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat
Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan
Nabi.
Rasulullah bersyukur dalam hati mempunyai sahabat-sahabat yang hatinya begitu
lembut. Memang, apalah yang lebih menyedihkan dan mengerikan daripada ditegur
oleh Allah secara langsung? Itulah gunanya mempunyai sahabat yang bersedia
selalu mengingatkan.
Demikianlah yang dapat aku haturkan
semoga saja dapat menggugah ke imanan kita kepada Allah dan semakin mencintai
kekasihNya juga para SahabatNya. Aamiin..."Wassalam,~
(Dari berbagai sumber)
Bok ; Dukumen *
TIJAN=Titian-Jannah,~