Sabtu, 29 Juni 2013

Betapa Perlunya Pendidikan Dengan Menanamkan Rasa Tanggung Jawab Serta Akhlak Yang Mulia


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Bismillahir-Rohmaanir-Rohiim..
Saudaraku..."
  Menanamkan rasa tanggung jawab adalah perkara yang cukup penting karena semua orang akan ditanya mengenai pertanggungjawabannya oleh Allaah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana Abdullaah bin Umar radhiallaahu ‘anhuma berkata, Aku mendengar Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.
Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.

Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 1829)

Maka dari itu Sambil terus berusaha keras untuk menjalankan semua tanggung jawab yang ada pada diri kita, kita pun perlu mendidik anak dan keluarga juga lingkungan disekitar kita agar memiliki rasa tanggung jawab yang kelak akan bermanfaat baginya.

Saudaraku..."
 Peran orangtua sangatlah menentukan baik atau buruk serta utuh atau tidaknya kepribadian anak, sebagaimana Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa orang tua sangat menentukan shalih atau tidaknya anak. Sebab pada asalnya setiap anak berada pada fitrah Islam dan imannya; sampai kemudian datanglah pengaruh-pengaruh luar, termasuk benar-tidaknya orang tua mengelola mereka.

Lalu bagaimana cara kita mendidiknya? Tentunya kita akan mencontoh suri teladan yang terbaik dari Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam menanamkan rasa tanggung jawab kita baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga dan juga terhadap anak-anak kita.

Kapan Waktu yang Tepat ?
 Menanamkan rasa tanggung jawab dapat dilakukan sejak usia anak masih sangat kecil yaitu balita. Ustadz Abdul Hakim dalam bukunya “Menanti Buah Hati dan Hadiah untuk yang Dinanti” membagi usia anak-anak menjadi dua tahapan, yaitu sebelum tamyiz dan sesudah tamyiz.

Tamyiz secara bahasa bermakna membedakan di antara sesuatu, dan anak yang dapat membedakan sesuatu dengan baik terutama di dalam hal-hal yang membahayakan dirinya dinamakan mumayyiz.

Masih dalam kitabnya, Ustadz Abdul Hakim berkata, “Pendidikan yang terbaik bagi anak sebelum dan sesudah tamyiz dengan jalan mendengar dan melihat kepada sesuatu yang baik dan terbaik menurut agama dan bukan menurut akal pikiran dan adat-adat manusia yang menyalahi agama yang mulia.”

Saudaraku...”
 Berdasarkan kenyataan yang ada, menanamkan rasa tanggung jawab ini memang dapat dilakukan bahkan ketika seseorang masih berusia sangat dini. Tentu saja ukuran kemampuan anak akan berbeda-beda dan kita harus menyesuaikan perlakuan sesuai kemampuan mereka.

Menanamkan rasa tanggung jawab dapat dimulai dari perkara yang kecil seperti membereskan mainannya atau menaruh piring di tempatnya.

Dan juga perkara yang besar, berkaitan dengan tanggung jawab yang akan ditanggungnya di hadapan Allaah Subhanahu wa Ta’ala (jika itu dilakukan ketika telah baligh). Seperti yang dicontohkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallaam kepada Hasan bin Ali dalam hadits sebagai berikut:

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: أخذ الحسن بن عليٍ رضي الله عنهما تمرة من تمرة الصدقة فجعلها فى فِيه. فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: كخ، كخ، اِرم بها، أما علمت أنّا لا نأكل الصدقة

“Dari Abu Huroiroh rodhiallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Hasan bin ‘Ali rodhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma zakat, lalu ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang zakat?’” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mendidik anak yang masih sangat kecil (umurnya) agar kelak ia mengetahui mana makanan yang halal dan haram baginya. Dan kita ketahui bahwa persoalan halal dan haram merupakan perkara yang sangat penting karena akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Mungkin orangtua ragu untuk memberikan tugas atau tanggung jawab kepada anaknya. Bahkan saat-saat emas untuk menanamkan rasa ranggung jawab pada anak terlewatkan begitu saja dengan berbagai alasan, seperti: orang tua merasa apa yang dilakukan anak justru akan menambah beban pekerjaan orangtua atau merepotkan dan ada pula orang tua yang enggan karena merasa kasihan pada si kecil.

Padahal si kecil justru sangat menyenangi untuk melakukan tugas-tugas kerumahtanggaan, seperti mencuci piring dan gelasnya, mengepel dan lain-lain.


Selanjutnya “Solusi Cara Yang Tepat Untuk Menanamkan Rasa Tanggung Jawab Pada Anak yang ke 1).
Seperti telah disebutkan dalam hadits, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur Hasan yang masih kecil umurnya dengan teguran yang berbeda dengan teguran kepada orang dewasa.
Maka orangtua dalam menegur atau ketika menjelaskan tentang pekerjaan yang bisa diberikan kepadanya juga dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa.
Bahkan kita pun seharusnya menerima hasil pekerjaan si kecil dengan sudut pandang penilaian yang berbeda dengan orang dewasa.

Misalnya jika hasil yang dilakukan anak kurang bagus, maka kita coba lihat sisi positifnya.
Karena Anak berusia dini sangat senang membantu orangtuanya. Dengan memberikan pujian atas hasil pekerjaannya dan memotivasi agar besok ia mau melakukan dengan lebih baik lagi, diharapkan tertanam kasih sayang kepada orangtuanya karena merasa jeri payahnya dihargai dan ia pun senang telah diberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu.

Hal ini juga diharapkan agar menumbuh kembangkan rasa percaya diri, dan sifat pantang menyerah ketika menemui permasalahan yang awalnya dia anggap sulit dan rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan amanah pekerjaan hingga tuntas.

Maka bersabar adalah poin yang harus ditekankan bagi orangtua di dalam proses menanamkan rasa tanggung jawab pada anak. Berikanlah batasan pekerjaan untuk si kecil sesuai kemampuannya.
Misalnya mencuci hanya mencuci piring dan gelas hanya yang mereka gunakan saja. Sehingga pihak anak ataupun orang tua, sama-sama tidak merasa terbebani.


Ke 2. Tidak Lalai untuk Menegur Anak
Termasuk langkah penting menanamkan rasa tanggung jawab pada anak adalah menegurnya dari kesalahan yang telah dilakukannya. Tidak membiarkannya ketika melakukan kesalahan. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam hadits pertama dalam artikel ini dan juga dalam hadits berikut:

عن عبد الله بن بسر ااصحابّي ر ضي الله عنه قال: بعثْني أميّ ألى رسول الله صلّى الله عليه و سلّم بقِطْف من عِنَبٍ فأكلت منه قبل أن أبلغه إيّاه فلمّا جئت به أخذ بأذني، وقال: يا غـدر
Dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi rodhiallahu ‘anhu ia berkata: “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah’.” (Hadits riwayat Ibnu Sunni)

Dari sini dapat kita ketahui bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan anak sesuai dengan kadar kesalahan dan kondisi anak. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan anak tersebut tidak bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan, dan beliau menghukum dengan tidak berlebihan melainkan sesuai keadaan anak tersebut.

Maka bila kita hendak menegur anak, misalnya saja ketika anak melakukan kesalahan kepada temannya lalu bertengkar, kita harus memberikan motivasi agar ia berani minta maaf karena minta maaf adalah wujud rasa tanggung jawab terhadap kesalahan yang diperbuatnya.

Namun orang tua harus dapat bersikap adil ketika menasehati sehingga anak tidak merasa terpojokkan dan mentalnya jatuh di hadapan temannya. Salah satu taktiknya adalah dengan mendorong kedua belah pihak untuk saling memaafkan sambil diingatkan sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
ما زاد الله عبدا يعفو إلاّ عزّا و ما تواضع أحد لله إلاّ رفعه الله

 “Allah tidak menambah seorang hamba yang mau memaafkan kecuali kemuliaan dan tidaklah seseorang itu bersikap rendah diri kepada Allah kecuali Allah pasti akan mengangkat derajatnya.” (Hadits riwayat Muslim)

Ke 3) Tidak Hanya Tanggung Jawab Duniawi
Hal yang sangat penting untuk diingat oleh para pendidik, menanamkan rasa tanggung jawab tidak hanya berkaitan dengan perkara-perkara di dunia seperti membereskan tugas-tugas, mainan dan lain sebagainya.
Ada tanggung jawab lain yang sangat penting dan harus pula ditanamkan sejak usia dini. Dan ini berkaitan dengan rukun Islam yaitu penegakkan sholat lima waktu.

Tidaklah seseorang meninggalkan sholat karena meremehkan tanggung jawab nanti di hadapan Allaah, padahal sholat adalah hal yang pertama kali dipertanyakan ketika penghisaban nanti.
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مُرُوا الصَّبِيَّ با الصّلاةِ إذَا بلغ سبع سنين، وإذا بلغ عشر سنين فاضرِبوه عليها
“Perintahkanlah anak-anak untuk mendirikan sholat ketika dia berumur tujuh tahun. Dan ketika dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau dia meninggalkan sholat.” (Hadits riwayat Abu Daud dan lain-lain dari jalan Sabrah bin Ma’bad)

Dari hadits ini, maka tanggung jawab dalam mendidik anak untuk sholat fardhu sejak usia 7 tahun ada pada bapak atau wali. Dan yang diwajibkan adalah memerintahkan mereka.
Adapun mereka melaksanakan atau tidak maka mereka tidak berdosa (Abdul Hakim Amir Abdat, Menanti Buah Hati).

Sedangkan setelah berumur sepuluh tahun, maka wajib bagi bapak atau wali untuk memukul anak mereka jika mereka meninggalkan sholat fardhu. Pukulan ini tentunya tidak boleh berupa pukulan pada wajah dan juga tidak pula pukulan yang membekas pada tubuh.

Demikian yang dapat aku sajikan tentang menanamkan rasa tanggung jawab pada anak. 
Dan Memang masih banyak poin-poin pembahasan rasa tanggung jawab yang dapat ditanamkan pada anak.
Namun agar lebih mendapat pembahasan yang luas, silakan melihat kepada kitab-kitab yang dapat di jadikan sebagai rujukan.

Semoga saja apa yang dapat aku sampaikan ini ada guna serta manfaatnya bagi kita semua dan "Semoga Allaah Subhanahu wa Ta’ala, memberi kemudahan dan kesabaran untuk melaksanakan amanah ini. Aamiin...”Wassalam,-

Jumat, 21 Juni 2013

"MALAM NISHFU SYA’BAN .~


  Oleh Nurassajati Purnama Alam

~ Bismillahir-Rahmannir-Rahim.~


  ~MALAM NISHFU SYA’BAN .~~


~~Artikel ini Agak Panjang , sengaja di tayangkan sekaligus.~~


Nishfu Sya'ban berasal dari bahasa Arab. Kata ’Nishfu’ yang berarti; setengah, seperdua, separuh, pertengahan. Sedangkan kata ‘Sya'ban’ adalah nama bulan ke-8 dalam tahun Hijriyah. Dengan demikian Nishfu Sya'ban berarti Pertengahan Bulan Sya'ban.


Bulan Sya’ban sendiri berasal dari kata ’syi’ab’ yang artinya ‘berjalan di atas gunung’. Dalam menghidupkan bulan penuh Maghfirah dan penuh Syafa’at.

Artikel ini, sengaja bagikan. Dengan harapan semoga, melalui tulisan ini, kita boleh mendapatkan pertambahan ilmu agama dan lebih menambah kemuhasabahan kita masing-masing.


Tulisan ini qu bagi menjadi 7 bagian, yaitu: A. PERISTIWA BULAN SYA’BAN B. BULAN TERLUPAKAN C. MALAM NISHFU SYA’BAN D. KELEBIHAN MALAM NISHFU SYA’BAN E. FADHILAH MALAM NISHFU SYA’BAN F. IBADAH UMUM BULAN SYA’BAN G. IBADAH AFDHAL BULAN SYA’BAN A. PERISTIWA BULAN SYA’BAN


Saudaraku sebelum qt membahas tentang Malam Nishfu Sya’ban, baiknya qt melihat dahulu, peristiwa penting yang terjadi di bulan Sya’ban:


1. Ibnul Hajar ra. berkata, "Dinamakan Sya'ban karena kesibukan mereka mencari air atau sumur setelah berlalunya bulan Rajab yang mulia, dan dikatakan juga selain itu”. (al-Fath: 4/251)


2. Ibnu Abiy as-Shaif al-Yamaniy sa. berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan shalawat kepada Nabi Muhammad saw., karena ayat Innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu”. (Kitab al-Fawaaidul Mukhtaaroh)


3. Pada malam Nishfu Sya’ban, Allah SWT mengubah arah kiblat dari Masjidil Aqsha di Darussalam (Yerusalem), ke Ka'bah, di Mekkah. Abu Hatim al Bistiy rhm. berkata, ”Kaum muslimin telah melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari, sebelum perubahan arah kiblat.


Lalu Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk menghadap ke arah Ka’bah pada hari Tsalasa di pertengahan bulan Sya’ban". (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)


B. BULAN TERLUPAKAN Sayangnya banyak dari kaum Muslim sepertinya kurang memperhatikan bulan penuh Maghfirah dan Syafa'at ini.


Padahal bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan. Dimana pada bulan ini seorang umat Muslim yang Mu’min baiknya mempersiapkan diri dengan;


1. Keimanan yang mantap. 2. Keadaan mendapatkan syafa’at. 3. Mendapat jaminan dan pembebasan dari siksaan api neraka. Ke-3 hal tersebut Allah siapkan untuk kita didalam bulan Sya’ban.


Namun sebenarnya mengenai hal ini, jauh sebelumnya, Rasulullah saw. telah memprediksinya,


1. “Bulan Sya’ban adalah bulan dimana manusia mulai lalai, yaitu diantara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam…” (HR. Al Nasa’i, di-hasan-kan oleh Syaikh Al Albani, dari Usamah bin Zaid ra.)


2. “Bulan Sya’ban sering dilupakan orang, karena diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan, padahal pada bulan itu, diangkat amalan-amalan yang dilaporkan langsung kepada Rabbil ‘Alamin.” (HR. Ahmad dan Nasai – Sunnah Abu Dawud)


C. MALAM NISHFU SYA’BAN Didalam beberapa hadits, Rasulullah saw. telah bersabda seputar malam Nishfu Sya’ban, yang antara lain:


1. “...Malam ini adalah malam Nishfu Sya’ban. Allah mengawasi hambanya pada malam ini, Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberikan kasih sayang kepada mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki.” (HR. Baihaqi, dari ’Aisyah ra.) .

2. “Allah mengawasi dan memandang hamba-hamba Nya di malam Nishfu Sya’ban, lalu mengampuni dosa-dosa mereka semuanya kecuali mereka yang musyrik dan orang yang pemarah pada sesama muslimin.” (HSR. Ibnu Hibban, hadits no.5755)


3. "Dimalam Nishfu Sya'ban, hidupkanlah dengan shalat dan berpuasalah pada siang harinya. Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda,


’Barang siapa yang meminta ampunan akan Aku ampuni, barang siapa yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, dan barang siapa yang mendapatkan cobaan maka akan aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (HR. Ibnu Majah, dari Ali bin Abi Thalib kw.)


4. “... Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menurunkan MalaikatNya pada malam Nishfu Sya'ban ke langit dunia, lalu Allah mengampunkan dosa-dosa hambaNya, lebih banyak daripada bilangan bulu-bulu yang terdapat pada domba-domba peliharaan (bani) Kalb." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad, dari ‘Aisyah ra.)


D. KELEBIHAN MALAM NISHFU SYA’BAN Adapun kelebihan malam Nishfu Sya’ban, dimata para auliya adalah sebagai berikut;


1. Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy rhm. berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadr”. (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)


2. Imam al-Ghazali rhm. mengistilahkan, “Malam Nisfu Sya’ban sebagai malam Syafa’at (Pertolongan), dimana pada malam;


a. ke-13, Allah memberikan sepertiga syafa’at kepada hambanya. b. ke-14, seluruh syafa’at itu diberikan secara penuh. c. ke-15, umat Mu’min telah sempurna mendapatkan syafa’at sebagai penutup catatan amal ibadahnya selama satu tahun”.


Dalam (Kitab Ihya' Ulumuddin) 3. Para ulama menyatakan, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam Maghfirah (Pengampunan), karena pada malam itu Allah menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang shalih”.


E. FADHILAH MALAM NISHFU SYA’BAN Sedangkan manfa’at ibadah malam Nishfu Sya’ban adalah:


1. PENGAMPUNAN DOSA a. Malaikat Jibril as. berkata, ”Di malam Nishfu Sya’ban ini dibukakan 300 pintu rahmat.


Allah mengampuni kesalahan orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali tukang sihir, tukang nujum, orang bermusuhan, orang yg terus menerus minum khamar (arak atau minuman keras), terus menerus berzina, memakan riba, durhaka kepada ibu bapak, orang yang suka mengadu domba dan orang yang memutuskan silaturahim.


Allah tidak mengampuni mereka sampai mereka taubat dan meninggalkan kejahatan mereka itu .” (HR. Abu Hurairah)


b. "Allah memandang pada kesemua makhluk ciptaanNya pada malam Nishfu Sya'ban, lalu Allah mengampunkan dosa-dosa kesemua makhlukNya, kecuali dosa orang musyrik (yang menyekutukan Allah) dan dosa orang yang bermusuhan." (HR. Al-Thabrani dan disahihkan oleh Ibnu Hibban hadits no.5755, dari Mu'adz bin Jabal ra.)


c. “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, dari Abu Musa Al-Asy’ari ra.)


d. “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nishfu Sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba.” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825, dari 'Aisyah ra.)


e. Al-Imam As-Subkhiy rhm. berkata, “Malam Jum’at menghapus dosa seminggu, Malam Nishfu Sya’ban menghapus dosa setahun dan Lailatul Qadr menghapus dosa seumur hidup”.


2. SYAFA’AT (PERTOLONGAN) ALLAH Imam al-Ghazali rhm. Mengistilahkan, “Malam Nisfu Sya’ban sebagai malam Syafa’at (Pertolongan), dimana pada malam;


a. ke-13, Allah memberikan sepertiga syafa’at kepada hambanya. b. ke-14, seluruh syafa’at itu diberikan secara penuh. c. ke-15, umat Mu’min telah sempurna mendapatkan syafa’at sebagai penutup catatan amal ibadahnya selama satu tahun”.


Dalam (Kitab Ihya' Ulumuddin) 3. BEBAS DARI API NERAKA “Pernah Rasulullah memanggil istrinya, ‘Aisyah ra. dan memberitahukan tentang Nishfu Sya’ban, ‘Wahai Humairah, apa yang akan engkau perbuat pada malam ini?


Malam ini adalah malam di mana Allah yang Maha Agung memberikan pembebasan dari api neraka bagi semua hambanya, kecuali sembilan kelompok manusia’ (tukang sihir, tukang nujum, orang bermusuhan, orang yang terus menerus minum khamar, orang yang terus menerus berzina, memakan riba, durhaka kepada ibu bapak, orang yang suka mengadu domba dan orang yang memutuskan silaturahim).” (HR. Ibnu Ishak, dari Anas bin Malik ra.)


F. IBADAH UMUM BULAN SYA’BAN Berikut ini adalah bentuk ibadah umum bulan Sya’ban,


1. PUASA a. “... Bulan Sya’ban adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amat suka saat amalanku dinaikkan aku dalam kondisi berpuasa.” (HR. Al Nasa’i, di-hasan-kan oleh Syaikh Al Albani, dari Usamah bin Zaid ra.)


b. “... Di bulan Sya’ban, diangkat amalan-amalan (dan dilaporkan) kepada Rabbil Alamin. Karenanya, aku ingin agar sewaktu amalanku dibawa naik, aku sedang berpuasa.” (HR. Ahmad dan Nasa'i – Sunnah Abu Dawud)


c. ‘Aisyah ra. berkata, ”Lam yakunin Nabiyi sha mim yashumu aksara min Sya’baana finnahu kaana yashumuhu kulluhu kaana yashumuhu illa qalilan.” Nabi Muhammad saw. paling banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)


d. ‘Aisyah ra. berkata, “Rasulullah biasa berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain daripada bulan Ramadhan adalah di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969, no. 1970 dan Muslim no. 1156)


2. SHALAT a. "Dimalam Nishfu Sya'ban, hidupkanlah dengan shalat dan berpuasalah pada siang harinya. Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu..." (HR. Ibnu Majah, dari Ali bin Abi Thalib kw.)


b. "Apabila tiba malam Nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dari Usamah bin Zaid ra., dari Ali bin Abi Thalib kw.)


c. Ali bin Abi Thalib kw. setelah kemuslimannya, meluangkan waktunya untuk beribadah pada 4 malam dalam setahun, yakni; malam pertama bulan Rajab, malam 2 hari raya, dan malam Nishfu Sya’ban. (Manhajus Sawiy dan Tadzkiirun Nas)


3. DO’A Imam Syafii rhm. berkata, “Du’a mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam Jum'at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab, dan malam Nishfu Sya’ban”. (Sunan Al Kubra Imam Baihaqi juz 3 hal 319)


4. SHALAWAT

Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy sa. berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan shalawat kepada Nabi Muhammad saw., karena ayat Innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu”. (Kitab al-Fawaaidul Mukhtaaroh)


G. IBADAH AFDHAL BULAN SYA’BAN 1. PUASA Puasa tiga hari pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 bulan Sya’ban.


2. SHALAT MALAM NISHFU SYA’BAN a. WAKTU PELAKSANAAN SHALAT - Sekitar tanggal 13 – 17 Sya’ban.


Untuk tahun ini jatuh pada tanggal 22 – 26 JUNI 2013. - Setelah melaksanakan shalat fardhu Maghrib. Al-Imam An-Nawawi rhm., seorang ahli fiqih kondang bermazhab Syafi'i, ”Tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam Nishfu Sya'ban antara Maghrib dan Isya' demi untuk ber'taqarrub' kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan”.


b. SHALAT ALFIYAH Setelah melaksanakan shalat fardhu Maghrib, lanjutkan dengan shalat sunnah Nishfu Sya’ban.


Dapat dilakukan secara berjamaah. Dianjurkan shalat sunnah Alfiyah (artinya 1000). Shalat ini dinamakan Alfiyah karena di dalam shalat tersebut dibacakan surat Al-Ikhlas sebanyak 1000 kali.


Sebagaimana sabda Rasulullah, “Hubbuka iyyahaa adkhalakal Jannah”. Cintamu pada surat Al-Ikhlas itulah yang akan membuatmu masuk syurga. (HSR. Imam Bukhari)


c. MEMBACA SURATUL YASIIN 3X Dapat dilakukan secara berjamaah dengan niat, semoga; - ditetapkan imannya. - diberi kesehatan. - diberi rizqi yang lancar dan barakah.


d. MEMBACA DO’A NISHFU SYA’BAN BIMILLAAHIRRAHMANNIRRAHIIM, ALLAAHUMMA YAA DZAL MANNI WALAA YUMANNU ‘ALAIKA YAA DZAL JALAALI WAL IKRAAM, YAA DZATH THAULI WALIN’AAM, LAA ILAAHA ILLAA ANTA, DHAHRUL LAAJIIN, WA JAARUL MUSTAJIIRIIN, WA AMAANUL KHAA IFIIN.


ALLAAHUMMA IN KUNTA KATABTA NII ‘INDAKA FII UMMIL KITAABI SYAQIYYAN AW MAHRUUMAN AW MATHRUUDAN AW MUQTARRAN ‘ALAYYA FIR RIZQI, FAMHULLAA HUMMA BI FADLLIKA SYAQAAWATII WA HIRMAANII WA THARDII WAQ TITAARI RIZQII WA ATS-BITNII INDAKA FII UMMIL KITAABI SA’IIDAN MARZUUQAN MUWAFFAQALLIL KHAIRAAT. FA INNAKA QULTA WA QAULUKAL HAQQU FII KITAABIKAL MUNAZZALI ‘ALAA NABIYYIKAL MURSALI, YAMHUL.


ALLAAHUMAA YASYAA U WA YUTSBITU WA ‘INDAHUU UMMUL KITAAB. ILAAHII BITTAJALLIL AA’DHAMI FII LAILATIN NISHFI MIN SYAHRI SYA’BAANIL MUKARRAMIL LATII YUFRAQU FIIHAA KULLU AMRIN HAKIIM WA YUBRAM, ISHRIF ‘ANNII MINAL BALAA I MAA A’LAMU WA MAA LAA A’LAM WA ANTA ‘ALLAAMUL GHUYUUBI. BIRAHMATIKA YAA ARHAMAR RAAHIMIIN. AMIN YA ALLAAH YA RABBAL 'ALAAMIN


Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang, Ya Allah Tuhanku Pemilik Ni'mat, tiada ada yang bisa memberi ni'mat atasMu. Ya Allah Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.


Ya Allah Tuhanku Pemilik Kekayaan dan Pemberi Ni'mat. Tidak ada yang patut disembah hanya Engkau. Engkaulah tempat bersandar. Engkaulah tempat berlindung dan padaMu-lah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan.


Ya Allah Tuhanku, jika sekiranya Engkau telah menulis dalam buku besarMu bahwa adalah orang yang tidak bebahagia atau orang yang sangat terbatas mendapat ni'matMu, orang yang dijauhkan daripadaMu atau orang yang disempitkan dalam mendapat rizqi, maka aku memohon dengan karuniaMu, semoga kiranya Engkau pindahkan aku kedalam golongan orang-orang yang berbahagia, mendapat keluasan rizqi serta diberi petunjuk kepada kebajikan. Sesungguhnya Engkau telah berkata dalam kitabMu yang telah diturunkan kepada RasulMu, dan perkataanMu adalah benar, yang berbunyi:


'Allah mengubah dan menetapkan apa-apa yang dikehendakiNya dan padaNya sumber kitab.'


Ya Allah, dengan tajalliMu Yang Maha Besar pada malam Nishfu Sya’ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan Engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga kiranya aku dijauhkan dari bala bencana, baik yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui, Engkaulah Yang Maha mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dan aku selalu mengharap limpahan rahmatMu, ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih. Amin Ya Allah Ya Rabbal ‘Alaamin.”


e. PERBANYAK DZIKR, SHALAWAT DAN ISTIGHFAR.WALLAAHU TA’AALAA A’LAM BISH SHAWAAB DAFTAR PUSTAKA


1. Fatwa Fadhilah Mufti Mesir Prof. Dr Ali Jum'ah, terjemahan Ibnu Juhan Al-Tantawi. 2. Majalah Mimbar Al-Islam, keluaran tahun ke-(68), bil (8) Sya'ban 1430, m/s 136.

3. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. oleh :Nizla Fatimah Mantiri.


Demikialah yang dapat aku haturkan semoga bermanfaat dan Anda menyukainya. Silahkan tulis komentar